Banyuwangi menuju Pantai Pulau Merah di Pesanggaran, Pantai Cemara Muncar hingga kawasan Ijen di Kecamatan Licin. Sepanjang perjalanan tersebut saudara saya asyik mendengar radio analog yang terpasang di dasbord mobilnya.
Awal pekan lalu satu keluarga dari Surabaya meminta saya untuk mengantar ke pelbagai destinasi wisata di Bumi Blambangan. Perjalanan rombongan wisata dimulai dari GlenmoreNamun komentar cukup kritis muncul darinya yang cukup menyayangkan masih maraknya testimoni iklan di frekuensi radio di Banyuwangi. Padahal menurutnya iklan semacam itu merupakan pembodohan publik yang seharusnya sudah tidak digunakan di era saat ini. Apalagi mayoritas yang diiklankan merupakan produk kesehatan yang berhubungan langsung dengan masyarakat.
Padahal menurut saya iklan semacam tersebut sudah tidak berdampak bagi mereka yang sudah paham dengan metodologi pemasaran. Namun ada pandangan berbeda dari saudara saya yang melihat jika iklan tersebut diterima oleh orang awam yang justru akan menjadi sesuatu yang berbeda.Â
Memang tidak dipungkiri perkembangan teknologi membawa keberbagai medium yang menjadikan segala komoditas bisa ditemukan dengan mudah. Nahasnya, tidak sedikit yang masih menggunakan cara-cara lama walau jika dikaji lebih mendalam akan banyak aturan yang dilanggar.Â
Berawal dari keluhan saudara tersebutlah penulis tergerak untuk mencari ihwal aturan testimoni iklan. Mengingat jika ditelisik lebih jauh, tidak hanya frekuensi radio di Banyuwangi saja yang masih masif ditemukan metode iklan semacam itu. Pun di media Dalam Jaringan (Daring) utamanya di platform media sosial juga lazim ditemukan hal serupa utamanya produk kesehatan.
Payung Hukum
Padahal jika mengacu Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1787/Menkes/XII/2010 Tahun 2010 tentang Iklan dan Publikasi Pelayanan Kesehatan. (Permenkes 1787/2010). Ada aturan-aturan yang tidak boleh dilanggar dalam penyajian iklan yang diberikan kepada publik.
Menurut Permenkes tersebut Iklan Produk Kesehatan yang berarti sebagai kegiatan komunikasi persuasif atau promosi tentang kebijakan, program, dan pelayanan kesehatan. Iklan itu bisa dalam bentuk gambar, suara, atau tulisan dengan tujuan menarik minat dan memudahkan masyarakat.
Pada dasarnya, produsen produk kesehatan dapat menyelenggarakan iklan atau publikasi pelayanan kesehatan melalui media. Penyelenggaraan iklan itu harus sesuai dengan etika  publikasi yang diatur dalam kode etik. Baik kode etik Rumah Sakit Indonesia, kode etik masing-masing tenaga kesehatan, kode etik pariwara, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Secara jelas dalam Permen tersebut, produsen produk kesehatan dalam menyelenggarakan iklan harus memenuhi lima syarat berupa pemuatan informasi dengan data dan fakta yang akurat, berbasis bukti, informatif, edukatif dan bertanggung jawab.
Tak hanya itu saja, dalam aturan tersebut juga memuat 15 larangan dalam iklan produk kesehatan. Larangan tersebut diantaranya, memuji produk secara berlebihan, termasuk pernyataan yang bersifat superlatif dan menyiratkan kata "satu-satunya" atau yang bermakna sama mengenai keunggulan, keunikan atau kecanggihan sehingga cenderung bersifat menyesatkan.