Mohon tunggu...
Faiza Alimah
Faiza Alimah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Jurnalistik

Sedang belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Saluran Dana untuk Gaji Guru Honorer: Tangan Siapa yang Kotor?

31 Desember 2022   13:30 Diperbarui: 31 Desember 2022   13:49 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Profesi guru honorer kini sudah cukup identik dengan kesejahteraan hidup yang rendah. Semenjak beredar informasi dan kabar mengenai penghasilan guru honorer yang sangat minim, masyarakat dan pemerintah mulai memperhatikan para akademisi non-PNS ini dengan lebih baik. Pemerintah kini telah menyelenggarakan program seleksi PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) untuk merekrut guru-guru honorer dan memberikan mereka kesempatan untuk mendapatkan kesejahteraan yang lebih baik.

Alasan di balik tingkat kesejahteraan yang rendah ini bermacam-macam, tetapi biasanya berkaitan langsung dengan pengelolaan dana yang diberikan oleh pihak pemerintah maupun pihak sekolah. Salah satu kasusnya yakni pihak pemerintah seperti Dinas Pendidikan setempat sudah memberikan Dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) kepada sekolah-sekolah tertentu, baik negeri maupun swasta, tetapi rupanya dana itu tidak dikelola dengan baik oleh pihak sekolah yang menerima bantuan tersebut.

Namun, di sisi lain, terungkap fakta bahwa Kementerian Pendidikan menerima pagu anggaran sebesar 81,5 triliun rupiah pada tahun 2020, yang bila dihitung-hitung, jumlah anggaran ini sangat pas-pasan untuk menggaji guru dan memperbaiki fasilitas untuk sekolah-sekolah di Indonesia. Total jumlah seluruh sekolah di Indonesia, dari tingkat sekolah dasar hingga sekolah menengah atas dan sepantarannya mencapai 307.655 sekolah. Lebih dari setengah angka itu dikuasai oleh sekolah negeri yang, anggap saja, masih perlu bantuan dana dari pemerintah. Sekitar 169.378 sekolah negeri masih butuh diberi dana bantuan oleh negara. Dengan asumsi dana sejumlah 81,5 triliun itu dibagikan secara merata ke 169 ribu sekolah tersebut, setiap sekolah mendapatkan dana sebesar 481 juta per tahun.

Dana 481 juta jika dibagi untuk 12 guru, berarti setiap guru mendapatkan 40 juta rupiah per tahun untuk gajinya. Sebenarnya, jika pembagian dana tersebut benar-benar murni, setiap guru berhak mendapat gaji sebesar 3 juta per bulan. Akan tetapi, tentu kenyataannya tidak bisa secara mentah diterjemahkan seperti demikian. 

Pertama, tidak semua sekolah memiliki guru yang jumlahnya hanya 12. Mengingat bahwa mata pelajaran di Indonesia cukup banyak, maka mari asumsikan dana 480 juta per tahun itu pembagiannya bisa lebih kecil lagi untuk para pengajar di sekolah yang merekrut guru lebih banyak. Gaji sebesar 3 jutaan tentu nominalnya bisa menurun hingga 2 jutaan.

Kedua, dana 480 juta tersebut pastinya tidak hanya dikelola untuk gaji guru saja, tetapi juga fasilitas berupa material untuk sekolah, seperti perlengkapan dan alat-alat sekolah yang harus diperbarui. Tidak hanya itu, jangan lupakan juga uang pemeliharaan untuk aspek-aspek lalin di lingkungan sekolah seperti sampah, gaji karyawan lain, fasilitas akademik, renovasi bangunan, dan hal lainnya.

Terakhir, sebab Indonesia merupakan negara dengan perilaku korupsi yang cukup akrab dengan masyarakat, dana-dana bantuan seperti ini sepertinya sudah tidak asing lagi dengan kata "pemotongan" sebelum benar-benar turun ke masyarakat. Dana bantuan sebesar itu bisa saja sekian persennya dikantongi terlebih dahulu oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab, baru dibagikan ke pihak lain yang tingkat hierarkinya satu level di bawah si tertinggi, lalu tingkat selanjutnya, berikutnya, baru akhirnya ke pihak-pihak tertindas yang terpaksa hanya bisa menerima saja. Lagi-lagi, gaji guru bisa mengecil gara-gara itu.

Lalu, apa yang bisa dilakukan untuk meningkatkan jumlah gaji guru, terutama guru honorer? Mungkin, sempat terlintas pikiran tentang pengadaan SPP atau sumbangan pembinaan pendidikan untuk sekolah-sekolah tersebut. Iuran itu memang bisa membantu penambahan dana di rekening sekolah. Namun, kembali lagi, pembagian dana tidak bisa semerta-merta langsung masuk ke seksi gaji guru. Meski SPP sudah diadakan dan mengharuskan para siswa untuk membayar iuran yang tidak kecil jumlahnya, dana itu tidak bisa kita percaya untuk benar-benar diperuntukkan bagi guru honorer saja.

Beberapa paragraf di atas menggambarkan bobroknya pengelolaan dana dari pemerintah maupun pihak-pihak di bawah pemerintah yang sering tidak bertanggung jawab atas perilaku korupsi yang telah menjadi rahasia umum. Ditambah lagi, dengan pertanyaan yang masih belum bisa dijawab: mengapa gaji guru honorer bisa lebih kecil daripada gaji guru PNS?

Jawabannya adalah, sebab, pihak yang menggaji guru adalah kepala sekolah melalui Dana BOS. Nah! Berarti, bisa disimpulkan bahwa ini adalah sebuah PR untuk pihak sekolah, bukan? Pihak sekolah harus bisa mengelola uang longsoran pemerintah untuk menggaji guru-guru honorernya. 

Seiring dengan persoalan tersebut, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim akhirnya malah mengeluarkan Permendikbud Nomor 19 Tahun 2020, tepat saat ia baru-baru saja menjabat menjadi Mendikbud pada tahun 2019. Permendikbud tersebut berisi bahwa guru honorer bisa mendapatkan gaji dari dana BOS dengan syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi. Jadi, bukan dari pihak  sekolah lagi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun