Mohon tunggu...
Jamalludin Rahmat
Jamalludin Rahmat Mohon Tunggu... Penjahit - HA HU HUM

JuNu_Just Nulis_

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Melakukan Perjalanan Batin dengan Menulis

26 Februari 2020   18:37 Diperbarui: 26 Februari 2020   18:47 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrated by Pixabay.com

Banyak orang yang sedang melakukan perjalanan batin; mereka sungguh-sungguh berusaha memahami apa yang terjadi di  dalam diri mereka_Marion Woodman_Psikolog_

Beragam genre tulisan, berbagai usia, jenis kelamin berbeda dan usia yang berjenjang hadir di Kompasiana.com. Pun motif tak dapat diterka. Berlakulah disini pernyataan Sindhunata-sastrawan Indonesia dan pernah menjadi wartawan Kompas- bahwa menulis adalah keberanian. Keberanian untuk apa? Keberanian untuk melakukan perjalanan batin dengan menulis menurut saya.

Apakah itu mungkin? Sangat mungkin. Peristiwa yang dihadapi manusia dengan pelibatan intens panca indra, emosi dan pikiran membuat batin kadangkala meringis pedih pada ketidakadilan, luka sosial, keterkejutan pada tidak selarasnya antara idealitas dan realitas.

Ada yang mampu memberontak dan melawan dengan fisik dan siap menanggungnya, mengubah atau tidak sama sekali. Seperti lingkaran roda berputar ia harus siap diatas jika berhasil atau terlindas kalah ketika dibawah.

Juga ada yang memilih melawan dari batin terdalam dengan tulisan-tulisan yang membuat sesiapa membacanya terbelalak mata bahwa keadaan tidak serasa di surga tapi di neraka. Perjalanan batin dengan menulis maka merekam ceruk-ceruk terdalam kegelisahan manusia bahwa sesuatu harus diketahui khalayak ramai. Bahwa ada sesuatu yang salah dari segi sosial, kebudayaan, politik, pendidikan dan hukum.

Pramoedya Ananta Toer jadi contoh diantara sekian contoh penulis Indonesia-yang menjadikan sastra sebagai pemberontakan batin dengan menuliskanya. 

Novel Gadis Pantai, Bumi Manusia, Panggil Aku Kartini Saja merupakan bukti perlawanan pada mental feodal, mental tuan dan majikan yang ditanamkan Belanda sehingga menjangkiti para pembesar istana yang bertopengkan kesungkanan. 

Perang memang dapat dimenangkan dengan bedil, meriam dan pedang tapi bagaimana menghapuskan mental tuan dan majikan plus feodal itu memakan waktu lebih dari beratus-ratus tahun. Masihkah tertanam sampai kini? Masih.  

Hamka dengan roman Tenggelamnya Kapal Van Derwijk melukis tuliskan batin manusia yang di tindas atas nama tak bersukunya seseorang sehingga tak berterima dengan tingkatan sosial yang dibuat oleh manusia. 

Perjalanan batin sang perjaka Zainuddin direkam dan dilemparkan Hamka ke khalayak ramai. Inilah cinta dua sejoli terhalang  segolongan manusia yang mengangkangi adat. Cinta remuk redam karena tak mungkin bersatu tapi Zainuddin menjadi manusia yang berbesar hati. Cinta tetap abadi tersimpan dalam hati.        

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun