Mohon tunggu...
Fajar Nugroho
Fajar Nugroho Mohon Tunggu... -

Bapak dengan dua orang anak, mengabdi untuk pendidikan\r\n\r\nwww.fajaralayyubi.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Urip Mung Mampir Ngombe

6 November 2012   04:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:54 1101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Urip mung mampir ngombe , atau jika dibahasa Indonesiakan ”Hidup itu hanya mampir minum.” Bagi masyarakat Jawa peribahasa ini tak asing. Di setiap pengajian-pengajian dengan pengantar Bahasa Jawa peribahasa ini sering disampaikan untuk mengingatkan kepada jamaah untuk selalu memperbanyak amal sholeh sebagai bekal di akherat. Karena apa, karena hidup di dunia sangat sebentar ibarat mampir untuk minum. Gunakan kesempatan sebelum nyawa sampai tenggorokan. Peribahasa singkat namun sarat akan pesan spiritual.

Bagi saya, peribahasa jawa ini mengingatkan pada dua hal.

Pertama, adalah bahwa kehidupan di dunia ini bukanlah tujuan akhir dari perjalanan hidup manusia. Artinya masih ada kehidupan setelah kematian. Kematian manusia di dunia adalah awal dari kehidupan baru. Kehidupan baru itu berisi konsekuensi ketika hidup di dunia. Apa yang didapat pada kehidupan baru itu tergantung apa yang diombe (minum) selama di dunia. Jika apa yang diombe selama di dunia adalah hal yang baik-baik dan diridhoi maka baik pula apa yang dirasakan setelah di kehidupan baru itu. Begitu pula sebaliknya. Tidak ada upaya pribadi selama kehidupan setelah kematian untuk menambah atau mengurangi apa yang dirasakan selama kehidupan setelah kematian. Upaya pribadi hanya bisa dilakukan selama hidup di dunia. Bekal diambil selama di dunia dan dipakai setelah lepas dari dunia dan tidak bisa kembali lagi.

Kedua, adalah kehidupan di dunia hanyalah sebentar. Diibaratkan hanya mampir untuk minum saja lalu kemudian melanjutkan perjalanan. Coba bandingkan satu hari di akherat sama dengan 50 ribu tahun di dunia. Jelas tidak ada sepersekian detik kehidupan di dunia jika dibandingkan kehidupan di akherat. Namun kehidupan yang sepersekian detik itu sangat menentukan nasib setelahnya. Karena hanya inilah kesempatan manusia untuk mempersiapkan perjalanan panjang selanjutnya. Ibarat perjalanan di padang pasir yang luas, dunia adalah oasenya. Peluang mengambil air dibuka seluas-luasnya. Apakah manusia mau minum saja dan kemudian bersenang senang atau minum lalu kemudian mengumpulkannya untuk bekal nanti, itu sebuah pilihan dan tentunya tiap pilihan mempunyai pertanggung jawaban.

Kata Rasul Saw. hanya orang cerdas yang mempersiapkan bekal dan sebaik-baik bekal adalah taqwa. Wallahua’lam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun