Mohon tunggu...
FAJRIN PUTRA WIJAYA
FAJRIN PUTRA WIJAYA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional FISIP UIN Jakarta

Tak masalah menjadi dibenci, asal tidak menjadi pembenci.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Invasi Rusia ke Ukraina: Perspektif Realisme dan Neo-Realisme

25 Oktober 2022   15:00 Diperbarui: 25 Oktober 2022   15:05 853
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Rusia dan Ukraina adalah satu negara sebelum Uni Soviet runtuh. Runtuhnya Uni Soviet dan kemudian terpecah menjadi lima belas negara (Estonia, Lithuania, Latvia, Azerbaijan, Georgia, Rusia, Uzbekistan, Moldova, Ukraina, Belarus, Turkmenistan, Armenia, Kazakhstan, Kirgistan, dan Tajikistan) dimulai dengan upaya pemimpin Uni Soviet saat itu, Mikhail Sergeyevich Gorbachev, dalam menyelamatkan kondisi Uni Soviet yang sedang krisis. 

Kebijakan Gorbachev yang akhirnya menyebabkan banyak demokratisasi di beberapa wilayah Uni Soviet menyebabkan banyak wilayah ingin berdaulat dan berpisah dari Uni Soviet. Ini adalah salah satu penyebab keruntuhan dan pembubaran Uni Soviet. Namun, meskipun Uni Soviet telah runtuh, semua perannya dalam politik internasional digantikan oleh Rusia. 

Misalnya, posisi Uni Soviet di anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa saat ini dimiliki oleh Rusia. Tak hanya itu, status negara adidaya milik Uni Soviet juga saat ini dimiliki oleh Rusia. 

Jadi seluruh dunia menganggap bahwa Rusia adalah pengganti Uni Soviet. Terutama, hubungan Rusia dengan Amerika Serikat cenderung bersaing satu sama lain, seperti hubungan antara Uni Soviet dan Amerika Serikat. Oleh karena itu, kesamaan historis (pernah menjadi bagian dari Uni Soviet) antara Rusia dan Ukraina membuat kedua negara memiliki hubungan yang sangat dekat.

Namun, kedekatan hubungan antara Rusia dan Ukraina tidak selalu berjalan dengan baik. Setelah sepakat menjalin hubungan diplomatik pada 14 Februari 1992, hubungan kedua negara mengalami pasang surut. Hal ini karena ada dua pengaruh di Ukraina, yaitu pengaruh negara-negara barat, dan Rusia. Jadi Ukraina adalah semacam negara yang sedang direbutkan oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa, dan Rusia. Beberapa kali berganti pemimpin, ada pemimpin Ukraina yang cenderung dekat dengan Rusia dan juga dekat dengan negara-negara Barat (Amerika Serikat dan Uni Eropa). Kondisi dan lokasinya yang cukup strategis membuat Amerika Serikat dan sekutunya tertarik untuk menyebarkan pengaruh di Ukraina. Sementara Rusia juga tidak ingin pengaruhnya dikalahkan oleh pengaruh negara-negara Barat.

Konflik antara Rusia dan Ukraina bukan saja baru terjadi. Misalnya, ketika ada sengketa pasokan gas pada tahun 2006. Kemudian konflik Semenanjung Krimea pada 2014. Hubungan antara Rusia dan Ukraina mulai menjadi konflik ketika Viktor Yushchenko yang condong ke Uni Eropa terpilih sebagai Presiden Ukraina pada tahun 2005. Pada 2010, hubungan kedua negara mulai membaik ketika Viktor Yanukovych, yang cenderung berpihak pada Rusia, terpilih sebagai Presiden Ukraina. Konflik mulai terulang kembali ketika Ukraina mengalami krisis pada 2013. Yanukovych menolak untuk membuat kesepakatan ekonomi dengan Uni Eropa, krisis di Ukraina tumpah menjadi krisis politik. Yanukovych digulingkan oleh Parlemen Ukraina pada Februari 2014. Oleh karena itu, pemerintah Ukraina dibagi menjadi dua, antara kubu yang berpihak pada Uni Eropa dan kubu yang berpihak pada Rusia (Hendra, Musani, & Samiaji, 2021).

Konflik berlanjut hingga 2014, ketika Krimea meminta bantuan Rusia dalam menyelesaikan konflik di Ukraina. Permintaan ini disambut baik oleh Rusia. Dengan membantu dan mengirim pasukan ke Krimea, Rusia mampu memperkuat pengaruhnya di Eropa Timur dan Timur Tengah. Hal ini karena lokasi geopolitik Krimea yang strategis. Karena konflik ini, ada gerakan separatis bersenjata di Ukraina, terutama di Donetsk dan Luhansk. Rusia dan Ukraina telah berusaha untuk de-eskalasi konflik melalui Perjanjian Minsk pada tahun 2015. Dalam hal ini, Prancis dan Jerman menengahi. Perjanjian itu disepakati bahwa kedua negara akan mengadakan gencatan senjata, menarik senjata dan memberi Ukraina kendali penuh atas seluruh zona konflik. Namun, perjanjian ini belum mampu menyelesaikan konflik antara Rusia dan Ukraina. Hingga akhirnya, yang terbaru, Ukraina kembali mengajukan permohonan untuk bergabung dengan NATO. Hal ini membuat Rusia marah dan akhirnya menginvasi Ukraina pada 24 Februari 2022 (CNBC Indonesia, 2022).

Sebelum melakukan penulisan lebih lanjut, penulis melakukan kajian pustaka untuk memberikan wawasan yang lebih luas guna mendukung tulisan ini. Literatur pertama yang penulis dapatkan adalah karya yang ditulis oleh Giovanna De Maio. Artikel ini berjudul Russia's View of Ukraine After Crisis. Sebagian besar pejabat Rusia memiliki persepsi bahwa Ukraina adalah bagian integral dengan Rusia. Adapun rakyat Rusia, dengan memburuknya hubungan antara Rusia dan Ukraina, rakyat Rusia menganggap bahwa Ukraina adalah musuh mereka. Maio juga menyimpulkan bahwa krisis yang telah terjadi antara Rusia dan Ukraina pada saat yang sama menunjukkan kemampuan persepsi rakyat Rusia dalam mempengaruhi keputusan pemerintah Rusia. Karena Rusia masih merasa bahwa Ukraina berada dalam pengaruhnya, ini juga yang mendorong Rusia untuk berperang (Maio, 2016).

Literatur kedua yang dibaca oleh penulis adalah laporan berjudul The Crisis In Ukraine: Root, Causes, and Scenarios for The Future yang diterbitkan oleh Valdai Discussion Club. Laporan ini umumnya menjelaskan penyebab krisis di Ukraina. Analisis penyebab munculnya krisis di Ukraina dilakukan dari berbagai sudut pandang seperti sejarah, ekonomi, politik, dan campur tangan dari pihak-pihak selain Ukraina. Pihak selain Ukraina adalah pihak yang memiliki kepentingan tertentu dan terlibat dalam krisis Ukraina. Tidak hanya melakukan analisis, ia juga menawarkan berbagai skenario atau kemungkinan yang dapat terjadi dalam krisis Ukraina, serta menawarkan solusi yang dapat menyelesaikan krisis di Ukraina (Valdai Discussion Club, 2014).

Literatur ketiga adalah jurnal karya Taras Kuzio yang berjudul The Origin of Peace, Non-Violence, and Conflict in Ukraine. Jurnal ini mencoba menganalisis penyebab konflik di Ukraina selama lebih dari 20 tahun. Menurut Kuzio, ada beberapa faktor yang membuat Ukraina mengalami krisis dan konflik berkepanjangan. Faktor pertama adalah munculnya Partai Daerah dan Rusia Bersatu yang membawa otoritarianisme neo-Soviet. Faktor kedua adalah banyaknya gelombang protes seperti Bulldozer, Rose and Orange Revolution, dan Euromaidan yang semuanya mendapat dukungan dari negara-negara Barat. Faktor ketiga adalah penolakan terhadap perluasan pengaruh Barat melalui NATO dan Uni Eropa. Faktor keempat adalah pengaruh nasionalisme dan revisionisme yang meluas dalam kebijakan luar negeri Rusia. Keempat faktor inilah yang menjadi penyebab konflik Ukraina (Kuzio, 2015).

Teori realisme tampaknya membantah asumsi-asumsi yang digunakan oleh teori-teori liberalisme atau idealisme yang cenderung optimis terhadap perwujudan perdamaian dunia. Realisme menolak hal ini dengan mengasumsikan negara sebagai manusia yang memiliki sifat egois dan jahat. Realisme dan idealisme sama-sama mengasumsikan keadaan dengan sifat dasar manusia. Bedanya, realisme berpandangan bahwa kodrat manusia itu egois dan jahat. Sebaliknya, idealisme memiliki pandangan bahwa sifat manusia itu baik dan cinta damai. Perdebatan antara keduanya menjadi perdebatan besar pertama yang ada dalam pengembangan studi Hubungan Internasional. Padahal, hingga saat ini keduanya masih menjadi perdebatan dan perbandingan oleh mahasiswa hubungan internasional. Meskipun realisme bukanlah teori yang paling benar dalam studi Hubungan Internasional, itu adalah teori yang sering digunakan dalam studi Hubungan Internasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun