Mohon tunggu...
Fajar Muhammad Hasan
Fajar Muhammad Hasan Mohon Tunggu... profesional -

Petualang yang mencari kebenaran\r\n*twitter @fajarmhasan\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Politik

Peta kekuatan partai 2014

24 Februari 2013   09:14 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:47 4781
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tahun 2013 disebut sebagai tahun politik. Karena aura persaingan pada 2014 sudah terasa sejak awal tahun 2013, sejak gong start kampanye dibunyikan KPU. Untuk meramalkan pemenang pemilu 2014, kita bisa melihat kekuatan dan kelemahan masing-masing partai.

Partai Demokrat. Partai besutan SBY ini bertumpu pada ketokohan SBY. Para pemilih –banyak yang-- tidak melihat siapa caleg demokrat, mereka memilih Demokrat adalah semata-mata figur SBY. Faktor SBY pula yang menyebabkan aliran uang mengalir deras ke kantong Demokrat. Kalau melihat kampanye tahun 2009 bisa dipastikan memang Demokrat berdana besar. Sumber dari Nazaruddin menargetkan 17 Triliun untuk kampanye 2014, bukan jumlah yang main-main. Namun Demokrat mempunyai dilema yaitu dengan tidak mungkin dicalonkannya SBY sebagai presiden untuk ketiga kalinya. Sebenarnya dengan tersingkirnya Anas, Demokrat kembali ke wajah SBY. Namun lagi-lagi bermasalah dengan cara meyakinkan konstituen bahwa di Demokrat SBY masih memegang kunci. Akankah penempatan Ibas atau Pramono atau kerabat dekat SBY pada posisi Ketua Umum akan meningkatkan elektabilitas Demokrat yang diramal terjun bebas dibawah 2 digit ? atau justru menjadi partai kecil ? Pemilih yang kecewa dengan gerak lambat SBY ditambah dengan loyalis SBY yang merasa SBY tidak mungkin lagi menjadi presiden akan menjadi tantangan terbesar Demokrat, selain adanya beberapa kasus yang mencuat seperti Nazaruddin, Angie, Andi, Anas dkk.

Partai Golkar. Partai yang didirikan pada era orde baru ini sudah sangat teruji dengan guncangan-guncangan yang sangat keras. Baik opini media sebagai partai Orba (bisa bermakna positif maupun negatif), partai korup dan bahkan Ketua Umumnya pernah menjadi tersangka ! tetapi konsolidasi internal Golkar memang sangat bagus sehingga elektabilitas partai terjaga dalam kisaran angka 20%. Kekuatan Golkar adalah karena proses pengkaderan yang memang sudah dilakukan sejak tahun 70an. Banyak tokoh masuk dan banyak tokoh keluar tapi Golkar tetap tegar. Trend penurunan suara memang ada, tetapi tampaknya golkar mampu menahan laju turunnya perolehan suara sehingga turun perlahan. Kekuatan sebenarnya adalah banyaknya tokoh didalam golkar yang membawa gerbong sendiri-sendiri. Kelebihan ini sekaligus kelemahan, karena jika ada tokoh golkar yang keluar pasti diikuti oleh gerbongnya. Surya Paloh adalah contoh terakhir yang paling bagus untuk kasus ini. Untuk menghidupkan partai, Golkar menganut aliran gizi yakni harus punya uang banyak atau menjadi jalan banyak uang. Pandangan ini menjadi alasan terpilihnya Yusuf Kalla menjadi Ketua Umum yang sudah ditendang dari Golkar, karena menjadi Wapres. Terpilihnya ARB juga tidak luput daripada cara pandang gizi ini. Partai ini juga punya senjata berupa konglomerat Media. Media-media diarahkan untuk pencitraan positif Golkar dan mengungkap citra negatif partai2 lain.

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). PDIP mengandalkan ketokohan Soekarno dan keturunannya. Ketenaran Soekarno memang masih sangat membekas bagi sebagaian masyarakat Indonesia. Jadi sangat wajar kalau kita lihat ada kader yang rela minum air cucian kaki Megawati. Dari sini terlihat militansi PDIP sangat kuat, walaupun bisa dinilai urang rasional. Untuk massa akar rumput/kader level bawah keadaan tersebut tidaklah bisa disebut sebagai kelemahan. Terhambatnya kader-kader untuk sampai ke puncak karir memang merupakan salah satu kelemahan. Karena keputusan di tangan sang tokoh.

Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Partai ini terkenal sebagai partai kader. Soliditasnya teruji dengan guncangan kasus Arifinto, Yusuf Supendi dan Luthfi. Kelebihan partai kader juga merupakan kekurangan karena tidak adanya tokoh sangat berpengaruh di masyarakat. Sebenarnya kalau hanya untuk pemilu legislatif, kelemahan ini bisa disiasati dengan membuat tokoh-tokoh local atau pandekatan kader-kader yang jumlahnya mencapai satu jutaan. Jika setiap kader rata2 mampu menggaet 10 orang saja sebagai pemilih maka sudah 10 juta suara ditangan. Namun strategi ini akan sulit diterapkan untuk kasus pilpres. DKI menjadi satu batu uji. Tokoh yang disebut kartu As pun bisa pecundangi. Kelebihan dari partai ini adalah operasional partai bisa ditanggung bahkan hampir tanpa modal. Kelebihan partai ini adalah perolehan suaranya susah turun. Tetapi untuk naik cepat perlu dipertanyakan, karena resep lama tidak bisa dipakai 2x. Entah strategi baru apa yang dipakai.

Partai Amanat Nasional (PAN). PAN menjadi partai yang stagnan 2x pemilu. Jadi untuk merubah cap ini perlu usaha keras pengurusnya. PAN tidak lepas dari ketokohan Amien Rais yang mulai meluntur dan Muhammadiyah. Dilema bagi PAN adalah jika terus menempel ke Muhammadiyah akan susah untuk ekspansi (stagnan) tetapi untuk berpisah dengan Muhammadiyah ada kesan ditinggalkan oleh warga Persyarikatan ini. Terobosan PAN dengan mengandalkan rekrutmen artis sebagai vote getter lumayan ada hasil. Akankah strategi rekrutmen artis kembali menjadi andalan ? Rapatnya hubungan SBY dan HR sesama pamuncak partai memungkinkan koalisi permanent diantara 2 partai. Tetapi kembali menjadi tanda tanya, berpengaruhkan koalisi itu bagi keduanya ?

Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). PKB besar dalam naungan NU. Fatwa yang tidak memilih PKB tidak masuk sorga merupakan suatu penggunaan idiom agama untuk ‘mempertahankan’ massa inti mereka. Disisi lain menimbulkan antipati atau minimal kurang simpati pada PKB. Tersanderanya Muhaimin atas kasus korupsi dan pemanfaatan Rhoma Irama juga akan berdampak positif sekaligus negatif. Masih menjadi tanda tanya besar, apakah PKB bisa bertahan dengan perolehan suara seperti 2009. Terhapus dalam elektoral sih mungkin tidak, tapi untuk naik atau bertahan jelas perlu usaha keras.

Partai Persatuan Pembangunan (PPP). PPP membawa slogan Rumah Islam. Strategi yang cukup brilian, karena ceruk pemilih islam yang ditinggalkan PKS, PAN, PKB ‘diambil alih’ oleh PPP dengan jargon partai Islam. Partai yang sudah merakyat karena punya riwayat panjang sebagai fusi dari partai2 yang berbasis Islam dijaman orba. Kekuatan PPP adalah  tokoh2 yang tua yang ternostalgia oleh satu partai islam dijaman orba. Trend suara PPP mengalami proses penurunan. Apakah trend turun ini bisa ditahan ? Apakah slogan Rumah Islam akan cukup menjadi magnet bagi pemilih islam ?

Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Gerindra ditopang oleh Prabowo subianto dan keluarganya. Dari sisi Prabowo, dia mempunyai kekuatan intelijen yang sangat bagus. Mampu melakukan operasi-operasi intelijen, seperti melumpuhkan lawan dan menggalang massa. Apalagi ditunjang dana tidak terbatas dari Hasyim, adik Prabowo. Contoh nyata adalah naiknya Jokowi tidak lepas dari operasi intelijen untuk menaikkan prabowo. Kalau kekuatan ini digunakan maka gerindra cukup ada harapan untuk naik dalam kisaran 10%.

Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura). Hanura hampir mirip dengan Gerindra dengan perbedaan yang nyata adalah tidak ada dana pendukung yang cukup besar. Masuknya HT memang sangat menjanjikan. Operasi intelijen tidak akan jalan jika tidak didukung oleh dana sangat besar. Selain dana yang sangat besar, HT juga punya media yang sangat banyak. Sayangnya HT sendiri juga merupakan ancaman terselubung. Kasus hengkangkan HT dari Nasdem menunjukkan HT punya ambisi yang sangat besar untuk mengamankan bisnisnya, sebuah ciri khas partai yang dimodali konglomerat.

Partai Nasionalis Demokrat (NasDem). Nasdem merupakan partai baru. Keunggulan partai ini adalah belum punya pengalaman, jadi tidak akan bisa ditembak dengan kasus-kasus kader busuk. Metro TV sebagai media pendukung Nasdem juga luar biasa dalam memberikan citra negatif kepada semua partai (kecuali nasdem). Sayangnya perpecahan diawal hidupnya mengesankan Surya Paloh tidak bisa berbagi. Hanya menguatkan kesan, mengapa dia keluar dari Golkar.

Siapakah yang muncul sebagai pemenang ? paling tidak yang berambisi dan bersemangat untuk menang adalah Golkar, PDIP, PKS, Gerindra dan Hanura . Yang lainnya bahkan mantan juara 2009, Demokrat seperti tidak berani bercita-cita untuk menjadi juara. Apakah tekat kuat 5 partai itu didukung usaha-usaha yang memadai ? Akhirnya toh rakyat Indonesia yang menentukan.

Mari kita lihat tahun depan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun