Mohon tunggu...
Faisal yamin
Faisal yamin Mohon Tunggu... Nelayan - Belajar menulis

Seorang gelandangan pikir yang hobi baca tulisan orang

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Bingkisan untuk Azzahra 1

4 Juli 2021   20:35 Diperbarui: 4 Juli 2021   20:48 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi, Dok/it.pinterest.com

Sesampainya di Desa Mateketen, aku langsung bergegas mencari si pemahat bulan. Sebenarnya aku ingin berlama-lama untuk menikmati kesejukan dan keindahan yang disajikan di desa itu. Tapi karena waktu yang menusukku dengan kera, jadi mau tidak mau aku harus memfokuskan diri pada tujuanku.

"Kau ingin hendak mencari si pemahat bulan?" Ujar seorang nenek yang saya temui di bawa rimbun ketapang yang letaknya dipojok pantai.

"Iya nek, bolehkah saya minta petunjuk dimanah tempat si pemahat bulan itu?"

"Oh iya, kau lurus saja. Di depan ada setapak yang mengarah ke bukit. Nanti di pertigaan kau ada tukang pos, silakan tanya ke dia nanti bisa langsung dia antarkan kamu ke si pemahat bulan."

"Oh iya Nenek, terima kasih atas petunjuknya." Ucapku lalu bergegas mengikuti arahan yang di sampaikan.

Aku berjalan di atas pasir yang hitam bersih. Terlihat ketapang dan nyiur kokoh berjejer di tepi pantai. Perahu-perahu para nelayan juga terlihat parkir manis di pasir, sebagiannya di biarkan mengapung. Sepertinya, perahu-perahu yang mengapung itu milik para nelayan yang nanti pergi melaut sebentar sore.

Belok kiri, lalu naik setapak dan berjalan terus. Sepanjang mata saya memandang, jalan yang saya lalu hampir tidak terlihat sampah. Bersih, rupanya masyarakat di sini sangat cinta akan kebersihan. Sementara jejeran cemara pun terlihat di tepi jalan, serasa seperti dalam labirin. Udaranya juga sejuk tatkala hawanya masuk di rongga hidung.

"Halo nak, aku sudah tahu maksud kedatanganmu. Kau pasti mencari si pemahat bulan kan?" Ujar pak pos menyambutku saat aku baru saja sampai di pertigaan. Pak pos itu seakan sudah di beritahu sebelumnya bahwa aku akan datang menemuinya. Tapi tidak apa lah, intinya aku di terima dengan baik olehnya.

"Iya benar pak, mohon maaf merepotkan. Boleh saya tahu dimanah rumah si pemahat bulan itu." Ujarku menjawab tanyanya.

"Tidak nak, tidak merepotkan. Sebab sudah tanggung jawabku. Ayo aku antarkan." Lalu kami bergegas menuju bukit.

Sesaat setelah kami sampai, aku lihat sebuah gubuk reot itu banyak di tumbuki dilalang. Sekilas, gubuk itu seperti tidak terurus. Apalagi, dindingnya sudah lapuk juga atapnya yang mulai bolong. Penasaran membawa aku bertanya ke si tukang pos yang terlihat masih mengamati gubuk itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun