Mohon tunggu...
Fanni Carmila
Fanni Carmila Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu rumahtanga. Mantan wartawan. Wiraswasta. Hobi mengarang

Asyik kalau bisa berkomunikasi dengan orang yang punya hobi sama.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lorong kehidupan

27 September 2021   07:30 Diperbarui: 27 September 2021   07:35 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Menjelang tengah malam kudengar langkah kakinya yang berdegup memasuki kamar pengantin. Tarikan napasnya sesak dan pendek-pendek. Cadarku di singkapnya. 

Namun aku dibiarkan tetap dalam posisi berlutut untuk beberapa saat. Dengan leluasa ia mengamati keseluruhan diriku tanpa mengucapkan sepatah kata pun untuk memecahkan kecanggungan suasana.

Akhirnya ia menghampiriku. Memberi isyarat agar aku bangun.

Selanjutnya dengan isyarat pula ia menyuruhku melepaskan semua yang melekat di tubuh, termasuk hiasan kepalaku.

Di bawah sorot matanya yang liar kulepaskan mahkota dan tusuk konde yang beratnya entah berapa kati di kepala. Kini rambutku yang panjang dan legam tergerai menguarkan aroma bunga yang samar. Aku mengalami kesulitan membuka kancing Cheongsamku yang mencekik leher. Tsang Sau Ye ( tuan Tsang ) menjadi tidak sabar. Dengan kasar ia menyobek gaun yang kukenakan, sehingga kancingnya berhamburan. Matanya memerah. Ia tengah dirasuki birahi.

Kini ia mempelototi tubuhku yang telanjang. Siap menerkam dan melumatku.

Aku menahan napas. Sadar momentum ini bakal menentukan seluruh masa depanku.

Dengan sorot mata serta senyum menggoda kubaringkan diri di peraduan yang dipenuhi warna merah. Kelambu, sprei, bantal. Pernak-pernik di kepala ranjang diukir  hiasan berbentuk bayi lelaki telanjang serta simbol Dewa Kesuburan.

Aku siap memasrahkan ragaku kepadanya. Menjadi alat penyalur kebutuhan dasar lelaki yang kondisinya bagai gunung berapi yang siap meledakkan magma yang puluhan tahun mengendap.

Dipenuhi nafsunya yang menggelegak lelaki itu mencengkeram dadaku. Kuhimpun segenap keberanianku menghadapinya. Membiarkan ia melumat bibir, leher dan keseluruhan diriku. Akhirnya gunung itu pun runtuh menindihku. Memuncratkan lava yang pekat dan panas.

Setelah semuanya selesai ia bangkit. Merenggangkan selangkanganku dengan kasar. Memelototiku,
"Ada yang mendahuluiku!" Teriaknya murka sambil mengguncang bahuku beberapa kali. "Siapa?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun