Mohon tunggu...
Jamalludin Rahmat
Jamalludin Rahmat Mohon Tunggu... Penjahit - HA HU HUM

JuNu_Just Nulis_

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menyigi Arah Kehidupan Orang Minang Modern

2 April 2019   14:25 Diperbarui: 2 April 2019   14:50 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Illustrated by Arsitag.com)

(Illustrated by anakminang.com)
(Illustrated by anakminang.com)

Realitas Minangkabau Kekinian 

Latar gagasan sehingga mengadakan acara diskusi terbuka dengan judul "Menyigi Arah Kehidupan Orang Minang Modern" seperti tersebut di atas? Dan apa hasil yang ingin dituju? Membaca Minangkabau hari ini sangat berbeda dengan Minangkabau dahulu.

Keberbedaan ini disebabkan oleh waktu dan orang. Jika dahulu, kebudayaan Minangkabau sangat dijunjug tinggi sejalan dengan agama Islam sekarang yang terjadi justru kebalikannya. Orang Minang dahulu paham melaksanakan adat, sekarang sedikit sekali.

Orang Minang makin kian jauh dengan adatnya apalagi dengan agama Islam yang dianutnya. Adat yang dipetatah petitihkan dengan "indak lapuak dek hujan, indak lakang dek paneh" tinggalah ia dalam alam ide bukan realitas.

Menarik apa yang diucapkan oleh Abel Tasman bahwa pemerintahan Provinsi Sumatera Barat belum memiliki Rencana Induk Kebudayaan Sumatera Barat atau Minangkabau. Sehingga ini berujung kepada pemerintahan tidak connect dengan kebudayaan, sastra tidak menjadi kepedulian di sekolah-sekolah.

Belum lagi pola hidup orang minang yang mengalami pergeseran nilai dari agamais menjadi hyper materialisme. Hyper materialisme adalah gaya hidup egolatri (memuja martabat secara berlebihan) yang selalu diarahkan untuk mendewakan harta benda, uang dan kekuasaan.

Apa sesungguhnya yang diperjuangkan oleh orang per orang sehingga merasa perlu membangun kelompok, menabur, menyiang, dan memanen buah dari sistem pedoman hidup seperti adat dan agama? Tidak terkecuali dalam hal negara. Apakah negara masih punya makna? Tidak gampang merumuskan jawaban terhadap pertanyaan ini. Kualitas kehidupan individu sedang buruk. Sistem pengatur hidup pun tersendat oleh hal-hal di luar dan di dalam dirinya.

Karakter dasar manusia yang berkelompok, berhimpun (homo socius; politicus, economicus) dalam pemenuhan kebutuhan hidup memang sudah terpatri dalam buku-buku studi sosial. Akan tetapi dampak atau maknanya masih berjarak dari kemanusiaan itu sendiri.

Mengerucut ke Minangkabau ada falsafah Adat Basandi Syara', Syara' Basandi Kitabullah (ABSSBK), terdapat sistem adat dan syara' di dalamnya, dipercaya berfungsi sebagai sendi yang saling menopang. Seirig proses kebudayaan, boleh dikatakan, orang Minang memperjuangkan "hidup" mereka berdasarkan falsafah ini. Muncul pula pertanyaan, apa pula makna beradat dan beragama hari ini? Kalau memang falsafah (ABSSBK) dapat dijadikan asas pergerakan orang Minang dalam memperjuangkan hidup, bagaimana evaluasi terkininya?

Evaluasi Papa terhadap Adat Basandi Syara', Syara' Basandi Kitabullah tidak terhenti ia sebagai pemanis ucapan bibir belaka (lips service) dan simbol ia adalah rohnya orang Minangkabau. Sejatinya dengan Basandi Syara', Syara' Basandi Kitabullah orang minang berkelakuan sehingga ia menjadi cermin yang mana menjadi pengukur diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun