Mohon tunggu...
Farah Nailal Azzah
Farah Nailal Azzah Mohon Tunggu... Jurnalis - Seorang pelajar/mahasiswa dan belajar di program studi Ekonomi Islam, Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro.

baca, bicara, buat kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Lumpur Lapindo yang Tertinggal dari Debat Perdana

18 Januari 2019   23:26 Diperbarui: 19 Januari 2019   00:25 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: VOA Indonesia

Sebelumnya mari kita buka lagi memori yang baru saja terlewat kurang dari 24 jam lalu. Sebelum perkara ini terdengar basi, dan memang basi kedengarannya karena masih hangat diperbincangkan warga net dan warga Indonesia pada khususnya, soal debat capres dan cawapres perdana di hotel bidakara.

Sejenak penulis memantau komentar khalayak, banyak sekali asumsi-asumsi yang berkeliaran di dunia maya. Baik asumsi dari nalar kritis seorang jurnalis ternama sekelas Najwa Shihab hingga politikus kontroversial Fahri Hamzah. Yang dapat ditarik benang merahnya, keduanya memiliki kesamaan sudut pandang. Fahri dan Najwa sama-sama menganggap debat kali ini kurang "pedas". 

Nampaknya perlu dinaikkan lagi level pedasnya agar lebih pedas dari geprek bensu (penulis sambil menikmati geprek bensu). Fahri beranggapan bahwa debat capres dan cawapres kali ini dihantui bayang-bayang "kepekan" yang sekiranya sudah ditulis sendiri oleh masing-masing timses dan paslon tinggal mengungkapkan balasan sekadar jargon. 

Sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui, layaknya Najwa Shihab ia juga menyatakan debat kali ini yang hambar. Tidak adanya arah yang jelas dari debat perdana kali ini. Kurangnya spesifiknya pertanyaan dan pernyataan yang ditujukkan nampaknya sudah dapat diprediksi melalui kisi-kisi yang bocor.

Baik, itulah sekilas review dan reaction dari para sosok istimewa di negeri ini. Penulis pribadi juga merasa semalam bukanlah debat melainkan hanya sekadar ajang silaturahmi. Yang terasa hanya sekadar janji-janji manis jargonisasi yang menurut hati kecil ini tak sewajarnya diutarakan oleh seorang calon pemimpin negara. Harusnya yang terlontar adalah sesuatu yang unpredictable sehingga nampak membuat takjub pemirsa. 

Sehingga akan nampak mana paslon yang benar-benar memiliki kapabilitas, bersikap kritis, tajam, dan mana yang concern dengan beragam masalah yang dihadapi negara ini. Serta tak lupa mampu memunculkan solusi-solusi yang aplicable dan measurable terhadap setiap permasalahan yang ada. Hingga yang ingin disoroti adalah warga yang berbondong-bondong di tribun yang sekilas mirip suporter olah raga. 

Nampaknya kok ingin terlihat rupawan atau tidak sambil mengacungkan nomor kesukaanya. Overall, debat perdana ini nampak benar-benar kurang garam, kurang gula, kurang pedas, dan kurang bumbu-bumbu lainnya.

Namun, yang menjadi tujuan penulis kali ini bukanlah soal substansi debat semalam. Masih ingatkah kalian dengan "Lumpur Lapindo" ?. Nah, bukan barang basi kan soal ini?. Penulis sendiri masih bingung apakah si Lumpur ini masih termasuk konteks hukum, HAM, dan terorisme atau bukan. Tapi, nampaknya masih berkaitan dan ingin sejenak kembali mengulik di momen yang tepat seperti sekarang ini.

Dilansir dari laman berita Kompas dan VOA Indonesia, lumpur lapindo bermula pada 29 Mei 2006. Hampir 13 tahun lalu, semburan lumpur ini muncul dan selalui diperingati oleh warga desa setempat. Diperingati tak hanya mengenang tanah yang sempat hidup, namun juga mengenang bagaimana matinya kritik terhadap pemerintah akan  pertanggung jawabannya mengenai persoalan ini. 

Lumpur lapindo yang sekarang ini kabarnya dijadikan tempat wisata menuai banyak kontroversi. Pemerintah beranggapan bahwa jika dijadikan tempat wisata, dinilai akan membahayakan pengunjung. 

Pasalnya menurut hasil penelitian dari aktivis lingkungan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur menunjukkan hasil yang mencengangkan. Gas yang dihasilkan dari semburan Lumpur Lapindo mengandung logam berat dan PAH (Polycyclic Aromatic Hydrocarbon) hingga 2.000 kali di atas ambang batas normal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun