Mohon tunggu...
Muhamad Fardhansyah
Muhamad Fardhansyah Mohon Tunggu... Freelancer - Masih Belajar

Masih belajar Antropologi. Pola pikir induksi yang diadaptasi dari socrates, menghasilkan pandangan yang lebih holistik dari berbagai macam perspektif.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Budaya Visual, Perbedaan Iklan di Tiang Listrik hingga Papan LED

6 Oktober 2019   19:22 Diperbarui: 7 Oktober 2019   04:51 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Panggung terbuka dirancang menghadap langsung ke arah Times Square dan dapat disiarkan langsung di layar LED yang sudah terpasang. (sumber: TSX Broadway)

Premis "Jika tidak ingin diperkosa, maka jangan mengenakan rok mini !", merupakan suatu ungkapan yang timbul berdasarkan visualitas subjek yang melihatnya, dan menjadi persoalan yang sangat umum. 

Timbul rasa apa yang nyaman dilihat dan apa yang tidak nyaman dilihat, apa yang dilihat orang menganggu, maka yang dilihat itulah yang menjadi persoalan. 

Konteks pembedaan iklan berdasarkan tata letak ruang kota ini merupakan persoalan mengenai keterlihatan iklan yang juga bagian dari pertarungan antar warga kota dalam ranah pemaknaan.

Karena perbedaan antara penempatan pada tiang listrik dengan penempatan iklan pada billboard LED sangat kontras jika dilihat dari segi estetika, etika dan substansi yang terkandung. 

Tetapi, belum tentu apa yang kurang terlihat justru memiliki makna yang dalam terhadap subjek yang melihatnya. Setiap warga kota memiliki pemaknaan visualitas tersendiri dalam menilai hal tersebut.

Spanduk dan iklan merupakan suatu hubungan yang tidak dapat dipisahkan, ketika ada spanduk pasti disitulah sebuah iklan ditawarkan. 

Terlepas dari hubungan tersebut, penempatan iklan bukan hanya merupakan persoalan estetika kota. 

Para penentu kebijakan juga perlu disadarkan bahwa iklan di ruang kota mencerminkan warganya, seperti billboard dan spanduk yang memiliki nilai komersial, dan hanya orang dengan status ekonomi tertentu yang dapat mengaksesnya, mengingat biaya sewa tersebut tidaklah murah.  

Salah satu cara agar mereka dapat mempromosikan usaha dan jasanya, yaitu melalui iklan-iklan yang ditempel pada tiang listrik. Kehadiran iklan tersebut merepresentasikan kesetaraan yang paling hakiki, terlepas dari sekar-sekat  kelas yang terlanjur dikukuhkan oleh penguasa kota.

Dok.istimewa
Dok.istimewa
PEMBAHASAN

Keseharian warga kota terlah terlebih dahulu diinvasi  oleh kapitalisme melalui kesehariannya, warga kota telah dipengaruh oleh reklame, spandukm dan iklan yang mempengaruhi visual warga kotanya. 

Iklan tersebut mencerminkan perilaku konsumtif warga kota yang tertuang dalam berbagai medium, yaitu spanduk dan iklan yang ditampilkan. Mulai dari iklan "Sedot WC" pada tiang listrik, hingga iklan merek ternama pada billboard besar di lokasi strategis. 

Pada wilayah sub-urban dan urban fringe, kita dapat menemukan  billboard LED pada wilayah-wilayah tertentu saja, karena wilayah tersebut berbeda dengan urban atau kota metropolitan seperti Surabaya, Bandung, Jakarta yang sangat sering ditemukan.

Billboard LED seperti yang berada di Taman Anggrek, Jakarta Barat ada sebuah mall yang seluruh dindingnya dipenuhi oleh LED bergerak yang berisi sponsor dan iklan lainnya.

Tatanan spanduk dan iklan diwilayah pinggiran umumnya berantakan dan berakibat pada visualitas tata kota dan menganggu bagi beberapa orang, meskipun sejaitnya spanduk dan iklan tersebut ditempatkan pada ruang publik (public sphere).

Salah satu informan yang saya temui sedang melewati jalan dengan spanduk dan iklan yang saling tumpang tindih di pinggir jalan, ia mengatakan;

"spanduk dan iklan seperti ini justru membuat terlihat berantakan mas, apalagi hanya terbuat dari banner dan ditumpuk begitu saja"

Terlepas dari penempatan spanduk dan iklan yang berantakan. Praktik-praktik penempatannya justru berbeda dengan penempatan spanduk dan iklan pada tiang listrik yang lebih terorganisir. 

Kebijakan pemerintah sudah mengatur mengenai penempatan spanduk dan reklame, contohnya Peraturan Walikota Malang No. 27 Tahun 2015 tentang penataan reklame yang membahas mengenai pemasangan, penempatan, jenis, dan pihak-pihak terkait yang memasang spanduk dan iklan pada ruang publik. 

Tetapi kenyataanya aturan tersebut tidak berlaku bagi penempatan iklan pada tiang listrik, karena apa yang ditetapkan dalam aturan hanya spanduk dan iklan yang berbayar.

Pada tiang listrik pemasangan spanduk dan iklan dilakukan dengan cara ditempel atau di-sticker, meskipun tidak besar, tapi kuantitas yang ditempel sangat banyak sehingga pola penempelan dari satu tiang listrik  ke tiang listrik lainnya relatif serupa. 

Permasalahan terkait visualitas pada tiang listrik tidak bergitu menganggu banyak orang, karena visualitas disini terkait dengan ruang publik yang bebas dan siapa saja boleh mengaksesnya, seperti yang dikatakan oleh Lebevre (2001);

"Ruang publik sejatinya adalah ruang-ruang yang mampu memberi alternatif bagi warganya untuk menyiasati spasialisasi dominan yang dilakukan oleh penguasa kota."

Mulai dari iklan "Sedot WC" dalam bentuk fotokopian yang menyeruak masuk ke ruang-ruang, sampai praktik kampanye dengan sticker berwarna.

Kehadiran iklan "Sedot WC" merepresentasikan kesetaraan yang paling hakiki, terlepas dari sekat-sekat yang terlanjur dikukuhkan oleh penguasa kota. Maksud disini adalah semua warga kota tetap buang air besar, dan tidak ada pembedaan kelas dalam hal itu. 

Tidak dapat dipungkiri bahwa iklan di ruang kota menjadi sarana penguasa ( pihak kapitalis maupun negara), sehingga iklan-iklan tersebut tidak ubanhnya praktik spasialisasi dominan dari penguasa kepada rakyatnya. 

Iklan-iklan tersebut hadir secara paksa dan kita tidak dapat menolaknya, iklan-iklan yang terpampang pada ruang-ruang tertentu merepresentasikan perilaku masyarakatnya mengenai apa yang mereka konsumsi.

Berbeda dengan iklan-iklan pada tiang listrik yang biasanya memiliki kualitas cetak seadanya dengan kata-kata yang terkandung didalamnya singkat padat dan jelas.

Iklan yang terdapat pada media luar ruang seperti billboard dan videotron LED ditempatkan pada posisi strategis seperti di pinggir jalan umum hingga dalam pusat keramaian. Pemerintah memperhatikan tata letak strategis dan keindahan akan nilai estetika penempatan iklan tersebut karena akan menambah keindahan tata kota.

Praktik penempatan iklan dan spanduk berbasis billboard LED berada pada penempatan d imana semua orang dari setiap kalangan dapat mengaksesnya meskipun seharusnya praktik tersebut merupakan public sphere, yaitu ruang publik.

"Iklan-iklan di ruang kota bukanlah sesuatu yang dapat berlalu begitu saja. Mereka seolah duduk diam di hadapan kita, memaksa kita untuk melihat memandang mereka, terlepas dari suka atau tidaknya kita pada mereka"

Sejatinya, memang, itu merupakan wadah setiap aktivitas masyarakat,  sehingga keterlibatan masyarakat dalam pemasangan maupun dalam pengelolaan iklan luar ruang menjadi penting. 

Iklan tersebut termasuk kedalam jenis media luar ruang, karena media luar ruang merupakan salah satu media yang diletakkan salah satu mediayang diletakkan di luar ruangan dengan tujuan menyampaikan pesan promosi suatu produk atau jasa (Tjiptono, 2008:243). 

Selain berukuran besar, penempatannya juga berbeda dengan spanduk dan iklan pada tiang listrik. 

Oleh karena itu, telah ditetapkan peraturan penataan iklan sebagai suatu arahan pengendalian pelaksanaan berupa ketentuan tata cara pelaksanaan agar iklan tersebut tidak menganggu keindahan kota, kepentingan publik dan juga mendatangkan keuntungan bagi daerah tersebut dengan pemungutan pajak daerah. 

Penempatan iklan harus memperhatikan segi etika dan estetika yang berlaku di masyarakat. Etika Pariwara Indonesia memiliki beberapa ketentuan mengatur mengenai penggunaan media luar ruang dalam beriklan.

Persaingan antara iklan pada media luar ruang sangat bergantung pada keunikan, kreatifitas, dan warna-warna tertentu untuk menarik perhatian masyarakat. Berbeda dengan iklan dan spanduk pada tiang listrik yang hanya berdasarkan kertas fotokopian dan warna-warna yang monoton. Seperti yang dikatakan oleh Shimp (2000)

"Iklan yang kreatif yakni iklan yang berbeda dari mayoritas iklan lainnya"

KESIMPULAN

Banyaknya iklan luar ruang yang tidak tertata dengan rapi membuat keindahan kota menjadi berkurang, tetapi tidak semua orang menganggap iklan dan spanduk luar ruang itu menganggu vissualitas tata kota.

Tergantung dari masing-masing perspektif masyarakat yang melihantya seperti contoh iklan pada tiang listrik yang begitu banyak tetapi mereka tidak menganggap itu sebagai gangguan. 

Pemerintah telah memberikan ruang publik sebagai arena untuk beriklan yang seharusnya masyarakat bebas untuk mengaksesnya, tetapi pada kenyataannya masih disusupi dengan konvergensi media iklan secara paksa, dari papan reklame konvensional hingga papad LED. 

Meskipun kebijakan ini dapat dimaknai sebagai upaya kontrol terhadap pengiklanan, dengan kompensasi mahalnya biaya papan LED dan biaya operasional.

Iklan-iklan di ruang kota bukanlah sesuatu yang dapat berlalu begitu saja. Mereka seolah duduk diam di hadapan kita, memaksa kita untuk melihat memandang mereka, terlepas dari suka atau tidaknya kita pada mereka.

Mereka berdiri bagai monumen yang merebut jarak pandang kita terhadap cakrawala kota, sehingga seolah kita tidak punya pilihan untuk tidak melihatnya. Mereka seperti hinggap di gendung dan bangunan yang mungkin saja bagi kita menarik untuk dipandang karena kulalitas estetikanya. 

Mereka menginterupsi konsentrasi saat kita membaca papan instruksi atau rambu lalu lintas di ruang publik, mereka menginterupsi pandangan kita di jalan ketika kita sedang berkonsentrasi mengemudi. 

Yang lebih buruk, mereka memaksa kita untuk menerima bahwa mereka harus hadir sebagai bagian dari lanskap kota yang seharusnya indah. 

Memang kenyataannya warga kota yang hidup berdampingan dengan spanduk dan iklan sama sekali tidak memiliki hak dan mekanisme untuk menolak kehadiran iklan dalam kesehariannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun