Mohon tunggu...
Faizah
Faizah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

consistency is the key

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Stephen Hawking, Bukan Melulu Soal Fisika dan Ateisme

17 Maret 2018   19:26 Diperbarui: 17 Maret 2018   20:09 720
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : https://cdn.wccftech.com/wp-content/uploads/2016/01/stephen-hawking-740x464.jpg

Pi Day atau Hari Pi yang jatuh pada tanggal 14 Maret lalu meninggalkan duka mendalam bagi dunia, khususnya kalangan ilmuan-ilmuan sains. Bagaimana tidak, Fisikawan besar dunia abad ini, Stephen Hawking, dinyatakan telah meninggal dunia. Tentu saja kabar tersebut sontak menjadi trending topicyang banyak dibicarakan di berbagai negara. Surat kabar, situs web berita, bahkan media sosial pun ramai-ramai mengabarkan kematian beliau yang jatuh pada usia ke-76 tahun.

Bagaimana tidak, Ilmuan yang juga disebut sebagai selebritis dalam jagad ilmu pengetahuan setelah Albert Einstein ini semasa hidupnya telah memberikan sumbangan besar bagi ilmu sains khususnya fisika. Mulai dari pemikirannya tentang teori singularitas bersama Roger Penrose hingga teori yang dikemukakannya tentang Black Holeyang mengemisi Radiasi Hawking temuannya, dan masih banyak lagi. Tak hanya itu, Stephen Hawking juga dianggap telah berhasil membuka sekat bagi masyarakat awam yang ingin memahami jagad raya dengan bahasa yang mudah dipahami melalui karya-karya besar beliau.

Penulis buku terkenal yang berjudul "A Brief History of Time"ini juga dikenal sebagai sosok yang cukup kontroversial. Salah satunya, karena pemikirannya tentang tuhan. Dalam wawancara dengan El Mundo Hawking muengungkapkan "Sebelum kita memahami ilmu pengetahuan, wajar saja untuk percaya Tuhan menciptakan alam semesta. Namun saat ini, ilmu pengetahuan menawarkan penjelasan yang lebih meyakinkan. Yang saya maksud soal 'kita akan tahu isi pikiran Tuhan' adalah kita bisa mengetahui semua yang Tuhan ketahui, apabila ada Tuhan. Yang sebenarnya (Tuhan) tidak ada. Saya adalah seorang ateis," . Ya, beliau adalah orang yang tidak memercayai keberadaan tuhan.

Mungkin banyak dari kita yang tidak sependapat dengan hal tersebut. Namun, di luar itu, ada sisi lain dari Stephen Hawking yang menurut saya patut dijadikan teladan bagi siapa saja yang merasa hidupnya tidak seberuntung orang lain. Yang merasa putus asa dengan hidupnya karena keadaan. Mungkin, kisah hidup Stephen Hawking bisa membantu.

Ilmuan yang lahir pada tahun 1942 adalah anak yang lahir dari orang-orang pintar. Dan hal itu juga 'menurun' padanya. Ia berhasil menjadi mahasiswa Oxford Universitysaat masih berusia 17 tahun,  dan setelah itu melanjutkan pendidikannya di Cambridge. Pada ulang tahun ke-21 tahun, saat Hawking bermain ice skating, tiba-tiba ia terjatuh dan tidak bisa bangun. 

Orang tuanya lalu membawa Hawking muda ke dokter untuk mengetahui kondisi kesehatannya. Betapa kagetnya mereka saat mengetahui diagnosa dokter yang menyatakan bahwa Hawking yang masih sangat muda terkena penyakit Amyotropic Lateral Sclerosis (ALS)dan hanya memiliki harapan hidup 2 tahun lagi. ALS yaitu keadaan dimana penderitanya akan mengalami penurunan saraf pada otot motorik sehingga membuat otak gagal mengirim perintah pada otot motorik. 

Awalnya Hawking sangat depresi dengan keadannya. Penyakit yang dideritanya membuat ia sulit berbicara dan menggerakkan anggota tubuhnya, dan tak jarang Hawking terjatuh tiba-tiba saat berjalan. Ditambah lagi pada tahun 1985, ia kehilangan suaranya dan terekena penyakit tracheotomy. Sehingga untuk berbicarapun, ia harus menggunakan suatu alat bantu yang khusus dibuat untuknya yang dapat menerjemahkan perkataan-perkataan. Namun, dengan dukungan orang tuanya ia berhasil bangkit dan tidak berlarut-larut dalam kesedihan. Ia tetap melanjutkan pendidikannya dengan keadaan yang serba terbatas tersebut dengan kerja keras.

Hawking merasa perlu untuk mengisi "sisa hidup 2 tahunnya" (versi diagnosa dokter) dengan hal-hal yang dapat bermanfaat bagi orang lain. Ia bahkan berhasil menyelesaikan studinya dan menghasilkan karya-karya gemilang yang berdampak besar bagi ilmu pengetahuan dengan bantuan asisten pribadi sebagai perantara menerjamahakan dan menuangkan pemikiran-pemikirannya baik itu dalam bentuk buku atau yang lainnya. Karena, keadaan Hawking tidak memungkinnya untuk bergerak maupun berbicara tanpa bantuan alat dan orang lain.

Di bawah bayang-bayangkematian dari vonis dokter, ia terus berkarya dan berkarya dan menyumbangkan pemikirannya. Dan diagnosa dokter ternyata tidak tebukti. Hawking bahkan masih tetap bisa hidup hingga mencapai umur 76 tahun.

Dari kisah Hidup Stephen Hawking ini, kita bisa mengambil pelajaran dari semangat hidup sosok Hawking. Ia tetap ingin berkarya dan bermanfaat bagi orang lain meskipun keadaanya sendiri sangat terbatas. Namun batas tersebut tidak serta-merta membuatnya putus asa. Beliau adalah sosok yang selalu melihat keadaan pada sudut pandang positifnya. Itulah yang membuatnya tidak ambil pusing dengan keadaannya dan memaksimalkan potensinya sesuai dengan kemampuannya.

 Pelajaran ini dapat digunakan bagi para guru BK untuk memotivasi para siswanya tidak mudah putus asa dan selalu berfokus pada kelebihan yang dimiliki, bukan malah berfokus pada kekurangannya. Seperti yang disampaikan Hawking "Saran saya untuk orang tidak mampu lainnya adalah berkonsentrasilah pada sesuatu yang tidak dapat diganggu dengan keterbatasan Anda, jangan sesali hal-hal yang mengganggu. Jangan menjadi terbatas secara rohani seperti halnya jasmani Anda". Dan agar para siswa menjadi ingin bermanfaat bukan hanya untuk dirinya sendiri, tapi juga orang lain.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun