Mohon tunggu...
Fajar Sumardhan
Fajar Sumardhan Mohon Tunggu... Wiraswasta - profil pribadi

jadilah manusia yang berguna untuk sesama

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Andaikan Engkau Manusia (Sebuah Refleksi untuk Penguasa dari Hamba yang Gelisah)

7 Mei 2020   17:11 Diperbarui: 7 Mei 2020   17:25 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Lihat sana-sini, hilir mudik manusia tak ada henti, bak transportasi yang berhenti ketika bahan bakarnya sudah merintih-rintih. Organ tubuh ini rasanya ingin sekali keluar dari buih, yah, buih interpensi dari kuasanya tuan-tuan pemangku, sesepuh, dan penguasa yang suaranya amat nyaring, yang sampulnya amat indah, yang isinya tidak tahu apakah akan senyaring suara dan seindah sampulnya atau tidak, semoga saja masih tetap dalam koridor jalan yang suci, tidak seperti jalan disini, yang sudah teramat sedih, kalaulah jalan itu manusia mungkin dia akan berteriak sejadi-jadinya meminta keadailan pada sang ilahi, ups pada penguasa maksudnya. 

Aku prediksi sih dia akan berkata, yah Tuan kenapa kondisiku buruk sekali, padahal aku sering dilewati manusia-manusia disini, apakah mereka tak risih melihat kondisiku yang sudah tak layak lagi?, huh sungguh malang nasibmu wahai jalan, kalau kamu manusia mungkin kami sudah dicap kehilangan humanisasi, yah humanasasi nilai yang diambil dalam ilmu sosial profetik pak Kuntowijoyo, yang kalau diartikan adalah upaya memanusiakan manusia yang diposisikan sebagai makhluk ciptaan Tuhan.

Tapi salahnya kamu bukan manusia sih, jadi gak ada kewajiban kami untuk menanamkan nilai humanisasi hehehe. Mungkin inilah alasan manusia-manusia disini tak ingin meperindah kondisimu agar tidak buruk rupa, tapi tak bisa disalahkan juga, apalah daya aku dan mereka, kami hanya manusia biasa yang tak punya daya maupun kuasa untuk membuatmu jauh lebih indah, takutnya nanti dibilang sok iya, sok jadi penguasa terus dijauhi deh dari lingkaran-lingkaran panas disini, apa kata dunia...? ups iya ada yang lupa dan mereka.

Melihatmu seperti ini, kadang hatiku merintih dan menggerutu sendiri, apakah mereka yang punya kuasa untuk memperindah kondisimu sudah kehilangan salah satu inderanya?, atau mereka gak mau, proyeknya hilang gara-gara memikirkanmu saja? Walaupun sih katanya, posisimu itu penuh dengan dilema, katanya kamu bukan tanggung jawab mereka, kamu itu tanggung jawab orang yang lebih diatas sana, dioper-oper terus nih ceritanya, uda kayak bola aja haha.

Tapi sih walaupun begitu, seharusnya kamu bisa diperjuangkanlah setidaknya sebagai prioritaslah, karena aku tahu kamu pasti juga iri lihat tetanggamu disana yang dulu kondisinya sama sepertimu bahkan jauh lebih parah, tapi sekarang parasnya sudah mempesona dan orang-orang yang melaluinya akan terlihat bahagia, gak seperti kamu, kalau orang melaluimu pasti naik darah tingginya, sampai temenkupun pasti ngeluh, katanya gini : 

“dari jamannya kau masik diperut mamakmu, sampek kau mau punya istri, jalanan ini tak pernah berubah tetep bikin emosi aja”, malu sih, tapi ya mau gimana lagi, apalah daya hamba hanya orang-orang pinggiran, kalau kata Chairil Anwar, “aku ini hanyalah binatang jalang dari kumpulannya terbuang”.

Kamu adalah cerminan, kamu adalah sampul, kamu adalah gerbang awal, kalau kondisimu seperti itu, berarti itu adalah cerminan bahwa penguasa ditempatmu kondisinya ............ tet, silahkan tafsirkan sendiri. 

Sebelumnya aku meminta maaf padamu, aku tak dapat berbuat banyak, walaupun aku sebagai tunas harapanmu, tapi aku hanya dapat berbuat ini untukmu, semoga aku bukan bagian dari manusia-manusia itu, yang salah satu alat inderanya sudah hilang, entahpun bagi mereka, semua ini hanya sampah yang tak bernilai apa-apa. 

Kamu perlu tahu, tak hanya kamu saja yang terluka, akupun juga dan kuyakin merekapun merasakan hal yang sama, rasanya sudah lama kupendam rasa ini,uda kayak lagu aja hehe. Saatnya suaraku harus lantang, bukan untuk aku tapi untuk keadilanmu dan manusia-manusia yang selalu dikelabui dengan bibir-bibir indah itu, sekarang aku tak peduli, kalaupun nanti aku harus seperti Wijhi Thukul yang dihilangkan atau Marsinah yang dibunuh, aku akan tetap menyuarakan semua itu, karena satu hal yang selalu menjadi peganganku dari eyang Pramoedya Ananta Toer : 

“seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran apalagi dalam perbuatan”. Satu lagi yang menjadi energi untukku adalah bait dari puisi pahlawan keadilan kita Wijhi Thukul : “Apabila usul ditolak tanpa ditimbang, Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan, Dituduh subversif dan mengganggu keamanan Maka hanya ada satu kata: lawan!”.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun