Mohon tunggu...
M Chusni Farid
M Chusni Farid Mohon Tunggu... Human Resources - penikmat cerita yang suka bercerita

mahasiswa jurusan bahasa dan sastra arab. UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Apa Salahnya Menagih Utang?

11 April 2021   00:32 Diperbarui: 11 April 2021   00:50 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 tempo hari saya berseteru dengan salah satu mantan pelanggan saya, saya katakan mantan karena semenjak perseteruan kemarin dia tak pernah terlihat lagi. 

siang itu, saat toko mulai lenggang dan sepi pembeli. seorang laki-laki paruh baya datang. seperti kedatangannya yang sudah-sudah, mengambil barang duluan bayarnya entah kapan. tiba-tiba, saya  teringat janjinya minggu kemarin yang hendak membayar. sambil bas-bis-bus (basa-basi-busuk) saya menagih janji, mengungkit ucapannya kemarin. 

 "Katanya tanggal tujuh, lunas? sudah lewat loh mang?" tanyaku memancing. 

"Uang mah ada, tapi untuk bayar ongkos grabag. sore ini selesai lelang pasti bayar kok!". jawabnya enteng. 

saya menangkap obrolan ini mengambang, ia mengobral janji seperti yang sudah-sudah. nanti sore bilangnya, tapi seminggu lebih hilang tanpa kabar. belajar dari kasus lampau, saya terus mengulik, mencoba mencari kepastian kapan orang ini mau bayar. 

"Bareng-bareng hidup-lah mang, saya butuh modal untuk belanja barang. kalo diutangin terus sama sampeyan. bisa gulung tikar dong toko saya" seruku mencoba mengajaknya berbicara dengan rasa. 

"Iya, santai aja dong! ntar malam lunas. semuanya beres"

"Loh tadi bilangnya sore? kok geser ke malam? atau ntar besok-besok ngilang eh ketemu di nasi padang" timpalku menyeringai. rasa tak mau kalah menggebu-gebu dalam dada. saya merasa ini hal yang harus disuarakan. sudah Puluhan kali ia berlaku demikian. mengobral janji akan melunasi, tapi janjinya tak berujung. tak pernah ia tepati. 

"Kok anak ngeyel banget ya!. sudah hari ini saya langsung bayar cash!" ia membalasnya dengan nada tinggi. emosinya seketika meletup-letup keluar. air mukanya keruh. dahinya mengerut dengan sorot mata  tajam ke arahku. sambil mengambil dua bungkus rokok. ia pergi melenggang. meninggalkan toko mungkin dengan perasaan jengkel nan kesal. 

 sebelum langkah kakinya benar-benar pergi, saya menimpali karena ikut terbawa kesal. 

"Sudah tak usah hutang disini lagi, silahkan cari toko sebelah yang bersedia dihutangkan. bayarnya lama, giliran ditagih malah marah-marah"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun