Mohon tunggu...
Fantasi
Fantasi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Usaha Mikro

" When we are born we cry that we are come to this great stage of fools. " - William Shakespeare -

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Quo Vadis, Partai Demokrat?

10 Agustus 2018   06:51 Diperbarui: 10 Agustus 2018   10:55 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

PDIP, Golkar, PPP, PKB, Hanura dan Nasdem yang punya wakil di DPR, plus tiga partai lain (PKPI, PSI dan Perindo) mendeklarasikan secara resmi akan mendukung Jokowi dan KH Ma'ruf Amin dalam pemilihan presiden dan wakil presiden tahun 2019. Sementara itu, tiga parpol lain yang juga memiliki wakil di DPR - Gerindra, PKS dan PAN - memutuskan mengusung Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno dalam kontes yang sama. Dengan kesepakatan dan keputusan ini menjadi semakin jelaslah peta pertarungan dalam pemilihan umum tahun depan.

Ada 10 parpol memiliki kursi di DPR hasil Pemilu tahun 2014 yang memiliki hak untuk mengajukan calon presiden, tetap baru 9 yang hingga H-1 menyatakan rencana keikutsertaannya dalam Pilpres 2019.

Mengajukan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden sebenarnya bukan sekedar hak bagi partai politik yang memenuhi persyaratan menurut Pasal 222 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017. Undang-undang tersebut juga mengindikasikan bahwa pengajuan capres/cawapres adalah kewajiban bagi yang partai yang memiliki hak. 

Pasal 235 ayat 5 UU Pemilu menyebutkan bahwa dalam hal partai politik atau gabungan partai politik yang memenuhi syarat mengajukan pasangan calon tidak mengajukan bakal pasangan calon, partai politik bersangkutan dikenai sanksi tidak mengikuti pemilu berikutnya.

Tidak cukupnya suara atau kursi partai untuk mengajukan sendiri calonnya membuat semua partai harus mencari teman berkoalisi. Ini bukan hal mudah, karena kepentingan setiap partai harus diakomodasikan dan kompromi-kompromi harus dilakukan demi tercapainya kesepakatan di antara anggota koalisi.

Upaya untuk membangun koalisi sudah dilakukan jauh hari sebelum tanggal penutupan pendaftaran calon peserta Pilpres hari ini. Namun - seperti biasanya dalam dunia politik - tarik-menarik, ulur-mengulur, intip-mengintip, tawar-menawar di antara koalisi potensial akhirnya memaksa partai-partai untuk membuat keputusan di detik-detik terakhir.

Dinamika pembentukan koalisi bahkan seringkali memuncak mendekati tenggat waktu pendaftaran. Sandiwara panjang yang sebelumnya digunakan untuk menaikkan posisi tawar harus diakhiri. Pilihan bergabung dengan siapa dan mencalonkan siapa harus dibuat. Yang masih ragu-ragu atau terus ngeyel tak mau kompromi terpaksa ditinggalkan.

Itulah yang terjadi pada Partai Demokrat.

Setelah wara-wiri ke dua poros utama dalam proses pencapresan (kubu Jokowi dan kubu Prabowo), Partai Demokrat tidak juga bisa memutuskan melabuhkan hatinya ke kelompok mana. Mau membentuk poros ketiga juga sudah tak bisa, karena tak ada lagi partai yang tersisa untuk diajak bergabung.

Ancaman pasal 235 Undang-undang Pemilu 2017 tentu sangat serius bagi kelanjutan partai besutan mantan presiden periode 2004-2014 tersebut. Mereka tentu tak ingin menjadi partai yang tak diizinkan menjadi peserta pada Pemilu 2024.

Dua kubu sudah menandatangani kesepakatan dalam pilpres, tetapi secara formal pengajuan calon presiden/wapres ke KPU baru akan dilakukan hari ini. Partai Demokrat masih bisa "mengemis" kepada salah satu kubu untuk diikutkan jadi pendukung di koalisi yang telah disahkan secara formal di antara pembentuknya kemarin sore dan malam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun