Mohon tunggu...
Fareh Hariyanto
Fareh Hariyanto Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Klasik

Sedang menempa kanuragan di Jurusan Ahwalusasyhiah IAI Ibrahimy Genteng Bumi Blambangan Banyuwangi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ironi Degradasi Tradisi di Banyuwangi

2 November 2019   08:43 Diperbarui: 2 November 2019   09:01 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tradisi Tedhak Siten Cucu Sultan HB X dari pasangan GKR Bendoro dengan KPH Yudanegara, R.Aj Nisaka Irdina Yudanegara. (Foto. Radar Jogja)

Penulis pun sempat mencari beberapa narasumber diwilayah Gambiran salah satu lokasi yang mengalami degradasi dalam tradisi itu.  Langkah penulis mempertemukan dengan Ahmad Zaini Perangkat Desa Wringinagung yang Konsen terhadap Budaya di Kecamatan Gambiran Banyuwangi.

Menurut Zaini, memang tidak dipungkiri jika tradisi Tedak Siten yang dulunya sering dilakukan kini perlahan mulai ditinggalkan. Beragam alasan bisa ditemukan, selain faktor perkembangan zaman, alasan lain yang diutarakan masyarakatpun beragam.

Termasuk terputusnya sanad dari orang tua yang tidak memperkenalkan tradisi tersebut, sehingga pengantin muda yang baru memiliki momongan terkadang acuh tak acuh. Alasan lain, faktor ekonomi yang merasa bahwa tradisi semacam tersebut cukup banyak menghabiskan uang juga turut menjadi penyumbang mengapa tradisi ini jarang dilakukan.

Sementara itu, sesepuh diwilayah Gambiran, Prawirokumboko yang tinggal diwilayah Lidah Gambiran justru memiliki pandangan berbeda. Menurutnya meski tidak seramai dulu, diwilayah Gambiran masih juga ada warga yang melaksanakan tradisi tersebut.

Pun begitu, biasanya mereka yang mengadakan memang dari kalangan menengah ke atas. Itupun jika dari pihak orang tua yang menyarankan, mengingat tidak sedikit orang tua yang mengedukasi terkait tradisi yang seharusnya dijaga dan dilestarikan.

Praw menambahkan ada beragam faktor yang mengejawantahkan pudarnya tradisi itu diwilayah Gambiran Banyuwangi. Salah satunya  modernisasi yang mengakibatkan masyarakat sering apatis terhadap budaya yang seharusnya menjadi warisan leluhur terdulu.

Idealnya semaju apapun peradaban manusia, tidak seharusnya meninggalkan tradisi yang sudah ada. Namun hal itu tampaknya bagai api jauh dari panggang, sulit menyadarkan untuk tetap menjadi kehidupan warga di wilayah Gambiran bisa kembali menyatu dengan kearifan lokal utamanya tradisi Tedak Siten.

Namun sulit bukan berarti tak bisa sama sekali bukan, apapun yang terjadi saat ini. Asal ada upaya edukasi dari pemangku kepentingan yang dimulai sejak dini niscaya apapun akan terjadi.

Tedak Siten merupakan satu cermin tradisi yang mulai meredup di Masyarakat utamanya Selatan Banyuwangi. Tentunya, jika tidak dilakukan langkah persuasif bisa saja warisan leluhur itu akan punah.

Belajar dari Kemiren

Banyuwangi merupakan Kabupaten Terbesar di Pulau Jawa, bahkan luasnya melebihi Pulau Bali yang ada diseberang lautan sana. Tak heran jika ada banyak desa yang potensial untuk dikembangkan dalam hal kearifan lokalnya dikarenakan sosiokultural masyarakatnya yang cukup dekat dengan alam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun