Mohon tunggu...
Farhan Adi Saputra
Farhan Adi Saputra Mohon Tunggu... Administrasi - Ilmu Administrasi Publik

Cogito Ergo Sum

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Penerapan Program Keluarga Berencana (KB) di Daerah

29 November 2024   05:42 Diperbarui: 29 November 2024   05:42 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: kompasiana.com)

Perkembangan dan pertumbuhan penduduk di Indonesia dalam beberapa dekade terakhir telah menunjukkan angka yang cukup tinggi dari sisi jumlahnya. Sekarang di tahun 2024 Jumlah penduduk Indonesia menurut data statistik sudah mencapai kurang lebih berjumlah 280 juta. Angka kepadatan tersebut tentu cukup merisaukan oleh pemerintah Indonesia mengingat kepadatan penduduk yang berlebihan akan menimbulkan berbagai macam persoalan atau permasalahan. Apalagi di negara berkembang seperti Indonesia, tentu masalah yang ditimbulkan itu seperti masalah kemiskinan, pengangguran, gizi buruk, angka kematian kelahiran dan lainnya. Hal ini sebenarnya sudah diantisipasi oleh pemerintah sejak masa pemerintahan orde baru, yang dimana pada saat itu telah mulai menerapkan kebijakan kebijakan atau program Keluarga Berencana (KB). Program KB utamanya bertujuan untuk mengendalikan angka kelahiran dan pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi di Indonesia. Program KB pada intinya membatasi jumlah anak masyarakat maksimal 2 (dua) anak saja, dan menjaga jarak kelahiran anak. Selain itu program KB juga diadakan kegiatan penyuluhan mengenai kesadaran kesehatan terhadap seorang ibu dan calon seorang ibu. Program KB dibawah naungan Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) di tingkat pusat, dan Dinas terkait ditingkat provinsi dan kabupaten/kota.

Namun selama diterapkan program KB sampai dengan saat ini belum menunjukkan pencapaian tujuan dari pada program tersebut. Permasalahan angka pertumbuhan penduduk yang tinggi masih terus berlanjut, sehingga kemudian menimbulkan dampak lanjutan seperti masih terjadinya kemiskinan, pengangguran hingga masih tingginya angka kematian kelahiran yang dialami seorang ibu. Hal tersebut disebabkan karena masih kurangnya anggaran dalam penerapan nya, sewalaupun anggaran tersebut dijaminkan oleh Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Kemudian masih kurangnya komitmen para stakeholder terhadap pentingnya penerapan program KB ini, selain itu masih kurang kualitas dan tidak kompeten dalam menjalankan tugas nya sebagai pegawai KB. Hal ini sesuai sebagai mana pernyataan dari salah satu pegawai KB yang bekerja di instansi KB di salah satu kecamatan yang ada di daerah tersebut, menyatakan bahwa menurut pengalaman nya selama dia mengabdi di kantor tersebut banyak permasalahan yang dialaminya seperti masih rendahnya kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap program KB, sehingga masyarakat banyak yang enggan untuk datang ke kantor KB. Sebagian yang lain masih banyak yang takut terhadap hal-hal yang berkaitan dengan alat kontrasepsi dan lain sebagainya. Padahal dalam program KB ini diwajibkan kepada semua masyarakat untuk mengetahui hal-hal tentang program KB tersebut. Rendahnya kesadaran dan pemahaman masyarakat ini karena masih kurang sosialisasi yang dilakukan oleh para pegawai KB tentang program KB dan serta pegawai belum menguasai secara utuh tentang hal-hal yang disosialisasikan tersebut yaitu mengenai isi dan tujuan program KB, sehingga terjadi miskomunikasi diantara masyarakat dan pegawai KB.

Lebih lanjut selain permasalahan diatas, juga terjadi permasalahan gaji serta insentif yang diterima oleh pegawai KB. Kalau dilihat aturan yang berlaku, gaji pegawai KB itu sebenarnya sudah cukup tinggi akan tetapi gaji yang tinggi tersebut hanya diterima oleh pegawai KB yang berstatus tetap atau yang sudah diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K). Sementara gaji yang diterima oleh pegawai KB yang berstatus honorer sangat rendah dan bahkan dari saking rendah gaji tersebut tidak cukup membiayai biaya alat tranportasinya selama waktu kerjanya . Padahal pegawai honorer merupakan golongan pegawai terbanyak yang mengabdi di instansi KB, maka sudah seharusnya kesejahteraan mereka inilah yang mesti utama yang diperhatikan, karena selain jumlahnya yang banyak, mereka inilah yang berjibaku di kantor dan di lapangan dalam mengimplementasikan program KB ini. 

Selain permasalahan diatas yang penulis dapatkan dari hasil wawancara dengan salah satu pegawai KB dan hasil observasi di salah satu kecamatan di suatu daerah, bahwa sebenarnya masih banyak permalasahan lain yang menjadi penyebab dari tidak optimalnya penerapan program KB ini, namun penulis membatasi membahas permasalahan hanya diseputaran kualitas pegawai, gaji dan tingkat sosialisasi, karena beberapa hal tersebut saling berkaitan dan mempengaruhi. Tujuan utama dari pada penulisan ini yaitu bagaimana kita dapat melihat dan memaparkan tentang performa penerapan program KB ini.

 Permasalahan-permasalahan yang penulis tulis, perlu kiranya untuk dijadikan bahan evaluasi dalam penerapan program KB. Sehingga program KB ini dengan usianya yang sudah puluhan tahun penerapan nya dari sejak jaman pemerintahan orde baru ini dapat membantu mencapai tujuan nya seperti terkendalinya jumlah penduduk, berkurangnya angka kematian kelahiran, berkurang nya gizi buruk anak dan lain sebagainya .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun