Mohon tunggu...
Fajriana Razak
Fajriana Razak Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Mahasiswa Pascasarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin

Pelaut yang handal lahir dari ombak yang besar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bagaimana Realitas Pendidikan Anak Bangsa Saat Ini?

30 November 2022   11:05 Diperbarui: 30 November 2022   11:11 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendidikan dewasa ini masih merupakan hal krusial yang menjadi salah satu target capaian dalam Suistainable Development Goals (SDGs)  atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Di mana hak setiap generasi mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Pendidikan merupakan hal yang mendasar dalam nilai kehidupan manusia. Peranannya penting dalam pembentukan Sumber Daya Manusia berkualitas dan handal. Dalam amanat Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, tujuan nasional adalah untuk mencerdasakan kehidupan bangsa yang pada akhirnya akan menopang kesejahteraan rakyat. Bagaimana realitasnya saat ini di Indonesia. Akankah tujuan dalam SDGs keempat ini tercapai di tahun 2030.

Pemerintah telah menggalakkan program " Wajib Belajar 12 Tahun" yang terdiri dari 6 tahun untuk Pendidikan Sekolah Dasar (SD), 3 tahun untuk Pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan 3 tahun untuk Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA). Tantangan klasik yang dihadapi oleh pemerintah dewasa ini adalah masih banyaknya anak-anak Indonesia yang tidak mengenyam pendidikan berdasarkan program tersebut. 

Laporan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) tahun 2021 menunjukkan bahwa ada sekitar 73.303 orang anak putus sekolah pada berbagai jenjang pendidikan. Sekolah Dasar merupakan yang tertinggi mengalami putus sekolah yakni 38.716 orang meskipun data tahun 2020 lebih tinggi sehingga dikatakan data ini mengalami penurunan sebesar 13,02%. Di tingkat Sekolah Menengah Pertama sebesar 15.042 orang terjadi peningkatan 32,2% dari tahun sebelumnya sementara di tingkat Sekolah Menengan Atas (SMA) sebanyak 10.022 orang terjadi penurunan 13,53% dari tahun sebelumnya.

Beban ganda yang kemudian dirasakan adalah beberapa diantara anak-anak Indonesia juga sangat berperan dalam menopang kehidupan keluarga dengan bekerja mencari nafkah. Diantara mereka ada yang terpaksa meninggalkan bangku sekolah demi menjadi pekerja. Inilah realitas yang ada di mana kesulitan ekonomi berimbas pada pendidikan anak bangsa. Berdasarkan data Badan Pusat Satistik (BPS) pada tahun 2021 ada sekitar 940.000 penduduk berusia 10-17 tahun yang tergolong sebagai pekerja anak. Data BPS juga menunjukkan angka pekerja anak berdasarkan partisipasi sekolah , sebagian besar adalah kelompok berstatus putus sekolah yakni 15,03%. Yang tidak/belum pernah bersekolah 2,82%, dan yang masih bersekolah 2,04%. Jumlah yang cukup besar.

Hal ini perlu menjadi perhatian khusus pemerintah, anak-anak yang bekerja tidak hanya akan berisiko kehilangan hak akan pendidikan namun juga sangat berisiko pada lingkungan kerja yang tidak aman dan dapat membahayakan. Bentuk bahaya seperti kecelakaan lalu lintas, polusi udara, jam kerja yang panjang, paparan terhadap perilaku sosial yang tidak baik yang pada akhirnya akan berdampak negatif dan akan mempengaruhi tumbuh kembang anak menjadi tidak optimal.

Tidak hanya berbicara pada permasalahan putus sekolah atau bahkan tidak pernah bersekolah. Seiring dengan perkembangan era globalisasi, tantangan terbaru kemudian muncul. Di mana hal ini menggiring anak-anak Indonesia harus dapat beradaptasi, mau tidak mau anak-anak Indonesia harus menghadapi persaingan secara global. Era digitalisasi yang semakin marak mendorong dunia pendidikan mampu menghadapi berbagai gempuran teknologi yang ada. 

Salah satu contoh, metode belajar yang mengalami pergeseran di mana tidak melulu tatap muka secara langsung namun karena kecanggihan teknologi proses pembelajaran dapat dilakukan secara daring (online). Tidak serta merta hal ini mudah tentunya, mungkin akan menghadirkan berbagai kendala. Namun anak-anak Indonesia harus mampu menyesuaikan dengan berbagai perubahan ini. Penggunaan gadget dalam proses pendidikan, kemudahan akses dalam proses belajar serta kemudahan dalam mendapatkan informasi merupakan efek dari kemajuan teknologi. Kita harus siap, kita harus mampu.

Sungguh sebuah ketimpangan yang luar biasa ketika masih ada anak Indonesia yang berhenti bersekolah dan harus mengubur impiannya untuk menyenyam pendidikan yang layak dan berkualitas. Kemudian di sisi lain anak Indonesia harus dapat beradaptasi dengan perkembangan teknologi, mampu berlari kencang menyesuaikan ritme perkembangan jaman yang semakin menuntut percepatan.

Siap, tidak siap pemerintah perlu memikirkan strategi dalam menghadapi berbagai tantangan ini. Generasi bangsa harus dipupuk sejak dini. Bangsa yang kuat ditopang oleh Sumber Daya Manusia yang handal. Olehnya itu perhatian semua pihak sangat diperlukan untuk mencapai tujuan SDGs di tahun 2030 mendatang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun