Mohon tunggu...
Fantasi
Fantasi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Usaha Mikro

" When we are born we cry that we are come to this great stage of fools. " - William Shakespeare -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Berpikir di dalam Kegelapan (Godaan untuk Mengutuki PLN)

6 Maret 2014   06:06 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:11 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bulan lalu muncul pernyataan petinggi PLN di wilayah kami, "Pemadam bergilir  diharapkan tidak akan terjadi lagi  bulan Maret. Pemeliharaan pembangkit di blah blah blah sudah rampung, dan blah blah blah, maka blah blah blah. "

Dan inilah bulan Maret itu.

Jika bulan lalu di daerah kami listrik padam setiap hari, kadang-kadang 2 kali, maka mulai bulan ini pasti padam 2 kali sehari.  Dan malam ini sudah hampir 5 jam belum juga menyala.

Panas udara semakin tak tertahankan. Peluh bercucuran. Nyamuk menggeranyang, membuat bentol sekujur tubuh. Sesak akibat asap kebakaran hutan Riau ditambah dengan terpaan asap generator dari rumah tetangga mulai mengambil korban. Gangguan batuk dan radang saluran pernafasan menjadi konsekuensinya. Jadwal anak-anak untuk belajar dan mengerjakan tugas rumah lagi-lagi berantakan.

Ketika orang dalam kegelapan, maka nafsu kegelapan menggoda.  Bagi saya nafsu itu adalah nafsu mengutuk.

Nafsu kegelapan menggoda saya untuk mengutuki para pejabat PLN yang tak juga sanggup mengatasi krisis defisit listrik ini. Semoga mereka yang bertanggung-jawab atas krisis ini mendapatkan cobaan yang dialami jutaan pelanggan yang menderita lahir batin akibat pemadaman listrik reguler. Jika ada pelanggan yang rusak alat-alat listriknya akibat listrik byar pet, semoga rusaklah juga milik pejabat PLN; jika ada yang anaknya gagal ujian karena tak punya cahaya, semoga anak-anak pejabat PLN juga gagal di sekolah dan karirnya; jika ada yang terbakar rumahnya karena lilin atau teplok terjatuh, semoga terbakar jugalah rumah para penanggung-jawab listrik; jika ada yang mati dan celaka karena kebakaran yang terkait dengan padamnya listrik, semoga para pejabat PLN pun mendapat gilirannya pula.

Benar-benar mengherankan kemampuan pengelolaan PLN.

Jika para pejabatnya memang pintar, mengapa tak bisa menemukan solusi bagi masalah ini ? Jika tidak pintar mengapa harus digaji tinggi dan mengapa sejak awal bisa diterima jadi pegawai BUMN ?

Jika para pejabatnya memang mampu memimpin, mengapa tak bisa membuat keputusan lau menetapkan dan mengimplementasikan tindakan yang tepat ? Jika tidak mampu, mengapa bisa naik karirnya dan didudukkan pada posisi pemimpin ?

Herannya lagi, beberapa mantan pejabat PLN tanpa malu malah mencalonkan diri menjadi anggota legislatif. Sementara itu, bos besar mau maju menjadi calon presiden.

Sudahlah. Kami pelanggan listrik sudah muak. Banyak dari kami berencan untuk golput dalam pemilu, kecuali ada caleg yang berjanji akan menggantung orang-orang yang bertanggung-jawab akan krisis listrik ini : kami pasti akan memilihnya menjadi wakil kami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun