Mohon tunggu...
Fantasi
Fantasi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Usaha Mikro

" When we are born we cry that we are come to this great stage of fools. " - William Shakespeare -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pantaskah Membatasi Kesempatan WNI Mendapatkan Paspor RI? Apa Dasar Hukumnya?

18 Maret 2017   12:36 Diperbarui: 19 Maret 2017   02:00 2516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam Undang-undang Nomor 6 tahun 2011 disebutkan bahwa Paspor RI adalah dokumen yang diberikan oleh Pemerintah Republik Indonesia bagi warga negara Indonesia untuk melakukan perjalanan antarnegara yang berlaku selama jangka waktu tertentu. Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian menegaskan bahwa paspor berfungsi sebagai identitas diri pada saat pemegang paspor berada di luar negeri. Di dalam praktik, paspor juga berfungsi sebagai tanda pengenal yang diperlukan ketika memesan tiket pesawat terbang ke luar negeri, mendaftarkan ujian di luar negeri, memesan akomodasi dan transportasi di luar negeri, membuat janji bertemu dengan dokter di luar negeri dan lain-lain sebelum pemegang paspor berada di luar negeri.

Baik undang-undang maupun peraturan pemerintah mengenai pemberian paspor tidak memberikan batasan alasan bagi seorang warga negara untuk memiliki paspor.  Permohonan paspor ditujukan kepada Menteri atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk dengan dilengkapi persyaratan dokumen sebagai berikut (Pasal 49 PP No 31/2013) :

  1. Kartu tanda penduduk yang masih berlaku;
  2. Kartu keluarga;
  3. Akta kelahiran, akta perkawinan atau buku nikah, ijazah, atau surat baptis;
  4. Surat pewarganegaraan Indonesia bagi Orang Asing yang memperoleh kewarganegaraan Indonesia melalui pewarganegaraan atau penyampaian pernyataan untuk memilih kewarganegaraan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  5. Surat penetapan ganti nama dari pejabat yang berwenang bagi yang telah mengganti nama; dan
  6. Paspor lama bagi yang telah memiliki Paspor

Selanjutnya, dalam Pasal 52 peraturan tersebut disebutkan bahwa penerbitan paspor biasa (untuk warga biasa, bukan untuk keperluan dinas atau diplomatik) dilakukan melalui tahapan:

a. pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan persyaratan;
b. pembayaran biaya paspor;
c. pengambilan foto dan sidik jari; dan
d. wawancara.

Pejabat Imigrasi melakukan pemeriksaan permohonan dan dokumen kelengkapan persyaratan. Dalam hal terdapat kesamaan biodata pemohon dengan biodata daftar pencegahan yang termuat dalam Sistem Manajemen Informasi Keimigrasian, Pejabat Imigrasi yang ditunjuk wajib menolak permohonan (Pasal 13 Permenkumham No 8 tahun 2014 tentang Paspor Biasa dan Surat Perjalanan Laksana Paspor).

Jika persyaratan telah lengkap dan nama pemohon tidak tercantum dalam daftar pencegahan, Pejabat Imigrasi yang ditunjuk melakukan pengambilan foto dan sidik jari. Selanjutnya, Pejabat Imigrasi melakukan wawancara dengan mencocokan antara keterangan yang disampaikan oleh Pemohon dan dokumen persyaratan asli Pemohon. Setelah itu  dilakukan verifikasi dan adjudikasi untuk mencocokan data biometrik Pemohon dan basis data yang tersimpan dalam Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian. Jika pada tahapan verifikasi dan adjudikasi tidak ditemukan duplikasi data pemohon, proses penerbitan paspor dilanjutkan pada tahapan pencetakan (Pasal 19 Permenkumham No 8 tahun 2014).

Pada tanggal 24 Februari 2017 terbit Surat Edaran Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI-0277,GR.02.06 tahun 2017 tentang Pencegahan Tenaga Kerja Indonesia Nonprosedural terkait dengan semakin maraknya tindak pidana perdagangan orang antar negara. Surat edaran tersebut bermaksud untuk mencegah terjadinya TKI Nonprosedural pada saat proses penerbitan paspor dan/atau pemeriksaan keimigrasian di Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI). Dirjen Keimigrasian meminta Kepala Wilayah Kemenkumham untuk memerintahkan Kepala Divisi Keimigrasian dan Kepala Kantor Keimigrasian untuk, antara lain :

  • Melakukan pembinaan, pengendalian dan pengawasan teknis keimigrasian dalam proses penerbitan paspor dan/atau pemeriksaan keimigrasian di TPI yang dilakukan oleh Kantor Imigrasi yang berada di wilayah kerja masing-masing
  • Melakukan pemeriksaan secara cermat dan selektif terhadap persyaratan formil dan kebenaran materil yang dilampirkan dalam permohonan paspor dan proses pemeriksaan keimigrasian di TPI dengan mengedepankan sense of security.
  • Meningkatkan kewaspadaan terhadap setiap WNI yang diduga akan bekerja di luar negeri (TKI nonprosedural) dengan alasan ibadah haji/umrah, magang, program bursa kerja khusus, beasiswa, penempatan buruh migran dan duta budaya

Dalam Surat Edaran sebanyak 3 halaman yang ditampilkan di situs direktorat jenderal imigrasi tidak ditemukan aturan pelaksanaan lebih lanjut dari surat edaran tersebut.

Namun, di berbagai media sudah muncul pernyataan dan berita tentang persyaratan tambahan bagi pemohon paspor yang diterapkan oleh kantor-kantor imigrasi :

  • Untuk keperluan menjadi TKI di luar negeri, harus menyertakan keterangan dari Kementerian Tenaga Kerja dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI).
  • Untuk keperluan menunaikan ibadah haji khusus/umroh, meminta rekomendasi dari Kementerian Agama kabupaten/kota dan surat keterangan dari Penyelenggara Perjalanan Ibadah Haji khusus Umroh (PPIH/PPIU).
  • Untuk keperluan magang dan program bursa kerja khusus, meminta surat rekomendasi dari Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kementerian Tenaga Kerja.
  • Untuk kunjungan keluarga, meminta surat jaminan dan fotokopi paspor dari keluarga yang akan dikunjungi.
  • Untuk keperluan wisata, melampirkan buku tabungan atas nama pemohon dengan nominal sekurang-kurangnya Rp 25 juta. 

Dalam wawancara dengan Kompas, Kepala Bagian Humas dan Umum Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Agung Sampurna mengatakan bahwa persyaratan tambahan buku tabungan ini hanya diterapkan bagi orang-orang yang diduga kuat tenaga kerja ilegal. Bukti rekening koran hanya akan diminta kepada orang-orang yang dicurgai. Sampurno mengatakan bahwa petugas wawancara di kantor imigrasi memiliki kemampuan analisa data dan bahasa tubuh untuk membedakan calon TKI ilegal dengan yang bukan.

Jika petugas imigrasi sudah memiliki kemampuan analisa data dan bahasa tubuh, apa gunanya meminta bukti rekening tabungan 25 juta rupiah itu ?  Apakah seorang yang "bahasa tubuhnya" mengatakan akan berangkat keluar negeri untuk bekerja secara ilegal, tapi dapat menunjukkan tabungan 25 juta rupiah, boleh tetap mendapatkan paspor ?  

Dari mana batasan angka Rp. 25 juta itu, sehingga seorang calon wisatawan backpackerke luar negeri tanpa sepercik niat untuk mencari kerja di sana tapi memang tak punya tabungan senilai Rp. 25 juta bisa terhalang mendapatkan paspor ? Dengan membayar Rp. 4 juta-an rupiah, seorang wisatawan dari Medan sudah bisa berjalan-jalan dengan biro perjalanan (termasuk tiket pewsat PP, penginapan, makan)  di Bangkok 4 hari 3 malam. Dengan hanya mengantongi kurang dari dua juta rupiah seorang warga Pontianak bisa naik bus ke Kuching dan menikmati wisata di negara bagian Serawak di Malaysia. Dengan jumlah rupiah yang lebih kecil lagi warga Batam bisa menyeberang ke Singapura pagi hari dan pulang sore menjelang malam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun