Mohon tunggu...
Faisal yamin
Faisal yamin Mohon Tunggu... Nelayan - Belajar menulis

Seorang gelandangan pikir yang hobi baca tulisan orang

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Bahasa Daerah, Sebuah Identitas yang Kian Merana

6 Juli 2021   17:45 Diperbarui: 6 Juli 2021   17:53 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi, dok/fin.co.id

"Orang-orang tidak akan mengenalimu, sebuah pengakuan akan lahir dengan bahasa daerah. Karena dia adalah Identitas." Ujar Ayah saya.

Suatu pagi saya berkesempatan untuk datang di suatu daerah. Tujuan awalnya menikmati destinasi wisatanya, namun bagi saya kurang afdal menikmati objek wisata tanpa mempelajari sosial budaya masyarakatnya. Perlahan saya mengamati keadaan kampung, dinamika masyarakat juga bahasa yang digunakan.

Langkah sederhana untuk mengetahui tinggi rendahnya atensi dalam mengunakan bahasa daerahnya adalah pada anak-anak. Jika anak-anak dengan lancar menuturkan bahasa ibu, sudah pasti para orang tua mereka juga demikian. Saya pergi dengan harapan bisa menemukan hal yang sama seperti pagi itu.

Setelah saya sampai di sebuah pantai, ada beberapa anak kecil usia SD terlihat sedang mandi. Dengan cepat saya berjalan ke arah mereka lalu sedikit bertanya-tanya mengenaik pantai. Kemudian, saya mereka menyebutkan nama-nama benda yang ada di sekitar mengunakan bahasa Ibu.

"Dek, sebutan ketapang dalam bahasa daerahmu apa?" Mereka semua terdiam sembari mengamati saya. Seseorang dari mereka berkata, "ketapang saja om." Mendengarnya saya terdiam lalu menunjuk sebuah perahu, "kalau perahu apa." Secara bersamaan mereka menyebut perahu. Saya menarik sebuah kesimpulan, ternyata atensi anak-anak dalam pengunaan bahasa kian rendah.

"Jika bahasa saja mereka terkesan mulai abai, bagaimana dengan budaya yang selanjutnya."

Mendapati kondisi demikian, saya tentu menyesalinya. Bagi saya ini persoalan jika di suatu daerah atensi anak-anak rendah pada bahasa ibu. Terlebi kurangnya minat orang tua dalam mewarisinya ke anak. Jika kondisi tersebut dibiarkan, dan turut terjadi di beberapa daerah lambat laun bahasa ibu yang ada di Maluku Utara satu persatu akan punah.

Hal itu juga diakui Kepala Pusat Pengembangan dan Perlindungan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (BPPB) Gufran Ali Ibrahim kepada Cermat (06/19) mengatakan, "Sebab yang paling utama adalah orangtua penutur jati bahasa itu tidak lagi membiasakan penggunaan bahasa daerah di lingkungan rumah,"

Dia juga berhipotesis bahwa bahasa daerah yang paling cepat tingkat ketergerusannya, pertama bahasa Ternate, kedua bahasa Tobelo, ketiga bahasa Kao, keempat dan kelima bahasa Makeang Luar dan Makeang Dalam, seterusnya bahasa-bahasa yang lain. Karena atensi masyarakat mengunakan beberapa bahasa sudah mulai menurut hingga penuturnya kian merosot.

Menurut Pusat Pengembangan dan Perlindungan Bahasa dan Sastra, Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Tercatat ada sebanyak 19 bahasa daerah di Maluku Utara, yaitu Bahasa Bacan, Bajo, Buli, Galela, Gane, Gorab, Ibu, Kadai, Makian Dalam, Makian Luar, Melayu, Modole, Patani, Sahu Sawai, Sula, Taliabu, Ternate, dan Tobelo.

Sementara ada dua bahasa lagi, namun suda bertatus terancam punah. Bahasa terebut yakni bahasa Ibo di Halmahera Barat dan Kao di Halmahera Utara. Jadi membangun minat dan kecintaan anak pada bahasa ibu yang dimulai dari orang tua adalah penting. Ini dilakukan untuk menghindari tergerusnya bahasa ibu yang ada di Maluku Utara juga daerah lain di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun