Mohon tunggu...
Muhammad FakhriAvaqo
Muhammad FakhriAvaqo Mohon Tunggu... Lainnya - Masih belajaran sih hehe

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 20107030083

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Romantisasi Jogja dan Realitanya Sebagai Warga Jogja

4 Maret 2021   17:27 Diperbarui: 5 Maret 2021   00:20 1570
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar kota Jogja / sumber: commons.wikimedia.org

Yogyakarta merupakan wilayah yang berada di sebelah selatan pulau jawa yang di pimpin oleh seorang raja yang sekaligus menjabat sebagai gubernur yaitu Sri Sultan Hamengkubuwono X. Yogyakarta juga merupakan salah satu dari empat wilayah yang menyandang predikat daerah otonomi khusus di Indonesia sehingga provinsi ini disebut dengan nama Daerah Istimewa Yogyakarta.

Yogyakarta juga dikenal sebagai kota pelajar dengan biaya hidup yang murah dan wilayah dengan banyak destinasi wisata yang lengkap mulai dari tradisi budaya jawanya yang masih kental, pantainya yang indah, hingga wisata alam lainnya yang sangat melimpah. Tidak heran, banyak orang bilang bahwa jogja adalah kota yang unik dan banyak diromantisasi. Salah satu perkataan romantisasi Jogja yang sering kita dengar adalah  kutipan penggalan sajak dari Joko Pinurbo yang berbunyi “Jogja terbuat dari rindu, pulang, dan angkringan”. Selain itu, banyak lagu-lagu seperti karya Adhitia Sofyan yang berjudul Sesuatu di Jogja dan karya KLA Project yang berjudul Yogyakarta juga membuat seakan-akan memberi gambaran bahwa Jogja adalah kota impian yang romantis dan syahdu yang dapat menemani kehidupanmu dikala senang maupun susah.

Sebagai warga yang lahir dan besar di Jogja, anggapan anggapan romantisasi yang seperti itu menurut saya adalah berlebihan. Saya akui, memang ada beberapa hal yang membuat saya nyaman hidup di sini, seperti semua yang serba lengkap di kota ini, kemana mana aksesnya juga tergolong mudah, tapi semua itu tidak lantas menutupi sisi kelam kota Jogja yang menurut saya menjadi masalah dari kota ini.

Berikut ini akan saya rangkum mengenai hal apa saja yang mungkin akan merubah persepsimu tentang romantisasi jogja:

1. Biaya hidup yang murah? Nyatanya?

Banyak orang yang bilang bahwa biaya hidup di Jogja tergolong sangat murah. Ya, pendapat ini mungkin ada benarnya, tapi pendapat ini juga tidak sepenuhnya benar. Contohnya adalah harga makanan yang bisa sangat murah seperti angkringan, dengan harga delapan ribu saja kita sudah bisa mendapat dua nasi kucing ditambah satu gorengan lengkap dengan minuman es teh manis yang sudah cukup membuat perut kenyang.

Tapi pertanyaannya adalah apa iya kita akan terus terusan makan nasi angkringan tiap hari? Tentunya enggak kan? Nah menurut saya pribadi, untuk harga makanan makanan di warung warung lainnya sih tidak terlalu murah juga, bahkan harganya relatif sama dengan warung warung makan di kota lain. Kalo orang jawa bilang ya “ono rego, ono rupo” jadi kalo pengen cari yang murah ya emang angkringan jawabannya, tapi kalo cari yang lebih dari sekedar mengenyangkan perut, ya harganya gak segitu.   

2. Maraknya aksi klithih yang meresahkan

Jujur saja, sebagai pemuda yang hidup dan tinggal di Jogja, saya cukup risau dan takut jika harus keluar malam diatas jam 12, apalagi kalo keluarnya ke daerah daerah rawan seperti ringroad, jalan kabupaten, jalan palagan dan masih banyak lagi. Yang saya takutkan bukan mengenai jalananya yang sepi dan gelap, namun mengenai kelompok geng klitih yang kerap menyasar orang-orang tidak bersalah, terlebih lagi umur saya yang juga remaja membuat orang-orang seperti saya biasanya lebih diincar oleh mereka.  

Dalam bahasa Jawa klitih adalah suatu aktivitas mencari angin di luar rumah atau keluyuran. Namun, dalam kasus yang terjadi di Jogja, pemaknaan klitih kemudian berkembang sebagai aksi kekerasan atau kejahatan jalanan dengan senjata tajam atau tindak-tanduk kriminal anak di bawah umur di luar kelaziman.

3. UMR-nya yang rendah

Sudah bukan menjadi rahasia lagi bagi warga Jogja bahwa kota ini terkenal memiliki tingkat UMR yang cukup rendah. Bayangkan saja, untuk kota yang tergolong besar dan cukup maju di Indonesia, UMR yang ada di kota ini tergolong sangat sedikit yaitu paling tinggi hanya sebesar 2.070.000.

Ya memang sih, uang segitu masih tergolong cukup jika hanya untuk hidup sendiri serba hemat, hidup di kos sederhana, makan sekelas warteg tiap hari, bensin, paket data, itu semua masih cukup tapi dengan catatan kamu gak kemana-mana selain kerja. Tapi apa iya sih, kerja bener bener cuma untuk nyukupin kebutuhan diri sendiri aja? Gimana kalo tiba tiba sakit? Gimana kalo mau nafkahin anak orang? Realistis aja, menurut saya UMR segitu adalah angka yang gak masuk akal. Mungkin, ini juga merupakan salah satu penyebab mengapa DIY masuk dalam salah satu wilayah dengan angka kemiskinan yang tinggi, melebihi angka rata-rata angka kemiskinan di tingkat nasional.

4. Harga tanah dan bangunan yang melambung tinggi

Faktor selanjutnya yang menjadi keluhan banyak orang Jogja adalah harga tanah dan bangunanya yang tidak masuk akal. Bayangkan saja, harga perumahan di depan rumah saya yang letaknya di pinggir ringroad saja harganya sudah sekitar 700jt-an dengan luas tanah 125 meter persegi. Padahal daerah rumah saya jelas bukan pusat kota, lalu bagaimana dengan rumah yang berada di daerah pusat kota? Ya pasti harganya sangat jauh lebih tinggi.

Dengan harga properti yang gak masuk akal, yakin deh, kalau hanya dengan gaji yang cuma dua kali UMR, KPR yang bisa diandelin itu cuma bisa untuk rumah di daerah Kulon Progo, Sedayu, Berbah, dan Piyungan. Itu pun pastinya dengan nilai angsuran yang bisa lebih dari 40 persen gaji. Nah maka dari itu, kalo cuma gaji UMR, rasa rasanya sulit kalo mau beli rumah kalo cuma ngandelin gaji sendiri, tapi bakal beda cerita lagi lho ya kalo kamu dapat subsidi dari orang tua.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun