Mohon tunggu...
Faiz Nur
Faiz Nur Mohon Tunggu... Wiraswasta - pelajar, tetap pelajar, dan selalu belajar

Mahasiswa, tertarik menulis (sastra dan ilmiah) dan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Mencari Dermaga Cinta (Kecewa, Bukan Saatnya)

1 Januari 2018   23:13 Diperbarui: 1 Januari 2018   23:15 943
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Ita telah kuantar kembali ke kosnya namun kata-kata yang diucapkan beberapa menit yang lalu masih terus terdengar berulang-ulang ditelingaku. Perjalananku menadi tak terarah, taka ada tujuan yang terpikirkan olehku, bahkan pulang pun sekarang berat bagiku hanya karena perasaan yang membara dalam hati namun tak bisa diungkapkan, bila diibaratkan mungkin aku ini seperti kapal yang berlayar namun sang kapten tak mau kembali ke dermaga, ada banyak yang bisa kujalani disana namun hati yang kacau tak mau kesana.

Tanpa tujuan dan berkendara tak beraturan, demi keselamatan kuputuskan menuju warung kopi sederhana di gang yang sedikit kedalam. Suasana sepi tampak dari tempat aku memarkirkan motorku, kukira ini tempat yang pas untuk saat ini dan entah sampai kapan, kemudian kupesan satu kopi hitam, disini kucoba tenangkan diriku sendiri sambil menanti kopi diantarkan kesini.

Kopi sudah datang tapi aku belum sepenuhnya mengendalikan diriku sendiri, terus kupaksa dan memang harus dipaksa dibantu dengan hangatnya secangkir kopi hitam yang konon mampu manjadikan suasana hati tenang, perlahan aku mulai bisa berpikir secara jernih, logikaku yang sedari tadi bahkan sebelumnya seakan tak mampu bekerja kini mulai kupaksa bekerja.

Dengan suasana yang sunyi dengan ditemani secangkir kopi hitam yang kebanyakan gula menurutku, kumulai mengidentifikasi hal ini, sekarang aku tidak lagi boleh terbelenggu pada kesedihan, tapi mulai mencari apa sebab sebenarnya itu kesedihan, memang aku sejujurnya ada rasa padanya tapi aku sekalipun belum pernah berkata padanya, maka bukan salah dia jika berani mengungkapkan perasaannya pada orang lain didepanku, itu hak dia.

Jika aku kecewa berarti aku terlalu egois secara pemikiran sehingga semua orang harus sesuai dengan pikiranku, padahal tidak ada yang tau apa isi pikiranku kecuali aku sendiri jika tidak kuungkapkan dengan cara apapun. Perlahan kekecewaanku mulai hilang. Aku yakin semua itu bisa kita ambil pelajarannya, mungkin aku terlalu berpikir egois tanpa memperhatikan orang lain ataupun memikirkannya

Sekarang aku mulai mengerti bahwa sebenarnya tidak ada yang bisa disalahkan, hanya aku yang tak mempunyai keberanian mengungkapkan perasaan, tapi sejujurnya perasaan kecewa tetap ada dalam hati, tapi saat ini bukan waktunya kecewa.

Jam 02.34 WIB. aku sudah mampu bangkit dari belenggu diriku sendiri dengan kedok perasaan cinta dan kecewa, rapi aku harus yakin suatu saat nanti untuk menebus kekecewaanku aku harus ungkapkan rasa ini.

Aku membayar pesananku dan mengambil tasku. Bersiap kembali keasrama, aku keluar warung dan tiba-tiba pesan singkat datang,

Ita : besok bisa ketemu ditaman fakultas Ekonomi nggak, bukumu ketinggalan ditasku satu.

Cerita ini tersusun dalam beberapa edisi. Lihat kelanjutan cerita bertema "Mencari Dermaga Cinta" edisi selanjutnya disini dan jangan lupa followjuga.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun