Mohon tunggu...
Fajar Sany
Fajar Sany Mohon Tunggu... -

Saya adalah Fajar.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Keributan di Tetangga Sebelah Timur

2 Februari 2015   09:29 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:58 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Minggu sore sekitar pukul 17.00, tanggal 28 Oktober 2012, hujan turun dengan deras. Suara petir terdengar bersahutan. Langit tertutup awan hitam, membuat suasana menjadi gelap.

Sambil menunggu waktu shalat Maghrib, saya menonton film di komputer, dengan earphone menancap di kedua telinga. Tak lupa segelas teh manis hangat dan biskuit kelapa.

Jam menunjukkan pukul 17.30-an, saya mendengar suara seorang perempuan dari rumah tetangga yang berada di sebelah timur. Dari kamar saya yang berposisi di lantai-2, saya dapat mendengar dengan jelas hampir setiap suara dari arah timur.

Saya pikir itu suara keributan antara si anak sulung (sebut saja si Bombom) dengan kedua ayah-ibunya, yang biasa terjadi karena si Bombom itu orangnya selalu membuat dan mencari masalah. Pada saat itu dia baru lulus SMA. Saya tidak menghiraukannya, pasang kembali earphone ke kedua telinga.

Saya mulai tertarik setelah suara perempuan tersebut mengucapkan “Aa (panggilan untuk laki-laki dalam bahasa Sunda), inget sama Allah!” Earphone dilepas dan saya mulai serius mendengarkan suara itu.

“Aa, ini lihat Al-Qur’an!” Terdengar kalau suara perempuan itu bukan suara ibu atau adik perempuannya, tapi suara perempuan muda berusia sekitar 15-19 tahunan. Pada keributan sebelumnya dengan kedua orangtuanya, ketika dia pernah mencuri semua uang bayaran sekolahnya, dan pulang ke rumah dalam keadaan setengah mabuk, kedua orangtuanya memaki Bombom habis-habisan, terutama ayahnya. Tapi belum pernah terdengar kata “Al-Qur’an” dan “Allah” (meskipun mereka muslim).

Saya curiga kalau suara perempuan itu adalah suara pacarnya, karena waktu dia mencuri semua uang bayaran sekolahnya, dia mengaku digunakan untuk kencan.

Perempuan itu berkata lagi, “Asyhadu An’la Ilaaha Illallah, Wa Asyhadu Anna Muhammada Rosulullah.”

“Astaghfirullahhaladzim, aa jangan aa!”

Dari semua ucapannya, perempuan itu seperti sedang disiksa.

Kemudian terdengar suara-suara yang menunjukkan kalau perempuan itu hendak lari, tapi dicegah. Terdengar suara pintu yang dicoba didobrak, dan perabotan yang jatuh atau tersenggol.

Suara-suara tersebut semakin intens, saya mulai tidak nyaman, takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Saya mencoba menghampiri rumah si Bombom, tapi sudah ada ibu saya dan tetangga saya yang satunya lagi (sebut saja Bu dan Pak Arif) yang sedang mendengarkan juga. Bu Arif memanggil suaminya dan menghampiri rumah si Bombom tersebut, tapi mereka tidak bisa masuk karena pintunya dikunci. Lalu mereka menggedor-gedornya. Karena tidak kunjung dibuka, Pak Arif terpaksa mendobrak pintunya.

Setelah pintu berhasil didobrak, seorang perempuan muda (seperti yang sudah saya duga) keluar sambil berlari, langsung memeluk Pak Arif dan berkata, “Tolong pak, dia akan membunuh saya!”

Ternyata benar perempuan itu adalah pacarnya. Dia mengaku akan dibunuh oleh si Bombom. Dia dicekik, dipukul, dan ditendang. Ketika dia berkata “Aa, ini lihat Al-Qur’an!” dia sedang berusaha menyadarkan si Bombom yang seperti kerasukan setan, tapi si Bombom malah menangkis Al-Qur’an yang disodorkan ke mukanya itu.

Tidak jauh dari rumah Bu dan Pak Arif, ada seorang anggota reserse (sebut saja Pak Salim) yang kebetulan mendengarkan keributan tersebut. Pak Salim langsung datang dan mengurusi si Bombom.

Saya dapat mendengar perkataan Pak Salim kalau perbuatan si Bombom tadi sudah masuk dalam tahap kriminal karena terjadi penganiayaan. Dan si Bombom juga sudah bukan termasuk di bawah umur lagi, dengan usianya yang saat itu adalah 18 tahun.

Setelah itu saya masuk kembali ke dalam rumah untuk melaksanakan shalat Maghrib. Saya tidak tahu kelanjutannya bagaimana, tapi hingga saat ini, si Bombom tidak pernah dipenjara atau berurusan dengan kepolisian. Tapi dia tetap selalu membuat dan mencari masalah. Mendengar tetangga sebelah timur ribut sudah menjadi hal yang lumrah bagi saya.

31 Januari 2015

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun