Mohon tunggu...
Faiz Attaqi
Faiz Attaqi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia 2022

Seorang mahasiswa muda dengan ketertarikan pada dunia ekonomi, behavioural economics dan psikologi.

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

The Stupidity of Love: Revealing the Impulsive "Bucinness" of the Wkwkland Society

19 November 2022   13:31 Diperbarui: 19 November 2022   13:49 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bucin Ala Ekonom?

Erich Fromm (1956) dalam Art of Loving pernah mengemukakan sebuah pandangan mengenai perasaan manusia, mencintai juga ada seninya. Dalam pengantar Ilmu Ekonomi kita tentu memahami sebuah teori tentang mekanisme pasar, dua variabel yang muncul ialah demand dan supply. Kaum lelaki dan wanita berusaha mencapai ekuilibrium dengan cara mereka masing-masing, laki-laki menambah kebesaran diri mereka via keterampilan, perhatian, hingga kekayaan, sementara wanita menyelaraskan perilaku dan penampilan mereka sehingga menjadi daya tarik tersendiri. Untuk mencapai keseimbangan tersebut, kaum lelaki sebagai pihak yang umumnya melakukan ofensif menggunakan belasan hingga puluhan trik untuk membongkar pertahanan wanita (banyak buku mengenai hal ini beredar di pasaran) sehingga terjadilah semacam transaksi nilai diri sebelum berlanjut membentuk sebuah hubungan. Laki-laki berkorban dalam suatu pasangan merupakan hal yang dianggap lumrah terjadi dalam masyarakat. Pandangan ini bahkan telah diyakini dari generasi ke generasi (Lewin dan Spence dalam Hoffman dkk. 2000). 

Nyatanya, pergaulan antarlelaki sendiri kadang memang memberi semacam apresiasi apabila seseorang berhasil mendapatkan wanita yang dia idamkan, terlebih jika wanita tersebut dipandang menarik oleh khalayak umum. Faktor berpacaran bukan karena rasa, melainkan harga diri ini seringkali menimbulkan ketidakharmonisan sebuah hubungan. Sikap dominan lelaki kadang menjurus pada sebuah hubungan yang toxic. Kaum wanita yang terjebak dalam situasi demikian sulit menyadari posisinya sendiri sebab secara psikologis ia telah terikat secara perasaan sehingga tidak berpikir logis.

Kondisi tidak koheren antara perasaan dan logika dalam asmara tersebut rupanya memiliki istilah baru belakangan ini yang dipopulerkan oleh Youtuber Indonesia, Andovi da Lopez. Masyarakat "Wkwkland" menyebutnya sebagai bucin.

Loving Overdose secara Ilmiah

Cinta sebagai processor inti dari suatu tindakan bucin nyatanya dapat dikaji secara ilmiah, ia digambarkan sebagai obesesi dalam kepala kita yang menimbulkan peningkatan dopamin. Dopamin sendiri ialah zat kimia di dalam otak kita yang mengalami peningkatan kadar ketika individu mendapat sensasi yang menyenangkan, misalnya ketika kita menerima hadiah ataupun pujian dari dosen. Zat lainnya yang dianggap bertanggung jawab adalah serotonin, ia bisa didapat dengan mengonsumsi makanan seperti kacang dan daging sapi. Faktanya, zat yang satu ini sering dijuluki natural mood stabilizer karena fungsinya menjaga suasana hati tetap tenang dan stabil. Ketika seseorang mengalami gejala awal jatuh cinta, serotonin dalam tubuh bisa dibilang teregulasi dengan baik sehingga menciptakan suatu kenyamanan secara mental, begitu pula sebaliknya, buruknya relasi dengan pasangan mengurangi kadar serotonin yang berimbas pada perasaan tertekan dan khawatir. Cinta intensif mengaktifkan daerah otak dengan konsentrasi tinggi reseptor untuk dopamin dan agen terkait, norepinefrin, yaitu bahan kimia yang terkait erat dengan keadaan euforia (Aron et al., 2005).

Charles Darwin, naturalis dan ahli geologi Inggris, pernah menulis tentang cinta yang disebutnya sebagai "naluri sosial" dalam The Descent of Man And Selection in Relation to Sex. Cinta memberikan keuntungan kelangsungan hidup bagi spesies sosial sehingga lebih mungkin untuk mereproduksi dan menyebarkan gen mereka. Naluri tersebut nyatanya bukanlah hal baru, meski istilah budak cinta atau bucin baru dipopulerkan dewasa ini. Cerita tradisional rakyat Nusantara telah menggambarkan tindakan irasional leluhur dalam beberapa dongeng terlepas kebenaran kisah tersebut, Sangkuriang misalnya, ia membuat sebuah sampan besar untuk dapat melamar Dayang Sumbi yang notabene merupakan ibunya (kisah ini sendiri dirasa sangat abstrak mengingat adanya kemungkinan bestialisme pada masa leluhur) dalam semalam. Pada belahan folklore lain, Bandung Bondowoso rela begadang semalaman dalam usahanya membuat seribu candi demi mendapatkan Roro Jonggrang. Cerita- cerita tersebut bisa menjadi bukti bahwa tindakan bucin yang mengorbankan banyak hal untuk lawan jenis sudah tertanam dalam benak masyarakat Wkwkland jauh sebelum istilah bucin eksis dalam perbendaharaan kamus tanah air.

Bucin Harus Gimana?

Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, hak untuk tidak diperbudak merupakan salah satu bagian hak asasi manusia yang tidak boleh dilanggar oleh siapapun. Meski begitu, perbudakan dalam konteks cinta rupanya tidak didasari atas paksaan dari individu kuat kepada pihak yang lebih lemah, budak cinta justru muncul dari keikhlasan seseorang untuk melakukan hal-hal tertentu (kadang di luar nalar) kepada lawan jenis tanpa paksaan. Perilaku semacam ini perlu diperbaiki untuk mencegah terjadinya dominasi satu pihak, bucin musti diarahkan ke level hubungan yang setara dan memberi manfaat positif kepada keduanya, itulah mengapa logika dan perasaan tidak bisa berjalan sendiri-sendiri. Sebagai fenomena yang "bukan hal baru" dalam sejarah peradaban manusia, cinta tidak banyak mengalami evolusi meski kajian mengenai hal tersebut sudah semakin mutakhir, cinta menjadikan kita makhluk yang bergairah dan penuh kasih sayang. Selama mampu memanajemen perasaan pada orang lain, tindakan bucin dapat ditahan sehingga tidak bersifat destruktif bagi diri sendiri. Akhir kata, cinta merupakan anugerah yang unik karena mampu memberikan motivasi dan kenyamanan lewat kandungan kimia dalam otak manusia, kalau diterima.

Daftar Pustaka

Buss, D. M. (2018). The evolution of Love in humans. The New Psychology of Love, 42--63. https://doi.org/10.1017/9781108658225.004

Febriana, Monika. (2022). Laki-laki Budak Cinta (Bucin) : Wacana Maskulinitas dan Relasi Kuasa Pada Pasangan Pra-nikah 

https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/63142/1/MONIKA %20FEBRIANA.SOS.pdf 

Putri, G. S. (2019, February 14). Memahami Cinta Dan Kegilaannya Secara Ilmiah, Semuanya Ada di Otak Halaman all. KOMPAS.com. Retrieved October 8, 2022, from https://sains.kompas.com/read/2019/02/14/115937523/memahami- cinta-dan-kegilaannya-secara-ilmiah-semuanya-ada-di-otak?page=all 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun