Mohon tunggu...
Fakta Puncak
Fakta Puncak Mohon Tunggu... -

Fakta-Fakta Kawasan Puncak sebagai Daerah Tangkapan Air Hulu DAS Ciliwung (http://fwi.or.id/)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Penyebab Banjir Jakarta-Hilangnya Hutan

9 Maret 2017   14:48 Diperbarui: 10 Maret 2017   00:00 1053
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Refleksi banjir Bogor-Jakarta. Gambaran kerusakan hutan di hulu DAS Ciliwung-Kawasan Puncak yang kian mencemaskan masyarakat. Hutan Hilang Banjir Terbilang.


Kejadian banjir di SMA Negeri 2 Bogor dan Cipinang Jakarta tidak terlepas dari proses sebab akibat perbuatan manusia. Baik dari tahun sebelumnya bahkan dari perbuatan yang sedang dilakukan. Namun sadarkah kita bahwasanya semakin terkini banjir semakin mengancam kehidupan manusia. Rasanya semakin dekat atau bahkan mungkin sekarang sudah menjadi masyarakat terdampak banjir. Refleksi ini coba digali secara ilmiah dan actual sesuai dengan ilmu pengetahuan yang jarang para ahli ungkap.


Apapun alasannya kejadian banjir di Bogor dan Jakarta tidak bisa dipisahkan dari kondisi daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung. Mengapa DAS Ciliwung? DAS bukan lah hanya perkara aliran sungai. Namun juga membahas daerah-daerah resapan air dan daerah tangkapan air yang berada di wilayah hulu sungai. Serta dipisahkan oleh punggungan-punggungan sebagai batas dengan das lain. DAS Ciliwung merupakan das dengan perioritas penting karena berhulu di Kawasan Puncak dan berhilir di DKI Jakarta. Kondisinya kian terpuruk dengan menunjukan performa yang dapat dibedakan antara sebelum dan sesudah tahun 2000.

Kerusakan das ciliwung ditandai dengan hilangnya daerah resapan air di wilayah tengah-hilir seperti di pusat kota di Kota Bogor, Depok, dan DKI Jakarta. Juga sangat dipengaruhi oleh hilangnya fungsi lindung di daerah tangkapan air utama, yaitu di wilayah hulu sungai. Secara administrasi wilayah hulu sungai masuk ke dalam Kawasan Puncak (Kecamatan Cisarua, Megamendung, Sukaraja, dan Ciawi). Konversi lahan yang terjadi seperti dari areal pertanian/perkebunan menjadi lahan terbangun atau tidak memenuhinya standar baku 30 persen keterwakilan ruang terbuka hijau (RTH) dalam satu wilayah administrasi kabupaten/kota.

Analisis
Baik di sekitar lokasi SMA Negeri 2 Bogor dan di Cipinang Jakarta, kedua lokasi tersebut dipengaruhi oleh adanya pembangunan. Pembangunan merupakan salah satu bentuk konversi lahan yang sulit dihilangkan dalam kemajuan di kota-kota besar seperti Bogor dan Jakarta. Pembangunan jalan baru (tol) di Bogor sedikit banyaknya memengaruhi kondisi limpasan air terutama saat hujan turun. Belum terbangunnya drainase jalan menyebabkan air terbuang langsung ke dataran yang lebih rendah dengan masuk ke selokan-selokan kecil. Dan pada akhirnya terus terakumulasi di selokan kecil dengan massa air dan tekanan yang sangat dahsyat sehingga mampu menjebol dua buah tembok besar sekolah. Tercatat 2 orang menjadi korban meninggal dan puluhan motor mengalami kerusakan mesin.


Di Cipinang Jakarta banjir kemarin (februari 2017) meluap ke rumah warga setelah menjeblol tanggul sungai Kali Sunter. Tanggul tidak mampu menahan massa air dan tekanan air yang begitu kuat. Massa air terakumulasi di Kali Sunter setelah mengalir dari wilayah hulu yang sudah bukan lagi daerah resapan air (perkotaan). Massa air semakin meninggi ketika mendapatkan input dari Kota Depok dan Bogor yang juga mulai kehilangan daerah resapan airnya. Kondisi wilayah yang diguyur hujan panjang semakin meningkatkan input massa air dan tekanan yang masuk ke dalam badan sungai yang kian menyempit.

Banyak yang menyalah artikan bahwasanya banjir disebabkan jebolnya tanggul atau tembok? Sudah tepatkah pernyataan tersebut? Jebolnya tembok atau tanggul bukanlah penyebab banjir. Banjir lebih disebabkan karena hilangnya fungsi wilayah dalam meresap air di hilir. Hilangnya fungsi resapan tersebut ditandai dengan terbuangnya air hujan secara langsung dan cepat ke dalam sungai sehingga terakumulasi di dataran yang lebih rendah, tanpa melalui sistem resapan air melalui penyerapan tanah.

Hal lain yang tidak menjadi sorotan para ahli dalam menganalisis kejadian banjir adalah hilangnya fungsi lindung di daerah tangkapan air hulu DAS Ciliwung. Hasil riset Forest Watch Indonesia, Kawasan Puncak hulu DAS Ciliwung terus mengalami penurunan luasan hutan hingga pada tahun 2016 menjadi 3407 hektar. Hasil riset tersebut juga menunjukan bahwa deforestasi atau kehilangan hutan di DAS Ciliwung mencapai 66 kali luas Kebun Raya Bogor selama periode 2000 sampai 2016.


Fakta ironis lainnya bahwa kawasan hutan yang seharusnya sebagai kawasan tumpuan keberadaan hutan tidak bisa mempertahankan kondisi hutan alam secara tetap pada luasan yang prima. Sekitar 32 persen dari luas total kawasan hutan di hulu DAS CIliwung sudah bukan lagi berupa hutan pada tahun 2017. Dan diantaranya terkonversi menjadi kebun teh, villa, dan estate. Sangat performa yang mengecewakan.


Fakta lain yang menjadi temuan Forest Watch Indonesia adalah ada sekitar 1712 hektar area memiliki dua (2) fungsi status sekaligus, yaitu Hutan Lindung dan Hutan Produksi. Apakah untuk dilindungi atau diproduksi? Fungsi Lindung jelas-jelas untuk melindungi sumber daya hutan tersisa di kawasan yang terus mengalami tekanan berat. Dibalik masalah status fungsi kawasan tersebut, temuan lain menyatakan terdapat 939 hektar luas hutan alam tersisa di Kawasan Puncak hulu DAS Ciliwung terlantar tidak dikelola dan tidak jelas peruntukannya karena tidak memiliki status fungsi.

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun