Mohon tunggu...
Fardhie Hantary
Fardhie Hantary Mohon Tunggu... Wiraswasta - Neo Sufism

Akal tanpa ilmu bisa liar, Ilmuan yang tak Furqon menjadi Jahat, Balutlah dirimu dengan Takwa, Landasi hidup hanya dengan Hidayah dari Robbmu. © Fardhie.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Memberhalakan Diri

26 Agustus 2014   15:03 Diperbarui: 19 Oktober 2015   06:44 731
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Seiring berkembangnya zaman, seiring maju dan mundurnya manusia dalam pencapaian baik dalam segi fisik maupun mental, semakin terpaculah diri setiap insan untuk berlomba-lomba meraih dan mendapatkan pencapaian yang terbaik. Dimana pencapaian tersebut bisa berangkat dari dua pilihan atau dua jalan atau dua cara: Baik dan Buruk, Layak dan Meyimpang, Benar dan Salah, Indah dan Jelek. Semua ini pasti sudah menjadi konsekwensi dan standard kehidupan yang konon katanya layak, terutama abad moderenisasi yang sudah nyaris tak bisa dibedakan kedual hal diatas.

Dalam sebuah analogi: Bahkan seorang pencopet sekalipun berusaha sebaik-baiknya untuk mencopet, seorang maling berusaha sebenar-benarnya menyusun rencara yang hendak mereka lakukan. Begitu pula manusia yang diatas mimbar, dibawah mimbar, diatas panggung dan dibawahnya, Penguasa dan yang dikuasai, si-baik (konon) dan si-jahat(konon), si-guru dan murid. Kesemua takkan pernah mengatakan niat mereka atau maksud mereka salah, menyimpang dan tak layak.

Semua mengaku menjadi yang paling benar dan paling bersih, baik dari kalangan bawah(marjinal) dan menengah atas(borjuis). Tak perduli dari suku apa, tak perduli bagaimanapun agama dan keyakinannya, baik disebelah Barat sana, begitu pula disebelah timurnya, dibagian utara, semuanya mengatakan seperti standard kelayakan tersebut diatas, beramai-ramai manusia mengakui dirinya sendiri, serentak seluruh orang dibumi yang fana ini mengatakan: “aku baik”, “aku bersih” dan “aku jujur”, maka inilah aku. Pasti semuanya berkata demikian, pasti semua merasa demikain, ups….demikian.

Ada yang versi mengakui keakuannya dengan cara yang hasanah(baik), dengan sedikit retorika kata dan sikap, ada pula yang blak-blakkan atau lepas begitu saja(fujur). Apapun caranya yang jelas tak satupun manusia siap mengakui dirinya: Menyimpang, Salah dan Jelek. Ada pula yang mengatakan “mengakui kejelekan itu baik”, sebaliknya ada pula yang mengatakan “tidak seperti itu”(nah berkelahi lu!).

Sebahagian lagi orang mengatakan: “Ente cuma bisa ngomong”, Dilain pihak: “Kalau ngomong saja sudah tak bisa”. Lantas dimana bedanya?, atau setidaknya yang membedakan, mereka itu benar atau salah, bila yang diatas(si-kaya,tomas,dsb) juga terkadang ikut seperti yang dibawah, bila yang miskin ikutan pula menjadi sikaya?, bila si-baik ikutan jadi si-jahat, si pencuri ikutan jadi tomas(tokoh masyarakat)?, si-tomas terkadang juga masih suka mencuri?. Tentu sama saja, tentu tak ada beda, tentu sama-sama parah dan menyalah, menyimpang dari maksud dan tujuan Sang Kholiq, membelot dari ketetapan yang sudah ditentukan, mendustai yang sebenarnya pernah diterima dan diakui, mengenyampingkan yang sebenarnya selalu hadir.

Kesemua profesi tersebut bukan maksud dari Sang Pencipta, bukan tujuan dari Sang Kholiq. Dan masih banyak lagi versi-versi orang yang berusaha membela diri ketika disalahkan, ketika diakui dan mengakui, inilah salah satu bentuk pemberhalaan diri(Hawa nafsu). Sebab dari aku yang satu menuju aku yang lain, dari kebaikan menurut si-anu dan si-ana, inilah yang dikatakan egoism, keakuan yang berlebihan sampai-sampai memberhalakan dirinya tanpa sadar maupun disadari.

Sementara dilain pihak hakikatnya, ada yang memiliki aku-nya si-pengaku tersebut yaitu Sang Pemilik Aku. Bisakah pengaku-pengaku ini diakui pengakuannya tanpa idzin dari si-Pemilik Aku?, Analogikan saja: Manager sebuah perusahan mengakui atau mengklaim dirinyalah yang memilki perusahaan tersebut?. Bagian dari perusahaan mungkin, tapi ketika dikatakan pemilik, entar duluh deh!, emang buyut ente yang membangun perusahaan ini?,(kata sipemilik perusahaan). Maka tentu pengakuan tersebut tidaklah sah, tidak terakreditasi, sebab pengakuan/klaim tersebut bukan dari si-pemilik perusahaan.

Maka seperti itulah analoginya ketika seorang manusia yang predikatnya makhluk mengakui ke-akuan dirinya tanpa ada idzin, atau setidaknya konfirmasi dari si-Pemilik yang Empunya. Maka bila tak lulus pengakuan dari si-Pemilik Aku, itulah yang dikatakan manusia diseluruh bumi ini Baik, Benar dan Salah, Jujur dan Bohong. Tentu bukan ini standardnya. Sebab semua itu harus melalui idzin/permit dan konfirmasi dari si-Pemilik Aku, Sang Pemilik Aku sudah menetapkan ketetapan-Nya seperti:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ.

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk/agar mereka mengabdi pada-Ku(Q.S 51:56). Kesimpulan ayat ini: Tuhan/Pemilik Aku/Yang Empunya menciptakan manusia dan jin, untuk mengabdi/beribadah kepada-Nya. Kalau tidak mengabdi/beribadah kepada-Nya berarti tidak Dia ciptakan.

Melanjutkan penjelasan diatas tentang profesi: Mungkin bagi sebahagian yang merasa sok suci pasti terheran, dengan tulisan saya ini, loh kok tomas merugikan?, Kalau pencuri sih benar!, tapi mengapa dengan tomas?. Lagian juga bukan itu maksud tujuan manusia dihadirkan kebumi, kedua hal tersebut sama-sama profesi, seperti yang saya jelaskan diatas, yang masing-masing profesi tersebut pasti memiliki alasannya masing-masing pula, yang hampir sama. Kalaupun yang membedakan satu ngartis atau public figure, pencuri juga bisa ngartis, bahkan bisa menjadi public figure.

Coba kita buat lagi analogi bahwa: Ada seorang manusia yang pernah dan mungkin sampai saat ini dia masih mencuri,mencopet atau mungkin dia dari kalangan marjinal, tiba-tiba dia tobat dan merubah dirinya. Dan jadikan pula analogi sebaliknya, dari dulu hingga kini dia seorang tokoh, ustadz atau penguasa, lama-kelamaan tergoda permainan dunia. Coba balikan posisinya seperti Qolbu manusia(Qolaba) yang sifatnya bisa berbolak balik. Mana lebih baik?(walal akhiratu khoirul laka minal uwla). Saya yakin pasti diantara pembaca ada yang mencelat/melompat atau melotot merasa tidak harus seperti kedua contoh tersebut, kalaupun tomas kan tidak harus seperti itu?, emang semua orang sama?, alasan yang pasti keluar. Coba terimalah walaupun itu tak sesuai kemauan kita, sebab yang sesuai kemauan kita belum tentu baik.

كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ .

Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (Q.S 2:216).

Semua orang ingin diri dan keluarganya sejahtera dan damai, sukses dan perusahan melimpah dimana-mana, saking melimpahnya sampai merusak alam semesta. Saya yakin pula pasti para pembaca membela dirinya untuk tidak mengatakan merusak alam. Inilah yang pasti di-ingini manusia-manusia yang mencintai dunia ini dengan teramat sangat, dan mencintai akhirat sedikit saja. Mengutamakan diri dan keluarga menjadi segala-galanya, mengutamakan Allah dan Rosulnya hanya dalam ingatan saja(sisa-sisa). Pernyataan tersebut bukan berarti tidak boleh sukses!, tapi sukses yang bagaimana?, berhasil menurut siapa?. Yang merasa tulisan ini aneh, jangan sakit hati!, kalaupun sakit, sedikit saja, Yang tak tersinggung jangan senang dulu, coba cek!, masih punya hati atau sudah hilang.

Siapa bilang memahami makna yang terkandung dalam setiap perkataan, kalimat, ucapan itu mudah. Jangan bilang setiap yang kita katakan,ucapkan atau yang dikatakan orang, diucapkan orang, sudah kita mengerti sebaik-sabaiknya, apalagi terfahami sampai menghunjam kedalam hati yang paling dalam.(Q.S Al Hujuraat ayat 14).

قَالَتِ الأعْرَابُ آمَنَّا قُلْ لَمْ تُؤْمِنُوا وَلَكِنْ قُولُوا أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ الإيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ وَإِنْ تُطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ لا يَلِتْكُمْ مِنْ أَعْمَالِكُمْ شَيْئًا إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ.

Orang-orang Arab itu berkata: "Kami telah beriman." Katakanlah: "Kamu belum beriman, tapi katakanlah 'kami telah tunduk(Islam)', karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.". Apalagi ucapan/kalimat yang terkandung di dalam Al Qur’an, yang bersumber dari Allah Sang Penata langit bumi, Yang Menghidupkan(Al Muhyi) dan Yang Mematikan(Al Mumit), Sang Penentu(Al Qodir) dari segala yang menentukan, Dialah Tuhan dari segala yang dituhankan manusia, Dia Allah yang Satu, Ahad dari segala yang disifatkan manusia, dan Dia adalah Allahu Akbar, Allahu Ahad, Robbul masriq wal maghrib(Tuhan Pemilik Rububiyah di timur dan barat ).

Seperti yang pernah saya bahas dalam tulisan berjudul, “Al Qur’an Yang Dilupakan” dan “Ahsanul Hadits”. Bahwa setiap kelimat/perkataan/firman Allah yang terkandung didalam Al Qur’an jauh melebihi buku manapun, jauh melampaui surat dan hukum-hukum buatan manusia, kalimat yang terkandung didalam Al Qur’an mampu merubah mental atau akhlak seorang manusia, mampu membuat alam ini sujud, bahkan terpecah, mampu membuat para Malaikat(aparat Allah yang paling karim) mau mendengarkannya, bahkan refleksi dari siapapun yang mampu memperdengarkan kalammullah/kalimat-kalimat Allah yang terkandung dalam Al Qur’an bisa membuat orang yang memperdengarkannya tanpa harus memahami makna yang terkandung, akan terangkat derajatnya, minimal didunia ini, apalagi sampai mampu menyimak dan mempelajarinya secara mendalam dan lebih dalam dari buku-buku manapun,

Kesimpulan tulisan ini lebih kepada point: Diri Yang Diberhalakan(Hawa Nafsu), dan mengingatkan: Jangan anggap enteng/meremehkan sebuah Kalimat/Perkataan. Apalagi Kalimat tersebut berisi Wahyu(Al Qur’an).

 اللَّهَ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُور

Allah yang paling mengetahui isi hati

Author by Makhluk

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun