Mohon tunggu...
Gaya Hidup

Kode Keras Sang Filsuf, Pilih yang Cerdas!

8 Agustus 2018   16:50 Diperbarui: 8 Agustus 2018   20:35 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Investasi terbesar bagi bangsa kita yang paling dekat adalah bagaimana pertarungan 2019 nanti mencetak sejarah baru dan melibas ketidakmampuan menggunakan akal pikiran yang diberikan tuhan yang kalau mau di-tweet  biar ga kepanjangan disebut kedunguan. Aku buka dengan kalimat yang aku ketik berulang kali dan perbaiki lalu tetap tidak keren itu, hahah. Itu kalimat yang susah payah aku olah dari hasil menyimak pernyataan seorang filsuf Indonesia, sudah tau siapa kan!

Ok hari ini kita akan cerita soal pernyataan  beliau tentang kenikmatan berpikir dan masa depan negeri. Kita mulai dengan kenimatan berpikir. Kata beliau kenikmatan berpikir itu dapat diperoleh dengan banyak membaca. Maka dalam mempertimbangkan masa depan sebuah negeri harus ada keterkaitan antara penyelenggara negeri itu dengan membaca hingga melahirkan keadaan sebuah negeri yang diurus dengan pikiran.

Sebuah negeri yang berhasil adalah yang menjalankan konstitusinya secara konsisten. Dalam konstitusi itu tugas pemimpin ialah mencerdaskan kehidupan bangsa. Kata beliau lagi, pemimpin harus punya kemampuan mengaktifkan akal pikiran. Bila gagal, berarti melanggar konstitusi. Kejahatan tertinggi dari gagal tersebut adalah mempertahankan kedunguan sehingga bangsa ini kehilangan poin IQ setiap hari, ooh I like this man...

Sejauh ini paham? Bila ingat sebentar lagi akan kita ketahui siapa yang akan berlaga (bukan berantem) dalam momen penentuan masa depan bangsa sebagai pimpinan tertinggi republik ini maka kita harusnya sudah menghentikan debat. Hehe... tapi kan dunia nyata berjalan dengan upaya kita terus berpikir, termasuk mengajak semakin banyak orang untuk berhenti dungu.  Bahwa bangsa kita harus hidup dalam peradaban yang mengalami kemajuan. 

Peradaban itu ditentukan pilihan kita. Saat kita memilih banyak minum air putih hari ini kita sudah berkontribusi dalam memelihara kesehatan punggung salah satu penopang masa depan bangsa, kalau tidak ada kita yang satu, tidak dapat dimulai menghitung yang 250 juta penduduk kece negeri lainnya. Jadi apapun yang kita lakukan menetukan nasib sistem bernama negara. Sederhananya kalau peduli sama negara, peduli sama badan dulu, gitu lah, nah sadarkan kalau kita tidak ada yang kecil, apapun peran kita, kita yang ikut tentukan nasib bangsa, apalagi soal memilih orang nomor satu. Jadi milih itu perlu mikir.

Pilihlah dia yang senang melahap ratusan judul buku. Buku yang pengetahuannya lalu ia bagi dalam ide dan peringatan yang berawal dari pedulinya karena rasa cintanya. Bahaya menitipkan jiwa kita pada orang yang kematangan berpikirnya memprihatinkan itu sungguh nyata. Memihak itu harus, dalam pemilihan apalagi pemimpin. Tapi yang jangan dilakukan adalah melakukan pemujaan karena akan berujung pada fantisme yang mebuat semakin raksasa pemimpin yang tidak ingin diuji dan dikritik.

Kematangan berpikir seorang pemimpin tercermin dari kalimat-kalimat yang ia buat untuk menajalankan kepemimpinannya dan menemukan kalimat itu butuh kecerdasan. Seharusnya berlaku hukum mulut mu elektablitas mu. Bila kita sudah dalam tahapan bangsa yang lihai melihat realitas. Dari pernyataan sebelumnya aku berkesimpulan bahwa yang tidak dapat menemukan kalimat yang tepat sebagai pemimpin maka ia kurang cerdas.

Kegugupan pemimpin dalam berkalimat adalah tamparan bagi sebuah bangsa. Saat dunia melihatnya sebagai wajah kita, (Wajah Indonesia Selanjutnya ) maka apakah kita ingin wajah yang buruk? Itu adalah keputusan kita lewat demokrasi. Apalagi saat kita memiliki wajah yang tak lebih dari sekedar juru baca yang pening membolak balik bacaannya untuk menemukan kaliamat sebagai jawaban. How sad...

Memilih adalah hak sekaligus kewajiban. Mementukan sikap untuk percaya pada dia yang mempersiapkan kalimat-kalimatnya lewat banyak buku yang ia lahap dan cerna,maka kita siap dipimpin menjalankan negeri dengan konstitusi, mencerdaskan kehidupan bangsa. Bahwa pemimpin kita ditahun depan adalah putra bangsa yang memiliki ideologi, adalah harga mati. Pemimpin yang bergerak dengan uraian, diskusi, analisi dan kritis adalah pemimpin dengan ideologi. Bukan dia yang pura-pura berideologi padahal ikut dalam agenda menggerus ideology itu. 

Kita semua tahu siapa, tinggal kita mau atau tidak menyadari bahwa kita tidak boleh buta pada polesan make up panggung seorang pelakon yang berakting Cerdas padahal dungu, atau bahkan sudah semakin sering mempertontonkan kedunguan dimimbar-mimbar lucu-lucuan tidak intelek. karena kekurangan intelektualitas adalah pangkal dari pemalsuan elektabalitas.

Aku yakin dan percaya sosok yang bahkan berkata siap mendukung bila ada yang lebih baik dari dirinya adalah yang berani maju untuk dipilih ,benar untuk mereka yang memilihnya. Ini adalah bentuk keiklasan dalam berjuang. Berjuang untuk negara berarti sudah tidak tentang aku dan tujuan ku lagi, tapi kita bangsa Indoneisa, itu yang aku lihat dari nyaman yang beliau tinggalkan demi Indonesia ini. Orang yang berlaku demikian adalah orang yang kecerdasannya sudah jadi tontonan yang melahirkan harapan bahwa kita bisa diselamatkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun