Mohon tunggu...
Fajar Sutrisno
Fajar Sutrisno Mohon Tunggu... Hamba Allah -

Pengelana Kata...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dari Kegelapan Menuju Cahaya

16 Mei 2019   13:17 Diperbarui: 16 Mei 2019   13:50 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Iring-iringan kurung batang yang membawa tubuhkku tiba di Mesjid di dekat rumahku. Mesjid As-suada, berasal dari kata Su'ada yang artinya 'beruntung'.

Sepatah dua patah kata disampaikan oleh pengurus Mesjid. Di akhirnya dimintakan maaf atas segala kesalahan si mayit selama hidup. Ya, aku kini sedang berada di Mesjid. Bedanya bukan dengan kehendak sendiri, namun dengan digotong.

Prosesi menshalatkan jenazahku yang diikuti oleh sedikit orang pun selesai. Kembali kurung batang diangkat kembali. Kali ini dimasukkan ke dalam ambulans.

Berjalan pelan, iring-iringan kendaraan yang membawa jenazahku kemudian berjalan pelan. Kembali aku bertanya "Mau dibawa kemana jenazahku?". Namun seperti sebelumnya, tidak ada yang menjawab.

Sampailah rombongan yang mengantar jenazahku di suatu tempat, Pemakaman Umum. Ya, tempat yang ketika aku hidup dulu selalu aku lewati dengan terburu-buru, kini aku datangi dengan terpaksa.

Terlihat tumpukan tanah merah disamping kubur yang sudah digali. Kurung batang dibuka, jenazahku digotong kembali. Dimasukkan dengan perlahan ke dalam liang lahat. Dengan dibaringkan, wajahku dihadapkan ke arah Baitullah. Kemudian kafan penutup wajahku pun dibuka, disentuhkan ke dasar liang lahat dengan gumpalan tanah yang telah dibentuk sebelumnya sebagai bantal untukku.

Papan kayu pun di tutupkan disepanjang liang lahat. Gundukan tanah disamping liang lahat mulai kembali dimasukkan untuk menutupi jenazahku. Terdengar isak tangis dan tahlil mengiringi.

Semua pergi meninggalkanku. Langkah kakinya terdengar begitu jelas ditelingaku. Tiga hal mengantarku sampai disini, keluargaku, harta bendaku berbentuk kendaraanku dan amal ibadahku. Namun, keluargaku dan harta bendaku kembali pulang. Tinggallah aku dan amal baikku yang bertahan.

Demikian kisahku. Dalam satu dua hari, rekan-rekan kerja, karib kerabat akan melupakanku dan kembali disibukkan dengan dunia. Keluargaku pun begitu, hanya beberapa minggu masih berduka mengingat kenangan bersamaku saat hidup untuk kemudian secara perlahan mulai melupakanku.

Aku kini hanyalah sebuah nisan bernama yang segera terlupa. Sebutir pasir di semesta yang tiada artinya. Dari tanah, kembali ke tanah.

Dari Kegelapan Menuju Cahaya. Cukuplah kematian sebagai nasehat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun