Kehidupan yang bergelut dengan tugas dari atasan, jam kerja yang diatur, sementara upah tidak cukup untuk memenuhi kehidupan sehari-hari.
Di sanalah saya bertanya, masihkah sahabat-sahabat saya itu melawan?
Mungkin bisa iya, bisa tidak. Melawan atasan artinya pemecatan, dan atau mengikuti atasan artinya kita membunuh satu nilai yang telah susah payah kita geluti bertahun-tahun di kampus.
Tapi begitulah, pilihan. Di sana ada banyak konsekwensi, tinggal bagaimana kita memilih bagian terkecil dari konsekwensi-konsekwensi atas pilihan-pilihan.
Sebagaimana saya hari ini, harus memilih balik kampung halaman padahal, pilihan ini saya sadari betul, akan banyak menuai ketidaksukaan. Saya harus di sini, sebagai bagian dari komitmen itu sendiri.
Tapi, jika saya tidak balik kampung halaman, di sana juga ada hal yang lebih parah konsekwensinya. Jika saya tinggalkan.
Saya selalu percaya, kita berada pada garis masa yang setiap harinya bergelut dengan realitas yang serba sulit. Kita harus hadir di sana. Sekarang, saya harus dan sedang melakoni itu di sebuah dusun kecil yang jauh dari kerumunan penduduk.
Semoga segala yang kita pilih, bisa bertemu pada satu titik. Kompromi. Bukan, membunuh apa yang di pilih oleh sesama sahabat.
Sampai ketemu di lain waktu, dengan kopi, dan cerita selama mengembara.
Ohh iya! Satu lagi, tersenyumlah. Berbahagialah!
Kos kendari, 27 Desember 2020.