Mohon tunggu...
Faisal yamin
Faisal yamin Mohon Tunggu... Nelayan - Belajar menulis

Seorang gelandangan pikir yang hobi baca tulisan orang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Si Pemahat Bulan

13 Maret 2021   22:53 Diperbarui: 15 Maret 2021   20:45 1164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pandanganku liar, aku menikmati keindahan, sementara si pemahat itu belum juga datang. Padahal aku diberi tahu bahwa dia akan datang ke sini menikmati senja. Entah setelah mendengar ucapan para petani, keyakinanku masih mantap ingin berjumpang dengan si pemahat. "Tak apa, mungkin lagi ada hal yang dibuatnya." Ujarku dalam lirih. Aku terus menunggu, dengan ikut main bersama anak-anak gurat bahagia terlihat di wajah mereka.

Sesaat kemudian, dipojok kiri pantai aku melihat seseorang dengan tubuh kecil. Aku amati secara cermat dan sepertinya dia adalah sosok yang aku cari, si pemahat bulan itu. Dengan sigap aku meninggalkan gerombolan anak-anak kemudian berjalan cepat ke arah laki-laki itu.

Dia terlihat serius menyimak lagit yang perlahan memera. Dari ciri dan bentuk fisiknya sama seperti yang diceritakan oleh orang-orang, wajahnya kusam tubunya kurus. Aku menyalaminya, namun dia hanya menunduk sembari senyum kecil.

"Aku mencari sosok pria si pemahat bulan, bisakah anda menunjukan kepada aku dimana dia berada?"

Dengan santai dia menjawab, "aku tidak melihatnya, dia juga tidak melhat aku. Silahkan kau cari dia di tempatnya."

Mendengar ucapanya, aku urungkan niat untuk menanyakan tentang si pemahat itu. Dan sepertinya dia bukan pria yang aku maksudkan. Jika aku paksakan untuk terus menanyakan tentang pemahat itu, bisa jadi dia akan memarahiku.

"Jika kau ingin cari sosok pria itu, maka carilah dia di malam hari. Di sini hanya ada orang-orang pengagum dan penikmat senja." Ujarnya lagi.

"Kau hanya orang yang terlalu nyaman dalam ruangmu, sampai-sampai kau ikut berbaris dalam barisan orang-orang yang acu terhadap alam." Lanjutnya

Mendengar ucapan itu, aku terdiam sembari menafsirkan frasa yang baru dia sampaikan. "Tidakka dia lihat bahwa aku adalah sosok laki-laki yang rapuh, yang lunglai akibat hati remuk rendam karna cinta.?" Gumamku liri. Rupanya dia seperti memahami apa yang ada di benakku kemudian berkata.

"Kau terlalu lunglai menafsirkan cinta hingga kau biarkan cinta membunuhmu, tidak apa, mari buang duka dan lukamu nanti aku tunjukan engkau sepotong senja terbaik yang aku sobek dan telah aku rawat setiap hari."

Sungguh dia aneh, orangnya cuek namun keanehanya dan kecuekannya ada sesuatu yang tersembunyi rapat. "Jika si pelipat senja seperti ini, bagaimana dengan si pemahat bulan?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun