Mohon tunggu...
Faisal yamin
Faisal yamin Mohon Tunggu... Nelayan - Belajar menulis

Seorang gelandangan pikir yang hobi baca tulisan orang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aisyah, Sepotong Kota Kenangan

29 Desember 2019   12:36 Diperbarui: 29 Desember 2019   12:40 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Ini kota kenangan, kau bahkan tak menemukan setiap orang disini."

Kata Humaira membuat aku tak yakin dengan itu. Kota kenangan? Bahkan aku baru pernah mendengar kota itu. Aku kemudian naik ke sebuah bangunan yang jaraknya sekitar sepuluh meter dari tempat kami berdiri, berharap aku bisa membuktikan bahwa apa yang barus dia katakan hanyalah sebuah lelucon.

Dan benar saja, setelah aku amati dengan sak sama, tidak ada orang-orang di sana. Di rumah, di kedai, dan bahkan di jalanan yang harusnya dilalui pejalan kaki, kendaraan roda dua dan empat satupun tak terlihat, sepi, sunyi. Apa benar apa yang di sampaikan Humaira? Ah tidak, aku yakin itu hanya lelucon yang dibuat-buat.

"Percuma saja, kau buang-buang waktu. Suda aku bilang ini kota kenangan. Dan telah aku duga, yang kau dapati hanyalah bangunan kosong, jalanan sunyi, deretan kursi yang berhadapan seperti sepasang kekasih yang bicara pada sepih."

Mendengar ucapanya aku hanya diam, dan semakin terpacu untuk lebih jauh menyusuri setiap sudut kota. Maka aku tarik tanganya dan perlahan turun menuruni bukit. Sampai di benteng Kalamata, jalan lenggang. Angin hanya tersisah sedikit bertiup, burung merpati hanya berjalan dan bersiul, semut, cicak dan kijang berjalan dengan cuek tanpa beban. Dan masih tidak kutemukan tanda kehidupan disana, tidak ada orang.

"Kau ini terlalu keras kepala, bahkan burung-burung itu hampa. Di kota kenangan semua yang tampak hanyalah fatamorgana."

Aku semakin tak yakin, burung-burung, semut, kijang dan semua binatang hanyalah sebuah kenangan. Aku kemudian berfikir bahwa kami hidup seperti kisah yang dikisahkan oleh penyair dalam cerpennya. Ah tidak mungkin, ini nyata. Aku yakin Humairah hanya ingin memperdayaku bak seorang pesulap yang memperdaya penonton dengan menarik keluar seekor kucing dari telapak tangannya. Tapi dia tak menyangka bahwa aku tak selugu itu, seperti penonton itu.

Maka, kemudian aku menghampiri seekor kijang betina. Tapi tak seperti biasa, dia diam tak bergegas seperti kijang-kijang lain yang aku temukan. Sesaat tanganku hendak megelus kepala kijang itu, dan sebelum tanganku benar-benar sampai kijang itu berkata.

"Aku hanyalah sepotong kenangan yang kembali di hidupkan, maka jangan sentu aku sebab hanya buat aku sirnah dalam dunia hitam putih."

Aku terperanjat, tak percaya tentang apa yang disampaikan kijang betina. Baru kali pertama aku temukan seekor kijang betina yang bisa berbicara. Tapi kali ini, tidak hanya Humairah. Bahkan kijang itu dengan berani memperdayaku dengan tipuan itu.

Mata aku kembali melihat Humaira yang duduk wajah penuh tawa. Rasanya dia puas dengan apa yang di perbuat oleh aku. "Ranya kau telah memperdayaku, bahkan kijangpun kau libatkan dia dalam tindakan konyol ini."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun