Mohon tunggu...
Fakhraen Fasya
Fakhraen Fasya Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota - UNIVERSITAS JEMBER

Seorang mahaswa dengan antusiasme ilmu perencanaan. Mendalami ilmu analisa spasial berbasis GIS.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Trust Issue Pasca Pandemi Corona, Tantangan Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha di Masa Depan

14 Mei 2020   21:42 Diperbarui: 14 Mei 2020   21:42 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Infrastruktur mempunyai peran penting dalam menggerakkan pereknomian dan kesejahteraan indonesia. Bappenas mengatakan bahwa infrastruktur merupakan roda penggerak pertumbuhan ekonomi. Dari alokasi pembiayaan publik dan swasta, infrastruktur dipandang sebagai lokomotif pembangunan nasional dan daerah. Secara ekonomi makro ketersediaan dari jasa pelayanan infrastruktur mempengaruhi marginal productivity of private capital, sedangkan dalam konteks ekonomi mikro, ketersediaan jasa pelayanan infrastruktur berpengaruh terhadap pengurangan biaya produksi (Kwik Kian Gie, 2002).

Begitu banyak dan besarnya peran infrastruktur sehingga dalam sebuah studi yang dilakukan di Amerika Serikat (Aschauer, 1989 dan Munnell, 1990) menunjukkan bahwa tingkat pengembalian investasi infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi, adalah sebesar 60% (Suyono Dikun, 2003). Bahkan studi dari World Bank (1994) disebutkan elastisitas PDB (Produk Domestik Bruto) terhadap infrastruktur di suatu negara adalah antara 0,07 sampai dengan 0,44. Hal ini berarti dengan kenaikan 1 (satu) persen saja ketersediaan infrastruktur akan menyebabkan pertumbuhan PDB sebesar 7% sampai dengan 44%, variasi angka yang cukup signifikan.

Namun membangun infrastruktur tidaklah mudah. Biaya yang harus dikeluarkan sangatlah besar. Saking besarnya, berdasarkan informasi dari BAPPENAS dari total pembiayaan untuk pembangunan infrastruktur. Hanya kurang lebih 31% yang dapat dibiayai oleh APBN, sedangkan sisanya diperoleh dari sumber lain di luar APBN.

Maka dari itu, kerjasama dengan pihak swasta merupakan alternatif dalam mengatasi hal tersebut. Peran swasta sebenarnya bukan hal yang baru, namun konsep ini menjadi populer ketika pemerintah menyelenggarakan Indonesia Infrastructure Summit I pada awal tahun 2005. Beberapa proyek pemerintah seperti jalan tol, pengelolaan air minum, listrik dan telekomunikasi ditawarkan kepada swasta sebagai proyek kerjasama. Bahkan di tingkat lokal, beberapa daerah melibatkan pihak swasta dalam berbagai proyek infrastruktur mereka. Misalnya Pemerintah DKI Jakarta dengan Proyek Mass Rapid Transport (MRT), Pengelolaan Air Minum Tirta Nadi di Medan atau rencana pembangunan Pasar Modern Angso Duo di Jambi yang merupakan contoh kerja sama pemerintah daerah dengan pihak swasta berkaitan dengan pembangunan infrastruktur.

Masuknya pihak swasta melalui pola kemitraan dengan pemerintah memiliki beberapa manfaat, diantaranya adalah (partnership, 2011):

  • Tersedianya alternatif berbagai sumber pembiayaan;
  • Pelaksanaan penyediaan infrastruktur lebih cepat;
  • Berkurangnya beban (APBN/APBD) dan risiko pemerintah;
  • Infrastruktur yang dapat disediakan semakin banyak;
  • Kinerja layanan masyarakat semakin baik;
  • Akuntabilitas dapat lebih ditingkatkan;
  • Swasta menyumbangkan modal, teknologi, dan kemampuan manajerial.

Dari berbagai manfaat kerjasama pemerintah dan swasta di atas cukup memberi gambaran mengapa Public Private Partnership dapat menjadi sebuah solusi untuk mengatasi permasalahan pembangunan infrastruktur yang sering terkendala karena masalah pendanaan, teknologi, maupun manajerial

Namun untuk melaksanakan Public Private Partnership  ini tentu mempunyai resiko. Ada beberapa resiko yang bisa terjadi apabila terjalin kerjasama antara pemerintah dengan sektor swasta, antara lain adalah:

  • Biaya desain dan juga konstruksi yang tidak kecil
  • Besarnya permintaan kontraktor yang kadang melenceng dari rencana
  • Terbentur dengan peraturan perundangan berlaku
  • Adanya kesenjangan antara hak dan kewajiban antara pemerintah dengan swasta.

Pubilc Private Partnership atau P3 sudah menjadi model bisnis infrastruktur di Indonesia. Dengan kerjasama antara pemerintah dan badan usaha, maka pembangunan infrastruktur akan tetap bergulir. Daya tarik investor terhadap proyek infrastruktur juga sangatlah besar. Ini dikarenakan terdapat paradigma dan hasil riset yang menyebutkan bahwa infrastruktur termasuk jalan tol adalah resilient business, tahan banting terhadap krisis apa pun. Mengapa demikian, Sekjen Asosiasi Tol Indonesia (ATI) Krist Ade Sudiyono menganalisa, bahwa ini terjadi karena infrastruktur dipersepsikan sebagai public good. Publik masih tetap akan membutuhkan dan memanfaatkan infrastruktur ekonomi dan infrastruktur sosial, apapun situasi dan kondisinya. Namun ternyata, Pandemi Covid-19 memutarbalikkan paradigma dan riset tersebut.

Saat ini penggunaan infrastruktur menurun sangat tajam. Di jalan tol, trafik tol anjlok di kisaran 40 persen hingga 60 persen. Tentu saja, penurunan trafik ini menggerus pendapatan dan kemampuan arus kas operator infrastruktur untuk memenuhi berbagai kewajibannya.

Pada kondisi ini badan usaha yang memegang peran operator tentu mendapatkan masalah. Pendapatan yang jelas didapatkan adalah pemasukan dari tarif penggunaan layanan berkurang. Perhitungan yang sudah dilakukan sebelumnya baik biaya perawatan, intensitas pengguna layanan serta target keuntungan akan berbeda dengan kenyataannya.

Maka dari itu para operator akan menginduksi sistem operasi yang lebih efisien. Tuntutan penerapan sistem freeflow di layanan transaksi tol, integrated traffic management berbasis survilience system, dan proses digitaliasi asset management platform, akan semakin kuat dan mendesak.Semua hal ini bertujuan untuk menekan pengeluaran operator baik dari administratif, tenaga kerja, serta menciptakan sistem yang sesuai dengan kebijakan kebijakan yang berasaskan kesehatan dalam protokol menghadapi pandemi corona. Demikian juga dalam hal kreativitas mencari sumber pendanaan murah. Namun hal ini mempunyai resiko mempengaruhi kualitas dari infrastruktur tersebut. Maka sebelumnya perlu diadakan proses pertimbangan yang tepat. Dan yang terakhir, upaya diversifikasi instrumen pendanaan proyek, akan semakin beragam dan meluas di masa depan paska Pandemi Covid-19 ini berakhir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun