Mohon tunggu...
Fandy Ahmad Salim
Fandy Ahmad Salim Mohon Tunggu... Peternak - Lahir tahun 2003 dan selalu berusaha menggarap apa saja. Mulai dari tulisan, karya grafis, sampai usaha.

Pelajar di SMAN 1 Surakarta. Menulis, Membaca, dan merancang grafis. Penggemar karya sastra, non-fiksi dan karya lain. Dapat disapa lewat Instagram di @fandysalim_

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Persekusi pada Muslim Delhi dan Kecantikan Fasisme

1 Maret 2020   20:46 Diperbarui: 1 Maret 2020   20:50 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 "Kalau suatu hari, India menjadi negara muslim, bagaimana?"

 "Kalau India akan ikut-ikutan menjadi seperti para tetangga, Timur Tengah, pripun?"

 "Kalau hindu yang menjadi identitas bangsa India digerus sampai habis, bakal jadi apa?"

Ketakutan akan kemungkinan di masa depan. Ketakutan akan dinamika dan perubahan zaman. Inilah yang menjadi bahan pokok sekaligus bumbu lahirnya fasisme.

Dan bukan cuma umat hindu di India pada umat muslim. Namun juga umat muslim di Indonesia pada para non-muslim. Warga asli Amerika Serikat pada para pengungsi dan warga negara pindahan. Ultranasionalis Jerman abad 20 pada kaum yahudi. Dan kalau mau contoh yang lebih baheula dan sesuai sejarah islam: Suku Quraisy di Mekkah pada era kelahiran islam.

Intinya, umat mayoritas pun bisa --dan sangat bisa-- terganggu dengan minoritas. Bukan karena ulah oknum-oknumnya. Melainkan ketakutan dan kecemasan mereka sendiri dalam menerima perubahan dan putaran peradaban.

Ketakutan adalah satu faktor dari lahirnya fasisme. Faktor yang lain: betapa fasisme memenuhi ego suatu kaum terhadap supremasi dan keindahan dirinya sendiri. (Pun, ubun-ubun saya kemebul nyusun kalimat ini)

Yuval Noah Harari, sejarawan Israel dan penulis buku filsafat Homo Deus, mengangkat topik ini dalam suatu seminarnya yang berjudul Why Fascism is So Tempting. Ia membabarkan aspek menggoda nan indah dari fasisme.

Yaitu ia menjelma sebagai cermin yang menghapus semua kecacatan kita. Meyakinkan bahwa kita adalah yang terhebat, teragung, dan terindah.

Fenomena ini mengambil bukti nyata pada Jerman abad 20. Kala itu, ras Aryan dianggap sebagai kelas tertinggi dari seluruh manusia. Akhirnya, dibuatlah kelas-kelas sosial. Yang berujung pada pembantaian etnis Yahudi yang dianggap paling hina.

Ia kembali membuktikan diri pada kerusuhan Delhi kemarin. Hindu, dipandang sebagai hal paling indah di India. Identitas dan daya tarik paling cantik. Akhirnya, semua hal di luar itu, dianggap lebih rendah. Lebih parahnya, ditekan dan dianiaya. Entah itu Sikh pada 1984 atau muslim pada hari-hari belakang. Semua yang rasanya mulai mengancam kecantikan itu, ke-maha-an itu, harus segera diberi pelajaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun