Mohon tunggu...
farah trivania
farah trivania Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

semoga tulisan sayan bisa membrikan manfaat dan pengetahuan.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Media Blackout untuk Keamanan Korban Kasus Reynhard Sinaga

18 Juni 2021   17:02 Diperbarui: 18 Juni 2021   17:16 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Reynhard Sinaga merupakan sosok yang telah menggemparkan publik, bukan hanya di Inggris dan juga Indonesia tetapi seluruh dunia ikut terkejut.  Kasus Reynhard Sinaga ini disebut sebagai  predator seks terbesar sepanjang sejarah Inggris (most prolific rapist in british legal history).  

Proses hukum yang telah ia jalani berlangsung sejak ditangkapnya pada Juni 2017 sampai persidangan pada Desember 2019 atau kurang lebih proses hukum tersebut telah berlangsung 2,5 tahun lamanya.  

Melalui putusan pengadilan Manchester, Reynhard telah terbukti bersalah karena malakukan kejahatan seksual terhadap 48 pria selama 2015-2017, bukan hanya itu pihak berwajib mendapatkan bukti lainnya yang menyebutkan bahwa Reynhard  juga telah mencabuli kurang lebih 190 pria muda, 48 orang yang telah memberikan kesaksian di pengadilan tetapi 70 orang lainnya belum diketahui identitasnya.

Dalam aksi kejahatan seksualnya Reynhard membuat korbannya tidak sadarkan diri dengan memberikan obat bius GHB (gamma-hydroxybutyric acid) kepada para korban. Selain itu ratusan video kejahatan seksual yang direkam Reynhard  sendiri sebesar 3,28 terabytes di telepon genggam miliknya. Hal tersebut membuat pengadilan tidak ragu untuk menjatuhkan  vonis seumur hidup atas kejatahan seksual yang dilakukannya.

Kasus Reynhard Sinaga telah berlangsung sejak 2015 lalu dan pembacaan putusan resmi  oleh Pengadilan Menchester dibacakan pada 6 Januari 2020, selama periode   tersebut tidak ada satupun pemberitaan yang di beritakan oleh media terkait kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh Reynhard Sinaga padahal beberapa media ikut meliput serta mendapatkan hasil dari persidangan tersebut. 

Hal ini menuak banyak pertanyaan yang bermunculan di lingkungan masyarakat dunia mengapa kasus ini telah diperiksa dan ditangkap sejak 2017, tetapi baru di publikasikan oleh media diawal tahun 2020 ?  karena kasus ini sangat menjadi perhatian banyak public.

Pihak kepolisisan dan pengadilan Manchester ternyata menerapkan aturan media blackout yaitu larangan untuk mempublikasikan berita tersebut sebelum adanya keputusan resmi, hal ini yang membuat kasus Reynhard Sinaga tidak dipublikasikan sama sekali kurang lebih 2 tahun setelah ditangkapnya. 

Media blackout merupakan opsi yang dilakukan oleh pihak kepolisian dan pengadilan Manchester untuk kepentingan korban kejahatan seksual yang dilakukan Reynhard karena sangat jelas bahwa korban akan mengalami traumatis malu, kekhawatiran akan maskulin, menyalahkan diri sendiri atau ragu pada diri sendiri.  Dalam perisadangan kasus Reynhard Sinaga ini dilakukan secara tertutup dan sidang berlangsung dalam empat tahapan dengan haki, jaksa dan pembela yang sama tetapi tim juri yang berbeda.

Korban dari kejahatan seksual memiliki traumatik tersendiri yang kadang akan terus menyalahkan dirinya sendiri, oleh karena itu tidak sedikit korban dari kejahatan seksual yang cendrung tidak mau melaporan kejahatan yang dialaminya hal tersebut bisa dipicu oleh beberapa faktor yaitu takut akan pandangan masyarakat terhadap dirinya, kekawatiran yang berlebihan, merasa diragukan oleh orang lain. Hal ini juga terjadi pada korban kejahatan seksual yang dilakukan Reynhard, tidak sedikit korban untuk tetap bungkam dan tidak ingin melaporkan kejahatan yang dialaminya.

Untuk itu pemerintah Inggris khususnya pihak kepolisian dan pengadilan Manchester melakukan aturan media blackout selama kasus berlangsung sebelum sidang selesai karena apabila media melaporkan secara rinci dan luas atas kasus Reynhard sebelum divonis hal tersebut justru membuat para korban jadi tidak ingin melapor dan memberikan bukti padahal pihk kepolisian  membutuhkan para korban untuk melapor dan memberikan identitasnya sebagai bukti yang diyakini jumlahnya sangat besar.

Media blackout yang dilakukan oleh pemerintah inggris juga merupakan kepentingan dari penegakan hukum lainnya karena di dalam kasus ini telah terjadi empat persidangan yang terpisah, dan untuk mengindari banyaknya asumsi yang dibuat oleh media -- media jadi  diterapkanlah  media blackout. Hal tersebut menunjukkan bahwa tindakan ini ada pada kepentingan hukum, mendukung bukti dan juga secara khusus dapat ditujukan untuk melindungi kepentingan korban, karena pemberitaan yang menjadi luas akan membuat korban tidak hanya mengalami penderitan akibat kejahatan tetapi penderitaan lanjut akibat respon dari masyarakat terhadap korban kejahatan seksual.

Tidak sedikit masyarakat yang memiliki pandangan menyalahkan korban (victim blaming) tanpa mengetahui penyebab dan juga modus dari pelaku kejahatan seksual tersebut. Hal ini dapat menunjukkan bahwa persepsi masyarakat masih cenderung menyalahkan seksualitas korban. Beban kesalahan yang dialami oleh korban seringkali dianggap melanggar norma atau tidak sesuai dengan pemahaman umum bahkan agama. Fenomena ini yang kadang menjadi hambatan bagi korban untuk bisa mendapatkan keadilan atas kejahatan yang didapatannya. Untuk itu penerapan dari media blackout ini merupakan suatu cara agar korban tidak merasa tertekan akibat pemberitaan yang beredar luas di media.

Pada prinsipnya media blackout bukanlah ditujukan untuk melindungi kepentingan tersangka atau melindungi perlindungan terhadap identitas tersangka atas dasar praduga tidak bersalah. Hal ini juga tidak berkaitan dengan represi pemerintah terhadap kebebasan pers di inggris karena pada dasarnya tindakan ini merupakan mekanisme pada putusan penegak hukun dengan ukuran objektif tertentu atau kesepakatan antar media pers. Demi keberlangsungan proses hukum yng ketat dan adil, penerapan media blackout ini membantu korban untuk memberikan kesaksian, identitas yang akan menjadi bukti bagi proses pengadilan berlangsung untuk mendapatkan hukuman yang adil bagi tersangka pelaku kejahatan seksual.

Ada beberapa negara yang telah menerapkan media blackout, bagi negara yang mengunakan sistem demokrasu dan menjamin kebebasan pers serta hukum pers, media blackout memiliki mekanisme yang berbeda. Media blackout bukan hanya sebagai penunjang agenda politik semata, tetapi digunakan untuk bisa melindungi para korban kejahatan dan kemanan. Hal ini bisa membuat korban untuk merasa lebih aman dan mendapatkan keadilan atas kejahatan yang telah didapatkannya,

Di Indonesia sendiri penerapan media blackout belum juga  diatur secara tegas, relevansi mungkin dapat didapatkan pada pengaturan sidang tertutup untuk beberapa kasus contohnya yaitu kasus kesusilaan anak (KUHAP dan UU peradilan anak), kasus yang menyangkut kerahasiaan negara (UU Militer). Penerapan dalam sidang tertutupun belum juga sepenuhnya dipahami dengan benar hal ini bisa dilihat saat sidang tertutup sebatas pada ruangan pengadilan yang tidak boleh di ikuti oleh masyarakat tetapi materi persidangan, bahkan informasi korban  tersebut masih menjdi ulasan media atau konsumsi publik yang disebarluaskan.  Hal ini tentu sangat merugikan korban kejahatan yang dapat mengakibatkan trauma secara terus menerus.

Objektifitas dalam membuat aturan -- aturan terkait kasus kejahatan perlu dilakukan untuk mempertimbangkan korban dari kejahatan tersebut karena pada dasarnya hanya larangan publikasi sementara bukan pemblokiran terhadap media, tetapi arahan bawa adanya penundaan dan penyensoran berita hingga jangka waktu tertentu tetapi tetap media dapat meliput dan mencatat perjalanan kasus tersebut sebagai bentuk akuntanbilitas penegakan hukum tetapi publikasi dilakukan dalam tempo waktu yang telah ditetapkan atau sampai adanya keputusan akhir persidangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun