Kemarin, Turki baru saja menyelenggarakan pemilu presiden pertama, sejak negara itu mengganti sistem pemerintahan dari parlementer menjadi presidensial. Bergantinya sistem ini merupakan dampak dari kudeta gagal tahun lalu yang kemudian mendorong untuk penguatan presiden sebagai kepala negara dan pelemahan parlemen, demi stabilitas.
Tapi, sekalipun Erdogan menjadi Presiden "pertama" Turki, tidak ada yang spesial dari pemilihan ini. Erdogan sendiri sudah menjadi figur yang dominan di Turki dalam belasan tahun terakhir, dengan jabatan sebelumnya pun sebagai Perdana Menteri (dalam sistem parlementer).
Terpilihnya Erdogan sebagai presiden pun, akan langsung menghadapi berbagai tantangan yang Turki hadapi. Pertama, skeptisisme dari negara Barat atas hasil pemilu. Para analis dari Barat menduga bahwa terpilihnya Erdogan sebagai presiden merupakan kemunduran bagi demokrasi di Turki, karena ketiadaan suksesi kepemimpinan dan besarnya kekuatan yang dimiliki oleh presiden dalam sistem presidensial yang baru. Mereka juga menyoroti sikap represif Erdogan kepada kelompok oposisi.
Kedua, Turki saat ini sedang menghadapi pelemahan perekonomian yang cukup parah. Nilai Lira jatuh, pertumbuhan ekonomi melambat, dan hutang yang melambung. Kondisi ekonomi Turki di tahun ini disebut-sebut menjadi salah satu yang terparah di antara negara berkembang lain. Padahal, keterlibatan Turki dalam berbagai konflik di Timur Tengah dapat dipastikan akan menambah beban anggaran pemerintah.
Apalagi, Turki perlu menunjukkan sikap yang lebih tegas dalam isu Israel-Palestina. Selama ini, Erdogan memang menyuarakan dukungan yang besar terhadap Palestina. Namun di sisi lain, Turki juga memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, dan memiliki hubungan dagang yang nilainya juga cukup besar.
Keempat, mengenai kelanjutan Turki dalam keinginannya untuk bergabung ke Uni Eropa. Dalam beberapa dekade, memang terlihat keinginan dari Turki untuk bergabung ke Uni Eropa. Alasan utamanya, potensi keuntungan ekonomi yang didapat jika bergabung dengan Uni Eropa. Walaupun, dari para pemimpin Eropa sendiri terlihat kurang merestui hal ini. Erdogan sendiri pun terlihat tidak terlalu antusias untuk menseriusi kelanjutan dari keinginan ini.
Pada akhirnya, kita tetap memberikan selamat kepada Turki atas terpilihnya "kembali" Erdogan dalam pemilu kemarin. Semoga, ia bisa menyelesaikan berbagai tantangan yang dihadapi Turki. Plus, menyiapkan regenerasi kepemimpinan bagi Turki. Sebab, kepemimpinan yang baik adalah yang mampu menyiapkan gemerasi penerus yang bisa melanjutkan keberhasilan yang telah ia bangun.