Mohon tunggu...
Faishol Adib
Faishol Adib Mohon Tunggu... Penulis - Profiless

Person without Profile

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Berkunjung kepada Seorang Kawan

22 Januari 2021   16:28 Diperbarui: 22 Januari 2021   16:35 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tak lain adalah Ross Matindas, istri tercintamu yang telah mendahului dua tahun sebelum kau menyusulnya. Kau begitu mencintainya sehingga tak ingin jauh darinya setelah ajal menjemput. Hanya sekali aku berjumpa dengan Ross ketika aku menemuimu di Bandung.

Saat itu, kau menjadi Kepala Poesat Djawatan Tambang dan Geologi (PDTG). Untuk menjaga keamanan dokumen kekayaan geologi Indonesia dari rampasan Belanda, kau harus berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya, salah satunya ke Bandung.

Waktu itu, aku dikirim ke front Bandung, masuk dalam Batalyon XX KNIL yang ditugaskan untuk melawan dan mengalahkan lasykar Hizbullah. Mendengar kau berada di Bandung, aku terus berusaha menemui. 

Saat malam hari menjumpaimu, di sanalah aku bertemu dengan istrimu, Ross Matindas. Kau tentu kaget dengan kedatanganku. Sebuah pertemuan singkat denganmu dan juga pendamping hidupmu.

“Ron, bekerjasamalah dengan Belanda. Tak perlu semua dokumen kau berikan kepada mereka,” saranku saat itu.

“Tidak! Aku tak akan pernah bersedia menyerahkan dokumen, sekecil apa pun,” jawabmu tegas.

“Kalau kau mau kerjasama dengan mereka, hidupmu akan aman,” bujukku lagi.

“Sekali lagi tidak! Cepat kau pergi dari rumah ini, atau peluru dalam pistol ini akan kumuntahkan ke kepalamu!” tandasmu sambil mengambil pistol yang berada di meja.

Tampaknya, keberanian rakyat Minahasa dalam Perang Tondano mengalir deras dalam tubuhmu. Semangat patriotik dalam perang melawan kekejaman kompeni Belanda yang berlangsung berkali-kali itu ternyata kau warisi. Apalagi, kau memang lahir di tanah Tondano. Tak ada rasa takut dalam dirimu, sekalipun nyawa menjadi taruhan.

Persis setahun yang lalu, perundingan Roem-Royen di Jakarta disepakati untuk melakukan gencatan senjata dan mewujudkan perdamaian antara Indonesia dan Belanda. Untuk menghormati perundingan, seharusnya tak ada darah yang mengalir pada hari itu.

Belanda yang sudah berkali-kali mengancanmu untuk memberikan dokumen berisi informasi kekayaan geologi Indonesia tak kau gubris. Mereka pun menculikmu pada hari perundingan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun