Mohon tunggu...
Fakhriatul Azizah
Fakhriatul Azizah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi UIN Walisongo Semarang

Saya mahasiswi UIN Walisongo Semarang dan menjadi awardee beasiswa pemerintah Kabupaten Balangan tahun 2020-2022. Pernah mengikuti kegiatan kepenulisan dan karyanya dimuat dalam buku yang berjudul “Bukan Sekadar Percaya Diri”, selain itu salah satu karya lainnya juga menjadi karya terpilih dalam event menulis Nasional bersama CV. ARRAS Media Group dan dimuat dalam buku antologi puisi “Larik-larik Intuisi”. Untuk informasi lebih lanjut dapat dilihat melalui Linked In atas nama Fakhriatul Azizah.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Strategi Pelestarian Kesenian Tradisional Kuda Lumping di Tambahsari

26 Agustus 2022   09:03 Diperbarui: 26 Agustus 2022   09:07 1352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Siapa yang tidak kenal dengan kesenian kuda lumping? Sebuah kesenian tradisional warisan dari kebudayaan Hindu yang berasal dari Ponorogo, Jawa Timur. Meskipun kesenian ini berasal dari Jawa Timur, kesenian ini juga sudah menyebar ke seluruh wilayah Nusantara, sehingga tidak heran apabila kesenian ini mempunyai beragama nama tergantung daerahnya. Diantaranya seperti daerah Ponogoro sendiri kesenian kuda lumping biasa disebut dengan Jathil Reog, Jathil Obyok, Jaranan Thek, kemudian Jaranan Sentherewe sebutan kuda lumping untuk daerah Ponorogo dan Tulungagung. Di daerah Kawasan Kebudayaan Jawa Ngapak, kesenian ini disebut dengan Ebek. Kemudian untuk daerah Bandung Raya dan Sumedang kesenian kuda lumping disebut dengan Seni Reak, serta beberapa julukkan lainnya yang ada di daerah-daerah tertentu.

Kesenian kuda lumping biasanya dipentaskan dalam event-event tertentu, misalnya ketika acara sunatan, nikahan, dies natalis, dan event-event lainnya. Namun, seiring berkembangnya arus globalisasi menyebabkan persaingan dalam berbagai bidang kehidupan semakin berat dan ketat, termasuk dalam bidang kesenian tradisional. Kesenian tradisional dianggap kuno dan kurang menarik, sehingga keberadaannya kurang diminati oleh golongan muda yang kini lebih tertarik pada korea dan trend-trend kekinian.

Mengatasi hal demikian, kelompok kesenian kuda lumping yang berasal dari Desa Tambahsari, Kecamatan Limbangan, Kabupaten Kendal mempunyai cara tersendiri untuk tetap eksis di tengah kalangan masyarakat. Berikut strateginya :

  • Untuk menarik perhatian penonton, salah satu kelompok kesenian kuda lumping di desa Tambahsari melakukan pengkolaborasian kesenian. Kesenian yang dikolaborasikan dengan kesenian kuda lumping adalah kesenian yang banyak diminati oleh masyarakat, dalam hal ini kesenian yang dikolaborasikan adalah kesenian campursari dengan kesenian kuda lumping.
  • Menarik perhatian penonton dengan cara memberikan peluang rezeki kepada masyarakat atau para pedagang agar mereka berjualan disekitar area pertunjukkan kuda lumping.
  • Menumbuhkan kesadaran golongan muda akan keberadaan kebudayaan tradisional, hal ini tentunya sebagai upaya untuk menumbuhkan rasa cinta sekaligus menumbuhkan kesadaran untuk menjaga dan melestarikan kesenian warisan nenek moyang.
  • Memperkenalkan kepada golongan remaja dengan cara mengajak mereka untuk berpartisipasi pada pertunjukkan kuda lumping. Strategi ini dinilai berhasil karena terbukti dalam kelompok kesenian kuda lumping hyang ada di Desa Tambahsari ditemui kelompok penari kuda lumping yang masih berusia anak-anak SD turut andil dalam pementasan ketika ada suatu event tertentu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun