Mohon tunggu...
Fajar Salman
Fajar Salman Mohon Tunggu... -

Jangan biarkan lidahmu memotong lehermu sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Kalau Tak Prabowo-AHY, Sulit Ganti Presiden 2019

16 Juli 2018   15:38 Diperbarui: 16 Juli 2018   15:42 1154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Membaca pertemuan Partai Gerindra, PKS dan PAN tempo hari makin jelaslah paslon yang akan menjadi competitor Jokowi di Pilpres 2019. Mereka adalah Prabowo Subianto dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Perkara Prabowo jadi capres, saya pikir tak perlu diulas. Toh, Partai Gerindra, PKS dan PAN sudah sepakat. Jadi mari kita bicara cawapresnya, yakni AHY.

Pertama, tingkat popularitas dan elektabilitas AHY jauh lebih besar ketimbang Zulkifli Hasan (PAN) atau Ahmad Heryawan (PKS). Modal politik AHY masih berada di tiga besar bersanding dengan Anies Baswedan dan Gatot Nurmantyo.

Kedua, AHY memiliki dukungan besar dari kalangan generasi milenial. Di Indonesia, proporsi generasi millenial sekitar 34,45 persen, lebih dari sepertiga jumlah penduduk negeri ini.

Ketiga, AHY adalah kandidat three in one. Jika Prabowo mengandeng AHY artinya ada tambahan modal politik dari sisi personal AHY, dukungan Partai Demokrat, serta karismatik seorang Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Tiga hal ini adalah modal politik yang orisinal dari seorang AHY yang tidak dimiliki oleh kandidat-kandidat yang disodorkan PKS dan PAN.

Tentu saja Prabowo bisa putar kemudi, mengambil Anies Baswedan atau Gatot Nurmantyo sebagai cawapresnya. Tapi kita sama-sama paham bahwa tingkat resistensi terhadap Anies. Publik bahkan tokoh-tokoh politik top semacam Jusuf Kalla dan Akbar Tandjung sudah tegas-tegas meminta Anies untuk fokus mengurus DKI Jakarta hingga akhir masa jabatannya.

Sementara nama Gatot Nurmantyo sudah semakin tenggelam dalam kompetisi ini. Pasalnya Gatot hingga hari ini belum memiliki parpol pengusung. Belum lagi penampakan Gatot di teras lobi Trump Tower New York sambil memegang koper di tangan kanan. Fakta purnawirawan yang pernah ditolak masuk AS ini, membikin desas-desus: jangan-jangan Gatot adalah "jago" yang diinginkan Trump?

Kembali ke laptop, saya pikir latar belakang ini menjadi landasan yang tepat agar Prabowo-AHY bisa maju bersama dalam Pilpres 2019. Keberadaan AHY di barisan Prabowo akan mendongkrak dukungan publik terhadap Prabowo yang besarnya jauh lebih signifikan ketimbang kandidat-kandidat yang lain. Sehingga Prabowo-AHY adalah pasangan yang tepat, dan paling rasional, yang bisa dimajukan untuk menghadapi Jokowi cs.

Tentu saja yang namanya politik tidak bisa berjalan lurus. Akan muncul polemik, ancam-mengancam, tapi saya yakin semua itu hanya sebatas gertak-sambal. PKS contohnya, mustahil hengkang dari barisan Prabowo. Pertama, karena kultur PKS yang kadung bertolakbelakang dengan koalisi Jokowi. Kedua, PKS tentu mengharapkan limpahan elektoral dari kalangan pemilih oposisi. Jika PKS sampai berani menyeberang ke kubu Jokowi, sudah pasti PKS akan memerima nasib sebagaimana TGB---dibully habis dan ditinggalkan pemilih kontra Jokowi.

Sementara PAN, saya pikir akan bersikap rasional. Lebih baik mundur selangkah, agar barisan ini bisa mendulang kemenangan di Pilpres. Ketimbang memaksakan kader meski potensi kemenangan jauh lebih kecil ketimbang kandidat yang lain.

Jadi filosofinya harus digeser. Bukan cuma "saya dapat apa", tapi pertama-tama "kita harus menang" terlebih dahulu. Kan tidak mungkin bicara "dapat apa" jika Jokowi cs memenangkan Pilpres 2019.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun