Mohon tunggu...
PIL Kelas 5 Tekkim
PIL Kelas 5 Tekkim Mohon Tunggu... -

kelas 5 PIL tekkim ITS

Selanjutnya

Tutup

Nature

Pengolahan Limbah Negara Maju

19 Mei 2013   21:55 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:20 4307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Mungkin kita sering sekali menjumpai isu isu lingkungan yang ada di Indonesia ini, salah satu contohnya yaitu masalah sampah yang terus berkelanjutan. Di Indonesia sendiri system pengelolaan sampah masih kurang bagus karena seperti yang kita ketahui masalah tentang sampah di sungai yang sampai menyebabkan banjir, TPA yang menjadi gunung sampah yang tidak kejelasan bagaimana nasib sampah sampah yang sudah tertimbun di TPA.

Pada artikel ini akan diberikan beberapa contoh bagaimana pengelolaan sampah yang telah dilakukan dibeberapa Negara maju dari seluruh dunia

1.Korea

Jika anda beranggapan bahwa Negara maju pasti memiliki masalah dalam pengelolaan sampah, pikiran anda keliru. 1. Menurut laporan UNEP Green Economy, dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Korea dengan berbagai kebijakannya, berhasil menggalakkan program daur ulang di Negeri Ginseng itu sekaligus menciptakan ribuan lapangan kerja baru. Hal tersebut dilakukan pemerintah demi menciptakan masyarakat yang mampu memanfaatkan kembali sumber daya (Resource Recirculation Society).

Kebijakan “Extended Producer Responsibility” (EPR) dari pemerintah mewajibkan perusahaan dan importir untuk mendaur ulang sebagian dari produk mereka. (EPR) adalah suatu strategi yang dirancang untuk mempromosikan integrasi semua biaya yang berkaitan dengan produk-produk mereka di seluruh siklus hidup (termasuk akhir-of-pembuangan biaya hidup) ke dalam pasar harga produk. Tanggung jawab produser diperpanjang dimaksudkan untuk menentukan akuntabilitas atas seluruh Lifecycle produk dan kemasan diperkenalkan ke pasar. Ini berarti perusahaan yang manufaktur, impor dan / atau menjual produk diminta untuk bertanggung jawab atas produk mereka berguna setelah kehidupan serta selama manufaktur. Prinsip pengotor membayar - prinsip pengotor membayar adalah prinsip di mana pihak pencemar membayar dampak akibatnya ke lingkungan. Sehubungan dengan pengelolaan limbah, ini umumnya merujuk kepada penghasil sampah untuk membayar sesuai dari pembuangan

Lima tahun setelah kebijakan EPR ini diluncurkan yaitu pada 2003, sebanyak 6,067 juta ton sampah berhasil didaur ulang dengan manfaat finansial mencapai lebih dari US $1,6 miliar. Pada 2008, sebanyak 69.213 ton produk plastik berhasil didaur ulang, membawa manfaat ekonomi sebesar US$69 juta. Selain itu, dalam masa empat tahun penerapan EPR (2003-2006), sistem ini berhasil menciptakan 3.200 lapangan kerja baru .

Manfaat EPR terhadap lingkungan juga tak kalah besarnya. Dengan mendaur ulang produk-produk yang ditentukan oleh EPR, Korea berhasil mengurangi emisi karbon dioksida rata-rata 412.000 ton per tahun. Sistem EPR juga berhasil mencegah terciptanya 23.532 ton emisi gas rumah kaca dari pembuangan dan pembakaran sampah plastik.

2.Mesir

Sementara di Negara asia lainnya yaitu mesir sampah yang dibuang harus dipilah, sehingga tiap bagian dapat dikomposkan atau didaur-ulang secara optimal, daripada dibuang ke sistem pembuangan limbah yang tercampur seperti yang ada saat ini. Dan industri-industri harus mendesain ulang produk-produk mereka untuk memudahkan proses daur-ulang produk tersebut. Prinsip ini berlaku untuk semua jenis dan alur sampah.

Pembuangan sampah yang tercampur merusak dan mengurangi nilai dari material yang mungkin masih bisa dimanfaatkan lagi. Bahan-bahan organik dapat mengkontaminasi/ mencemari bahan-bahan yang mungkin masih bisa di daur-ulang dan racun dapat menghancurkan kegunaan dari keduanya. Sebagai tambahan, suatu porsi peningkatan alur limbah yang berasal dari produk-produk sintetis dan produk-produk yang tidak dirancang untuk mudah didaur-ulang; perlu dirancang ulang agar sesuai dengan sistem daur-ulang atau tahapan penghapusan penggunaan.

Program-program sampah kota harus disesuaikan dengan kondisi setempat agar berhasil, dan tidak mungkin dibuat sama dengan kota lainnya. Terutama program-program di negara-negara berkembang seharusnya tidak begitu saja mengikuti pola program yang telah berhasil dilakukan di negara-negara maju, mengingat perbedaan kondisi-kondisi fisik, ekonomi, hukum dan budaya. Khususnya sektor informal (tukang sampah atau pemulung) merupakan suatu komponen penting dalam sistem penanganan sampah yang ada saat ini, dan peningkatan kinerja mereka harus menjadi komponen utama dalam sistem penanganan sampah di negara berkembang. Salah satu contoh sukses adalah zabbaleen di Kairo, yang telah berhasil membuat suatu sistem pengumpulan dan daur-ulang sampah yang mampu mengubah/memanfaatkan 85 persen sampah yang terkumpul dan mempekerjakan 40,000 orang.

3.Belanda

Sementara di Negara yang pernah menjajah Indonesia yaitu belanda pengelolaan sampah sudah berkembang walaupunsampai dengan abad ke-17 penduduk Belanda melempar sampah di mana saja sesuka hati. Di abad berikutnya sampah mulai menimbulkan penyakit, sehingga pemerintah menyediakan tempat-tempat pembuangan sampah. Di abad ke-19, sampah masih tetap dikumpulkan di tempat tertentu, tapi bukan lagi penduduk yang membuangnya, melainkan petugas pemerintah daerah yang datang mengambilnya dari rumah-rumah penduduk. Di abad ke-20 sampah yang terkumpul tidak lagi dibiarkan tertimbun sampai membusuk, melainkan dibakar. Kondisi pengelolaan sampah di Negeri Kincir Angin (Belanda) saat itu kira-kira sama seperti di Indonesia saat ini.

Di Belanda, mereka memisahkan sampah menjadi: sampah organik, sampah yang bisa didaur ulang, sampah yang tidak berbahaya bila dibakar, dan sampah yang berbahaya/beracun. Pemerintah Belanda menyediakan tempat2 sampah sesuai jenisnya, sehingga memudahkan dinas pengelolaan sampah untuk mengolahnya. Sampah organik seperti sisa makanan ataupun daun2an kemudian diproses menjadi pupuk kompos. Sampah2 seperti kertas, kaca, dan logam bisa didaur ulang kembali. Sedangkan sampah2 yang tidak berbahaya dibakar untuk kemudian bisa membangkitkan pembangkit listrik tenaga uap (ini bisa jadi solusi buat PLN yang katanya lagi krisis energi). Sedangkan sampah2 berbahaya seperti batu baterai dan aki di karantina karena berbahaya bagi lingkungan (sanitary landfill

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun