Bukan hanya itu, lagu yang dibawakan pengisi acara pun tak luput dari penilaian. Persidangan keenam terjadi di sini. Kalau lagunya dangdut pasti mendapat komentar pedas. Begitu pula lagu-lagu pop, kalau tidak ada dangdutnya dinilai tidak ramah sekitar. Kurang merakyat. Tidak membumi.
Saya heran. Saya juga merasa bahwa menikah menjadi momen yang mengerikan. Setiap tamu minta dipenuhi kebutuhan otak dan seleranya. Karena tiap orang yang datang menjadi kritis. Hadiah berupa amplop maupun kado yang diberikan harus ditebus dengan makanan enak dan lain sebagainya.Â
Padahal, menurut saya menikah itu hal yang sakral. Resepsi ialah bonusnya. Tidak harus semua larut dalam euforia pernikahan. Karena momen itu barulah awal. Kehidupan baru sudah menunggu. Tentunya bersama pasangan. Mengarungi bahtera rumah tangga.Â
Apa harus saya menikah tanpa mewajibkan tamu menyumbang hadiah, biar tidak disidang oleh berbagai pihak?
Doain aja bisa segera nikah, nantinya~