Mohon tunggu...
Faishal Yazid Hibatullah
Faishal Yazid Hibatullah Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Penulis adalah lulusan dari Pendidikan Sosiologi UPI yang mencoba menuangkan buah pikiran, pandangan serta pendapat melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Negeri Percontohan Sosial dan Beragam Budaya

14 Juli 2021   13:42 Diperbarui: 14 Juli 2021   14:01 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Artikel ini diberikan judul seperti itu, sebagian pembaca bertanya daerah mana yang dimaksud tersebut? Diantara kita sudah mengetahui “The Caruban of Nagari” sebutan tersebut berkenaan pada suatu negeri campuran (Carbon, Aria, P., 1720). Maksudnya penduduk suatu negeri tersebut memiliki agama berbeda, bahasa berbeda, kesenian berbeda dan latar belakang budaya lainnya yang berbeda. Para penduduk di negeri tersebut memiliki latar belakang budaya yang sangat beragam tetapi mereka saling rukun, damai dan menjunjung tinggi solidaritas dan toleransi di negerinya.

Caruban sebetulnya berasal dari bahasa Sunda artinya campuran. Paragraf sebelumnya telah menjelaskan, bahwa campuran yang dimaksud adalah memiliki beragam budaya atau dapat disebut multikultural. Negeri caruban ini terkenal dari zaman monarki hingga republik saat ini. Sejarah negeri ini berawal dari tokoh penyebar agama Islam yang menikah dengan Putri Tionghoa. 

Penduduk lokal menghargai etnis Cina menetap di negerinya. Pulau Jawa menjadi pulau penting di Nusantara, karena menjadi tempat “berlabuh” semua peradaban dari berbagai dunia dan tempat yang paling mendukung terjadinya persilangan budaya. Dengan kata lain, masyarakat Indonesia adalah laboratorium raksasa persilangan budaya yang sudah terbiasa hidup dalam perbedaan dan dinamika persoalannya, serta mendukung terjadinya produksi dan reproduksi budaya (Walid, W. I., 2020). Pada masa kolonial abad ke 16 Masehi negeri ini kedatangan kapal-kapal asing yang berisi para pedagang dari Arab, China, Portugis dan seterusnya (Widodo, J., 2012, hlm. 8). Negeri ini disebut sebagai Caruban Nagari sesuai sejarahnya berdasarkan penjelasan sebelumnya.

Negeri ini memiliki kekayaan berupa beragam budaya yang merupakan hasil dari akulturasi dan asimilasi. Pertama mengenai adat istiadat dan tradisi, diantaranya sedekah bumi, nadranan, mapag sri, muludan, ngapem, ngupati, barikan, bancakan, siraman dan lainnya. Kedua mengenai sistem religi atau agama terdapat Islam, Hindu, Buddha, Katolik, Protestan dan Konghucu. Ketiga, negeri ini memiliki bangunan atau sarana prasarana, diantaranya Masjid Agung Sang Cipta Rasa, Bangunan Keraton, Kuil kuno, Kereta Kencana Paksi Naga Liman dan lainnya. Keempat mengenai kesenian di negeri ini, diantaranya berokan, wayang kulit, seni gamelan, sintren, tari topeng, silat atau beladiri sejenisnya, singa depok dan lain sebagainya. Kelima mengenai kuliner di negeri ini, diantaranya nasi jamblang, empal gentong, docang, koci, kerupuk melarat, krepek, Berkenaan dengan sistem sosial negeri ini juga dikenal sangat kuat dan menjadi negeri percontohan bagi negeri-negeri lainnya.

Sejarah telah menyebutkan bahwa tokoh di negeri ini adalah Syekh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Tokoh tersebut merupakan putra dari pasangan Syarif Abdullah Umdatuddin bin Ali Nurul Alam dengan Nyai Rara Santang. Ayahanda Sunan Gunung Jati berasal dari Mesir dan masih ada garis keturunan dengan baginda Nabi Muhammad Saw. Kemudian Ibunda Sunan Gunung Jati merupakan putri dari Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi dari Kerajaan Pajajaran (Sunda atau sekarang disebut Jawa Barat). 

Singkat cerita berdasarkan sejarah, beranjak dewasa Sunan Gunung Jati menikah dengan Putri Ong Tien yang merupakan bangsawan dari Kerajaan Cina. Sunan Gunung Jati merupakan seorang wali yang tinggi toleransi, beliau dalam menyebarkan agama kepada masyarakat tidak pernah ada kata ‘paksaan’ melainkan menjunjung tinggi kegiatan sosial tersebut. 

Penulis menyoroti salah satu nasehat beliau yaitu “Ingsun titip tajug lan fakir miskin” memiliki arti bahwa “Aku menitipkan tempat ibadah dan fakir miskin.” Nasehat tersebut berkenaan dengan sosial atau sikap hubungan kita kepada orang lain. Selain itu, nasehat tersebut menandakan bahwa manusia itu makhluk sosial yang pastinya membutuhkan bantuan orang lain. Selain itu, contoh lain ketika ada suatu hajatan nikahan maka masyarakat akan berbondong-bondong membantu walaupun tanpa upah istilah itu dinamakan “Ngobeng.” Membuktikan bahwa negeri itu memiliki solidaritas kuat diantara masyarakatnya.

Negeri Caruban tersebut adalah Cirebon. Ya, daerah yang berada di wilayah Jawa Barat ini merupakan daerah terkenal akan multikultural masyarakatnya. Terdapat berbagai versi mengenai sejarah nama Cirebon itu sendiri, namun penulis hanya ingin mengambil salah satu versi sejarah yang menyebutkan bahwa Cirebon itu Caruban. 

Berdasarkan kisah Naskah Carita Purwaka Caruban Nagari, Cirebon disebutkan sebagai negeri campuran karena memiliki berbagai latar belakang budaya beragam diantara masyarakatnya tapi tetap dapat bersatu. Fakta berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, Cirebon bukan suku sunda ataupun suku sunda karena dari segi budaya, seperti dialek aksen bahasa saja sudah jelas berbeda. Fakta lainnya yaitu Cirebon merupakan daerah lebih merdeka dahulu pada tanggal 15 Agustus 1945 (Dr. Soedarsono dibawah perintah Sutan Sjahrir) dibuktikan adanya tugu perjuangan rakyat Cirebon di Jalan Siliwangi Kota Cirebon, Jawa Barat.

Penulis bukan bermaksud untuk mengunggulkan suatu daerah. Namun disini penulis ingin berbagi sedikit cerita dan bangga kepada tanah kelahiran. Cirebon diharapkan menjadi salah satu daerah percontohan bagi Indonesia. Semboyan Indonesia “Bhinneka Tunggal Ika” memiliki arti berbeda-beda tetap satu jua, semoga benar-benar diimplementasikan oleh seluruh rakyat dan warga masyarakatnya.

 Cirebon juga memiliki sumbangsih luar biasa dari awal perjuangan menuju kemerdekaan Indonesia hingga sekarang. Banyak para tokoh ulama, santri serta tokoh tersohor lainnya di daerah Cirebon. Untuk itu kadang ada yang menyebut Cirebon sebagai “Puser Bumi” atau daerah percontohan yang penulis maksud tadi. Terakhir penulis ingin menyampaikan “Ingsun Sejatning Caruban.” 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun