Mohon tunggu...
Fani Hestiana S
Fani Hestiana S Mohon Tunggu... Freelancer - long life learner.

Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Legalitas Praktik Mandiri Perawat Profesional

25 Mei 2019   14:18 Diperbarui: 25 Mei 2019   15:25 1417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Keperawatan sebagai suatu profesi yang telah memiliki legalitas hukum, kode etik, dan organisasi profesi tentu memiliki landasan untuk bertindak dalam melakukan sesuatu. Fungsi adanya organisasi profesi salah satunya yaitu mengeluarkan dan memberikan izin praktik kepada perawat sebagai upaya mendukung kualitas pelayanan perawatan di bidang kesehatan.

Seperti yang dikatakan oleh Virginia Henderson (1978) bahwa perawatan adalah upaya membantu individu baik yang sehat maupun sakit untuk menggunakan kekuatan, keinginan, dan pengetahuan yang dimilikinya agar seorang individu mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari, sembuh dari penyakit atau meninggal dunia dengan keadaan tenang. Oleh sebab itu, pemberian izin praktik kepada perawat merupakan bagian dari pengimplementasian upaya kesejahteraan kesehatan dalam masyarakat melalui praktik yang mampu mengupayakan tindakan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

Legalitas mengenai praktik mandiri bagi perawat telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan Bab IV Pasal 19 tentang izin praktik. Pada Pasal 1 Ketentuan Umum, dijelaskan bahwa praktik keperawatan adalah pelayanan yang diselenggarakan oleh Perawat dalam bentuk Asuhan Keperawatan. Tindakan yang dilakukan dalam praktik keperawatan merupakan tindakan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan batasannya pada praktik individu maupun kelompok.

Adanya legalitas atau hukum dapat membantu perawat dalam menentukan batas kewenangan tindakan dan membantu perawat dalam mempertahankan standar praktik keperawatan dengan memposisikan perawat memiliki akuntabilitas di bawah payung hukum (Kozier, et. al., 2016). Adanya hukum akan mengatur perilaku hubungan antar sesama manusia, baik secara interpersonal antara individu dengan individu, manusia dengan kelompok, maupun kelompok dengan kelompok. Legalitas praktik mandiri bagi perawat telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan.

Selain itu, pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan dijelaskan mengenai peraturan-peraturan hukum yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan seluruh anggota masyarakat, dan juga akan melibatkan beberapa instansi terkait pemberi pelayanan kesehatan (medical providers) seperti perawat dan dokter dan penerima kesehatan seperti masyarakat.

Masalah yang terjadi di banyak kalangan perawat yaitu kurangnya keberanian untuk membuka praktik mandiri karena pemahaman mengenai prosedur dan aspek legal yang berlaku masih terbatas. Padahal, UU No. 38 Tahun 2014 telah dengan jelas menyebutkan bahwa hal ini diperbolehkan untuk dilakukan oleh perawat.

Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi agar seorang perawat dapat membuka praktik keperawatan yaitu seorang perawat harus memiliki izin berupa SIPP (Surat Izin Praktik Perawat) yang diberikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota atas rekomendasi pejabat kesehatan yang berwenang di wilayah kabupaten/kota tempat perawat menjalankan praktiknya.

Selain itu, seorang perawat juga perlu memasang papan nama Praktik Keperawatan sebagai identitas dan pemenuhan syarat yang ditetapkan oleh Undang-Undang No.38 Tahun 2014 Pasal 21. Ketua Dewan Pegurus Daerah (DPD) Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jakarta Timur, mengatakan bahwa perawat yang memiliki legalitas praktik mandiri keperawatan jumlahnya masih sangat sedikit karena sebagian besar masih dikordinir oleh suatu institusi kesehatan seperti rumah sakit dalam bentuk homecare.

Praktik Mandiri Keperawatan seringkali dianggap membuka praktik yang kurang lebih sama dengan dokter. Padahal, standar asuhan dan diagnosis yang digunakan berbeda. Diagnosis keperawatan yang digunakan merupakan dasar pengembangan rencana intervensi keperawatan dalam rangka mencapai peningkatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan klien pada tahap yang lebih lanjut (PPNI, 2005).

Di Indonesia, seringkali terjadi adanya ketidakprofesionalan yang dilakukan oleh banyak tenaga kesehatan yang menimbulkan munculnya fenomena "grey area" pada berbagai jenjang antar sesama profesi maupun dengan profesi lain yang masih sulit diminimalisir keberadaannya. Fenomena ini memunculkan kurangnya kepercayaan dari masyarakat dan maraknya tuntutan hukum terhadap praktik mandiri tenaga kesehatan. Kabar baiknya, perawat berhasil memenuhi persyaratan sehingga berhasil melakukan izin praktik keperawatan, karena keperawatan sangat penting bukan hanya untuk diri perawat sendiri, akan tetapi juga kepada masyarakat atau klien sebagai pihak yang mendapatkan asuhan keperawatan yang profesional.

Dalam melakukan praktik keperawatan, perawat profesional juga dihadapkan pada adanya tanggung jawab terhadap bahaya yang mungkin akan muncul karena kelalaian tindakannya. Hal ini membuat adanya tanggungan yang dibebankan kepada perawat karena kelalaian dan kecerobahannya dalam praktik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun