Mohon tunggu...
Faizin
Faizin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Berbuat baiklah walaupun orang lain tidak bisa menerima kebaikan kita

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Secuil Pengalaman di Balik Bantuan Sosial

28 November 2022   10:52 Diperbarui: 28 November 2022   11:18 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Melihat antrian yang begitu panjang, berdesakan dibawah teriknya matahari, terlihat juga jalanan mengalami kemacetan sebentar di jalan lintas Meulaboh-Peureumeu. Sebagian besar terlihat seakan berlomba bagaimana caranya bantuan segera sampai di tangan. Diantara antrian tidak sedikit ada orang-orang yang sudah lanjut usia, bahkan ibu hamil pun ada serta membawa juga para anak-anak kecil. Seakan tidak peduli dengan semua kesulitan, mungkin menganggap itu pengorbanan untuk cairnya sebuah bantuan.

Berbekal foto copy kertas undangan yang penulis amati, Kartu Keluarga dan juga KTP dari kepala orang yang bersangkutan untuk persyaratan pengambilan uang sembako tersebut. Penulis berada disekitar kantor pos tempat pengambilan uang tersebut.

Pemandangan seperti ini sudah mulai terlihat sejak beberapa bulan yang lalu di kecamatan Pante Ceureumen khususnya, tidak mengherankan lagi pemandangan yang biasanya terlihat di televisi ketika orang mengantri untuk mengambil bantuan sembako atau bantuan sosial lainnya. Hari ini pemandangan tersebut jelas tampak di depan mata. Disisi lain hal seperti ini mendapatkan manfaat tersendiri bagi para pedagang keliling yang berjualan di samping jalan. Dengan sinar matahari yang mulai mengganas dengan sangat panas, terlihat para pengantri mulai menyerbu salah satu penjual ice cream dan juga penjual mie bakso, yang mungkin tidak sempat makan di rumah.

Dari informasi yang penulis peroleh uang bantuan sembako ini sebanyak Rp. 900.000- 2.500.000, uang tersebut akan digunakan kebutuhan sehari-hari. Terlihat juga cara yang digunakan oleh para pengantri secara berkelompok, dengan cara, per desa mengumpulkan berkas-berkasnya pada satu orang ketua hal ini juga dapat mengurangi padatnya para pengantri.

Sudah hampir dua jam penulis berada di tempat ini, penulis melihat masih banyak orang ngantri berdesak-desakan di bawah satu teratak/tenda yang masih sama seperti pada awalnya.

Dengan pengalaman hari ini, penulis bisa merasakan arti sebuah pengorbanan. Bagi sebagian orang yang mempunyai kelebihan dalam segi ekonomi mungkin tidak mau berdesak-desakkan mengantri berjam-jam hanya untuk mengambil bantuan sebesar Rp.900.000, namun bagi sebagian besar masyarakat kurang mampu ternyata harus berjuang dibawah teriknya matahari untuk mendapatkan bantuan yang pastinya sangat dibutuhkan. Rela mengorbankan waktu berjam-jam, bersabar dalam antrian yang panjang di bawah teriknya matahari.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun