Mohon tunggu...
Fajar
Fajar Mohon Tunggu... Supir - PEZIARAH DI BUMI PINJAMAN

menulis jika ada waktu luang

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Paus Fransiskus Inginkan Damai, Tanpa Perkelahian "tentang" Tuhan

10 Oktober 2013   14:01 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:43 985
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13813889001247232392

[caption id="attachment_271467" align="aligncenter" width="569" caption="Illustrasi Paus Fransiskus. | FILIPPO MONTEFORTE / AFP (kompas.com)"][/caption]

Baru-baru ini, Paus Fransiskus melontarkan sebuah pernyataan 'menggelitik' dan mengejutkan: "Saya percaya akan Tuhan, tetapi bukan (kepada) Tuhan Katolik. Tuhan bukan Katolik. Tuhan adalah universal, dan kita adalah umat Katolik karena cara kita memuja Dia. Yesus adalah guru dan pemimpin saya. Tetapi Tuhan, Bapa, adalah cahaya dan Sang Pencipta. Itulah yang saya yakini. Apakah menurut Anda keyakinan kita jauh berbeda? Pandangan Vatikan sentris telah mengabaikan dunia di sekitar kita. Saya tak sepakat dengan cara ini, dan saya akan lakukan apa pun untuk mengubahnya."

Mungkin bagi banyak orang yang tidak memahami konteks pembicaraan Paus Fransiskus, pernyataan ini membingungkan. Bagi orang Katolik sendiri pun bisa membingungkan jika pernyataan Paus ini dicopot dari konteks pembicaraannya karena Paus yang ajarannya bersifat mengikat untuk semua umat Katolik di seluruh dunia malah melalui pernyataannya ini  seolah-olah jatuh dalam pandangan relativisme/pluralisme tanpa integritas.

Dari pernyataan-pernyataan Paus di atas pun bisa ditarik apa sesungguhnya konteks dan maksud pernyataan "kontroversialnya" tersebut.

Pertama, Paus memang tidak percaya pada Tuhan yang seolah-olah secara eksklusif milik orang Katolik. Paus ingin membuka pintu Gereja Katolik (umat dan hirarki) untuk menghargai dan menghormati realitas kebenaran yang diajarkan di dalam agama-agama lain. Bahwa perbedaan ajaran jangan sampai memecah belah umat Katolik dengan umat manusia yang punya ribuan agama/aliran kepercayaan. Jangan sampai umat Katolik kemudian merasa bahwa Tuhan dalam agamanyalah yang paling benar, sehingga tidak lagi mampu menghargai perbedaan cara pandang Ketuhanan yang ada dalam agama-agama lain. Hal inilah yang mau ditegaskannya kembali dengan kalimat terakhir dalam pernyataannya di atas: "Apakah menurut Anda keyakinan kita jauh berbeda? Pandangan Vatikan sentris telah mengabaikan dunia di sekitar kita. Saya tak sepakat dengan cara ini, dan saya akan lakukan apa pun untuk mengubahnya."

Di sini, Paus ingin mengubah cara pandang kaum konservatif di dalam Gereja Katolik yang 'sulit' untuk melihat dan menghargai realitas kebenaran dalam agama-agama lain. Paus ingin agar apa yang menjadi hasil Konsili Vatikan II terkait pandangan Gereja Katolik terhadap agama-agama lain sungguh-sungguh dihidupi oleh umat Katolik di mana pun demi menciptakan tatanan dunia yang lebih damai. Agama hakekatnya membawa damai. Namun jika agama tidak lagi menjadikan penganutnya menjadi pembawa damai: apa lagi yang tersisa dan bisa diharapkan?

Kedua, dengan pernyataan yang pertama di atas lantas bukan berarti Paus kemudian jatuh dalam relativisme tanpa integritas bahwa semua agama itu sama saja. Jika semua agama sama saja, sebaiknya agama-agama di muka bumi ini (entah berapa jumlahnya) dileburkan di dalam satu agama saja: agama tanpa agama. Karena itulah mengapa ia menegaskan bahwa: "Yesus adalah guru dan pemimpin saya. Tetapi Tuhan, Bapa, adalah cahaya dan Sang Pencipta. Itulah yang saya yakini."

Dari kedua pernyataan ini, Paus ingin menegaskan kembali pandangan/sikap Gereja Katolik terhadap penganut-penganut agama lain. Sekaligus menjadi himbauan kepada umat Katolik di seluruh dunia untuk bersikap pluralis tetapi berintegritas terbuka.

Sikap pluralis berintegritas terbuka ini mau mengatakan bahwa silahkan umat Katolik percaya dan yakin bahwa iman Katolik ini adalah jalan terbaik baginya menuju Bapa, Sang Cahaya, dan Pencipta semesta alam dan menyelamatkan dosa-dosanya melalui Yesus Kristus.

Akan tetapi, jangan sampai keyakinan ini kemudian jatuh dalam sikap fundamentalis ketika berelasi dengan umat beragama lain yang juga mempunyai keyakinannya sendiri (vatikancentris). Sikap terhadap ajaran agama lain adalah menghargai karena itulah jalan yang diyakini oleh penganut agama-agama lain untuk mencapai Tuhan, Pencipta Alam Semesta.

Dengan kata lain, jangan sampai orang beragama terlalu sibuk mempertentangkan ajaran agama yang satu dengan yang lain (demi mencari mana yang paling benar) dan lupa untuk mengubah diri menjadi lebih baik oleh ajaran agamanya, sehingga orang lain bisa mengecap kasih, damai, dan suka cita bagi segenap makhluk apa pun jenis agamanya.

Naga-naganya, bakalah ada Konsili Vatikan III di masa kepausan Paus Fransiskus :smile:

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun