Mohon tunggu...
Fakhira Ainunnisa
Fakhira Ainunnisa Mohon Tunggu... Jurnalis - the stranger girl

cewek kalem

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mengenang Konflik Komunal Poso

28 Januari 2020   06:57 Diperbarui: 28 Januari 2020   07:17 3865
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

KRONOLOGI KONFLIK KOMUNAL POSO

A.      LATAR BELAKANG

Pada tahun 1998, Indonesia mengalami krisis moneter yang disertai dengan fluktuasi kondisi ekonomi dan politik yang tidak menentu. Hal hal tersebut kemudian menggiring Indonesia kepada koflik nasional, baik secara structural maupun horizontal. Pada masa masa ini, Indonesia sangat rentan terhadap perpecahan. Konflik terjadi dimana-mana. Pertikaian pribadi maupun kelompok terus berlanjut. Salah satunya adalah konflik yang disinyalir bernuansa SARA di Poso, Sulawesi Selatan.  

Menurut keterangan yang didapat, konflik ini bermula dari pertikaian antara dua pemuda berbeda agama yang kemudian berlanjut menjadi konfllik antar umat beragama di wilayah tersebut. Hal ini diperparah dengan adanya implikasi-implikasi politik elit nasional, local maupun militer yang semakin menyulut konflik horizontal sehingga titik terang dari konflik ini semain sulit ditemukan dan semakin banyak memakan korban, baik jiwa maupun harta. Selain itu, pihak POLRI juga dianggap lamban dalam menangani konflik yang terjadi.


B.      PEMBAHASAN:

Secara umum, konflik bernuansa SARA yang terjadi di Poso sudah berlangsung tiga kali. Yang pertama terjadi di akhir tahun 1998, tepatnya 24 desember,  yang dengan cepat diatasi oleh pihak keamanan setempat yang diikuti dengan komitmen keduabelah pihak agar konflik ini tidak terulang lagi. 

Akan tetapi, konflik kedua menyusul sekitar 17 bulan kemudian. Tepatnya pada tanggal 16 april 2000. Pada kerusuhan ini, ada dua oknum yang diduga kuat bermain dibelakang kasus ini, yaitu Herman Parimo dan Yahya Patiroyang beragama Kristen. Keduanya merupakan elit politik dan pejabat pemerintahdi Kabupaten Poso.

Beberapa  hari sebelum kerusuhan pertama, terjadikulminasi dari perseteruan kandidat bupati yang menggunakan basis agama. Perludiingat bahwa awal mula terjadinya konflik berkelanjutan ini adalah demokrasi yang tiba tiba terbuka  pada masa reformasi yang membuat siapapun pemenang pilkada akan mengambil semua kekuasaan. 

Padahal sebelumnya melalui muspida, selalu diusahakan agar terjadi keseimbangan. Misalnya, jika pemenang pilkada adalah seorang beragama Kristen, maka wakilnya haruslah seorang yangberagama islam. Dengan demikian terciptalah keadilan dan keharmonisan antara kedua umat beragama. 

Namun setelah ditetapkannya "The Winner Take All"- katawapres. Pihak yang kalah merasa telah terjadi ketidak adilan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa konflik komunal Poso terjadi bukan karena  masalah SARA, melainkan politik dan ketidakadilan yang kemudian menyeret-nyeret nama agama dan ras.

C.      RENTETAN KEJADIAN YANG MENGOMPORI KASUS INI:

a. Pembacokan Ahmad yahya oleh Roy tuntuh bisa lembah di dalam masjid pesantren Darusalam pada bulan ramadhan.

b. Pemusnahan dan pengusiran terhadap suku -- suku pendatang seperti bugis, jawa, dangorontalo, serta kaili pada kerusuhan ke III.

c. Pemaksaan agama kristen kepada masyarakat muslim di daerah pedalaman kabupaten terutama di daerah tentena dusun III salena, sangira, toinase, Boe, dan meko yang memperkuat dugaan bahwa kerusuhan ini merupakan gerakan kristenisasi secara paksa yang mengindikasikan keterlibatan Sinode GKSD tentena.

d. Peneyerangan kelompok merah dengan bersandikan simbol -- simbol perjuangan ke agamaan kristiani pada kerusuhan ke III.

e. Pembakaran rumah -- rumah penduduk muslim oleh kelompok merah pada kerusuhan III. Pada kerusuhan ke I dan II terjadi aksi saling bakar rumah penduduk antara pihak kristen dan islam.

f.  Terjadi pembakaran rumah ibadah gereja dan masjid, sarana pendidikan ke dua belah pihak, pembakaran rumah penduduk asliposo di lombogia, sayo, kasintuvu.

g.  Adanya pengerah anggota pasukan merah yang berasal dari suku flores, toraja dan manado.

h. Adanya pelatihan militer kristen di desa kelei yang berlangsung 1 tahun 6 bulan sebelum meledak kerusuhan III.

              D. DAMPAK DARI KONFLIK INI:

1.       Dampak Sosial Budaya

a.       Dianutnya kembali budaya "pengayau" oleh masyarakat pedalaman

b.      Dilanggarnya nilai-nilai keagamaan yang dianut kedua belah pihak

c.       Runtuhnya bingkai "sintuwu maroso" yang telahlama dianut masyarakat Poso

2.       Dampak Sosial Hukum

a.       Terjadinya disintegrasi masyarakat Poso kedalam kelompok merah dan kelompok putih

b.      Hilangnya nilai-nilai kemanusiaan

c.       Runtuhnya stabilitas keamanan

d.      Adanya perasaan dendam dari korban-korbankerusuhan kepada pelaku

3.       Dampak Sosial Politik

a.       Terhentinya roda pemerintahan

b.      Hilangnya sikap demokratis dan penghormatanterhadap kelompok lain

c.       Legalisasi pemaksaan kehendak kelompok dalammencapai tujuannya

4.       Dampak Sosial Ekonomi

a.       Lepas dan hilangnya factor dan sumber produksi masyarakat

b.      Eksodus besar-besaran penduduk muslim Poso

c.       Terhentinya roda perekonomian

d.      Rawan pangan

e.      Peningkatan jumlah pengangguran serta kelangkaan kesempatan kerja

E.       SOLUSI DARI KONFLIK INI:

Melakukan tindakan nyata agar masyarakat setempat tidak hanya terfokus pada masalah politik. Tindakan represif yang dilakukan oleh aparat tidak menyalahi aturan, meskipun upaya penegakan hukum telah menimbulkan korban jiwa dari warga sipil serta anggota Polri, karena memang kejadian itu sulit dihindari.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun