Mohon tunggu...
Rita Mf Jannah
Rita Mf Jannah Mohon Tunggu... Freelancer - Pelaku Pasar Modal, Pengamat Pendidikan, Jurnalis, Blogger, Writer, Owner International Magazine

Menulis sebagai sebuah Kebahagiaan dan Kepuasan, bukan Materi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bibit Bebet Bobot yang Tak Lekang oleh Zaman

21 Mei 2021   11:24 Diperbarui: 21 Mei 2021   11:34 1538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi pengantin pria adat Jawa pic: sulsel.idntimes.com)

Setiap orang tua sangat menyayangi anaknya hingga terkadang "over acting" kurang mempercayai pilihan anaknya karena orang tua selalu beranggapan bahwa anaknya adalah tetap anaknya, sosok bocah kecil yang harus dijaga dan dilindunginya

Ternyata persyaratan "bibit bebet bobot " sebagai bagian dari tradisi suku Jawa di Indonesia belum lekang dimakan zaman, dan ternyata memang terbukti ampuh untuk diterapkan. Meskipun generasi muda  banyak yang menentangnya, karena beranggapan orang tuanya kolot sebab terlalu turut campur menginvestigasi latar belakang calon menantu.

Kini seiring waktu, para generasi penentang yang semula gigih menolak, telah berganti menjadi generasi tua yang memiliki anak-anak juga sebagai penerusnya, di saat itulah pikiran dan hati baru terbuka, bahwa ternyata semboyan dan aturan tentang "bibit bebet bobot " penting adanya.

Bibit

Sebagai orang tua, tentulah tidak ingin memiliki calon menantu yang tidak jelas asal-usulnya, tidak jelas juntrungnya, sebab mereka ingin segala sesuatu yang terbaik untuk anaknya, dan demi kebahagiaan anaknya saat melahirkan generasi berikutnya, tergambar jelas tujuan orang tua hanya satu, kebahagiaan anaknya.

Namun terkadang sang anak menentang, lalu menikah tanpa melihat latar belakang kekasihnya, asal-asalan memilih pasangan hidup karena dibutakan oleh cinta, masih mending kalau mendapat calon pasangan dengan latar belakang yang tidak berakibat kelam dimasa depan. Terkadang ada juga nekat karena kadung jatuh cinta, padahal latar belakang calon pasangan buta aturan etika dan agama.

Mabuk cinta menimbulkan satu harapan, bahwa kelak jika telah  menikah akan berubah. Namun kenyataanya, keindahan perubahan oleh cinta hanya bertahan pada masa-masa bulan madu, setelah generasi baru terlahir, mula terkuaklah sifat asli pasangan, dari perlakuannya yang sama persis seperti ugal-ugalannya saat dia dibesarkan.

Setiap orang tua sangat menyayangi anaknya, hingga terkadang "over acting" kurang mempercayai pilihan anaknya, hal itu terjadi karena orang tua selalu beranggapan bahwa anaknya adalah tetap anaknya, sosok bocah kecil yang harus dijaga dan dilindunginya, tak peduli telah seberapa dewasa anaknya, orang tua akan tetap memperlakukan anaknya sebagai anaknya. Akibatnya jadi kurang mempercayai pilihan anaknya, sebab menganggapnya masih belum mahir memilih, orang tua khawatir pilihan anaknya yang salah akan merusak kebahagiaan si anak di masa datang, Sekali lagi, orang tua melakukan hal itu karena kasihnya yang luar biasa, meski kemudian ditentang anaknya karena merasa telah dewasa, dan menganggap orang tuanya kolot karena memaksakan perjodohan untuknya.

Bebet

Yang namanya orang tua pastilah telah kenyang asam garam kehidupan, pernah merasakan saat perut meronta lapar tapi keuangan minus, untuk itu mereka tidak ingin bila anaknya mengalami hal serupa, sehingga mereka menekankan untuk mencari menantu, harus jelas masa depan dan pekerjaannya. Namun terkadang sang anak yang mabuk cinta tak mempedulikan tentang itu, sebab mengira kehidupan pernikahan hanyalah berisi cinta, cinta, dan cinta. Padahal saat generasi berikutnya terlahir, ternyata bukan hanya cinta yang diperlukan, tapi mulai ada tuntutan sandang, pangan, papan, dan pendidikan, yang pastinya memerlukan finansial.

Saat pasangan tidak jelas pekerjaannya, apalagi perilakunya pun tak elok, maka bukan hanya anak-anak yang terlahir yang menerima akibatnya, namun juga si "buta cinta" menelan pil pahit akibatnya, hingga terpaksa harus banting tulang mencari pekerjaan apapun demi memenuhi kebutuhan hidupnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun