Mohon tunggu...
Rita Mf Jannah
Rita Mf Jannah Mohon Tunggu... Freelancer - Pelaku Pasar Modal, Pengamat Pendidikan, Jurnalis, Blogger, Writer, Owner International Magazine

Menulis sebagai sebuah Kebahagiaan dan Kepuasan, bukan Materi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

KPK Digembosi Bukan Hal Baru

4 Juni 2021   09:35 Diperbarui: 4 Juni 2021   09:46 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pegawai KPK yang dipecat (pic: cnnindonesia.com)

Putusan uji materi Mahkamah Konstitusi menegaskan hak pegawai KPK tak boleh dirugikan atas pengalihan status menjadi ASN namun 51 orang tetap mengalami pemecatan dan seumur hidupnya akan menyandang pelabelan tidak bisa dibina serta tidak pancasilais  akibat tidak lolos TWK meskipun berdedikasi tinggi memberantas korupsi

Tampaknya perjuangan 75 pegawai KPK untuk memperjuangkan nasibnya tidak menunjukkan hasil atau malah sia-sia, bahkan 51 diantaranya dilabeli merah, padahal presiden sebagai pemimpin pegawai tertinggi di negara ini, bisa saja membuat surat perintah untuk membatalkan pemecatan 75 pegawai KPK tersebut dengan membuat surat keputusan penugasan kembali, sebab keputusan presiden membawahi semua keputusan lembaga negara.

Dikutip dari bbc.com (28/5/2021) Puluhan pegawai KPK yang diberhentikan karena tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) mendatangi kantor Komnas HAM di Jakarta, demi melengkapi berkas aduan dugaan pelanggaran hak asasi dalam program tes wawasan kebangsaan. Mereka menilai pemberhentian sebenarnya bisa dibatalkan jika Presiden Joko Widodo pro-pemberantasan korupsi.

Ada apa?

Presiden tidak membuat surat keputusan penugasan kembali 75 pegawai KPK yang diberhentikan, hanya sekedar mengarahkan agar  tak dipecat, dan arahan itupun ternyata tak berarti apa-apa. 

Jadi menimbulkan pertanyaan, apakah sedemikian tidak berwibawanya seorang kepala negara dan kepala pemerintahan. Meski kemudian melahirkan analisa baru lagi, tidak mungkin ketua lembaga setingkat KPK berani melawan arahan pimpinan tertinggi di atasnya, apalagi lembaga itu telah beralih status menjadi pegawai ASN, memasang foto presiden di lembaganya, yang pastinya tunduk pada keputusan sang pemimpin negara.

Jika kemudian pemecatan tetap berlangsung, dan tidak ada tindakan apapun dari presiden, itu menandakan bahwa ketua KPK tidak bertindak semaunya sendiri, ada semacam kekuatan yang membuatnya tanpa sungkan melakukan tindakan tersebut.

Hal ini menyiratkan, bahwa sebetulnya sang ketua KPK tidak melakukan pembangkangan dan pengabaian terhadap arahan presiden, tidak mungkin dia akan seberani itu apabila tidak memiliki alasan tertentu.

KPK digembosi bukan cerita baru, jika dirunut ke belakang dari awal terbentuknya, hingga kemudian kontroversi dengan adanya Rancangan Undang-Undang (RUU) KPK, mengindikasikan bahwa sangat banyak terpaan badai yang harus dihadapinya, dan yang terdahsyat adalah di 2021 ini.

Setelah indeks prestasi demokrasi negara ini menurun, kini ditambah dengan adanya pemecatan 75 pegawai KPK menambah daftar panjang krisis demokrasi di Indonesia. Apa yang bisa diperbuat rakyat jika oligarki menguasai?

KPK tidak serius menangani korupsi?

Setiap ada kejadian yang berkaitan dengan KPK, pada awalnya akan menimbulkan kontra  dimana-mana, namun entah kenapa tiba-tiba segalanya menjadi mudah terlupakan, hingga kemudian menjadi pro, dan kesadaran itu baru kembali saat segala yang diperjuangkan hati nurani terlupakan, kesadaran yang terlambat. 

Seperti terlambatnya saat banyak yang kontra dengan RUU KPK dahulunya, hingga kemudian baru disadari UU KPK terbaru akan membuat pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN, dan perjalanan itu terlupakan begitu saja, hingga akhirnya paham, meskipun Mahkamah Konstitusi menegaskan hak pegawai KPK tak boleh dirugikan atas pengalihan status ini, toh 75 tetap mengalami pemecatan, dan yang lebih merugikan adanya pelabelan yang akan disandingnya seumur hidup, tidak bisa dibina dan  tidak pancasilais karena tidak lolos TWK, padahal mereka berdedikasi tinggi dalam memberantas korupsi.

Berita terbaru dari KPK yang meminta Interpol untuk menerbitkan red notice atas tersangka kasus suap pergantian antarwaktu anggota DPR RI Harun Masiku pada Senin, 31 Mei 2021, padahal menurut mantan juru bicara KPK Febri Diansyah, Harun Masiku telah masuk daftar pencarian orang (DPO) sejak 27 Januari 2020,  mengindikasikan pencarian buronan yang tidak serius sebab telah buron selama 1 tahun 4 bulan, bahkan Kompol Rosa, tim OTT dikembalikan ke Polri padahal masa tugasnya masih panjang, demikian dikutip dari kompas.com (3/6/2021).

Pernah menonton Film "In The God's Hand" (1998) yang menceritakan dua pemuda Amerika melanggar peraturan di Indonesia, yang kemudian memberi salam tempel pada petugas, sebuah penggambaran negatif tentang negeri kita bahwa  orang-orangnya gampang disuap, dan kadang menganggap suap sebagai hadiah.

Yang pasti, kini saatnya merubah negara ini dari diri sendiri, benarkah kita sudah bersih? Atau jangan-jangan kita juga termasuk bagian dari berkelindannya korupsi itu? Entah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun