Mohon tunggu...
Faisal Basri
Faisal Basri Mohon Tunggu... Dosen - Mengajar, menulis, dan sesekali meneliti.

Mengajar, menulis, dan sesekali meneliti.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Desain Dana Migas dan BBM

8 Januari 2016   01:12 Diperbarui: 8 Januari 2016   08:39 576
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Pemerintah Menunda Dana Ketahanan Energi| Ilustrasi: Kompas/Priyombodo"][/caption]Patut dihargai keputusan pemerintah membatalkan pengenaan Dana Ketahanan Energi (DKE) yang dikutip Rp 300 per liter untuk solar dan Rp 200 untuk premium yang rencananya diberlakukan mulai 5 Januari 2016.

Menurut penjelasan pemerintah, DKE bakal digunakan untuk mengembangkan energi terbarukan atau energi nonfosil. Dana yang selama ini diperoleh dari "pajak" sebesar 50 dollar AS per ton CPO yang diekspor saja belum jelas, apatah lagi DKE.

Alangkah lebih baik jika pemerintah membuat kebijakan yang lebih menyeluruh dan konsisten dengan landasan hukum yang kokoh sebagai bagian tidak terpisahkan dari upaya penguatan tata kelola migas yang transparan dan akuntabel.

Ada tiga prinsip utama yang perlu diperhatikan. Pertama, migas merupakan sumber daya alam (SDA) tak terbarukan, sehingga pemerintah harus tunduk pada prinsip keadilan antarnegerasi. Generasi mendatang pun berhak menikmati kekayaan SDA. Selama ini generasi lalu dan sekarang jor-joran mengeksploitasi minyak mentah, sebagaimana terlihat dari tingkat produksi yang semakin turun dan lebih rendah dari cadangan terbukti baru yang ditemukan. Selain itu, tingkat konsumsi BBM kita meningkat jauh lebih pesat ketimbang tingkat produksi (yang justru turun terus), sehingga impor semakin menganga.

Di banyak negara produsen migas, prinsip keadilan antargenerasi ditegakkan dengan menyisihkan pendapatan jatah pemerintah sebagai sovereign wealth funds (SWF). Ada yang menamakannya petroleum fund atau oil fund. Norwegia memiliki SWF terbesar di dunia, sekitar 1 triliun dollar AS. Negara tetangga Timor-Leste pun sudah memiliki petroleum fund yang menurut catatan terakhir yang penulis miliki sudah mencapai 16,5 miliar dollar AS. Indonesia belum memiliki SWF dari migas maupun dari SDA tak terbarukan lainnya. Selama ini dana hasil migas dihabiskan dalam satu tahun anggaran, bahkan kerap dana minyak yang menjadi pendapatan pemerintah tidak cukup untuk membiayai subsidi BBM. Kekurangannya ditutup dari utang. Jadi ada dua "dosa" generasi sekarang terhadap generasi mendatang, yaitu mengambil hak SDA generasi mendatang dan mewariskan tambahan utang.

Prinsip kedua, stabilisasi. Harga BBM sangat ditentukan oleh harga minyak mentah yang harganya sangat berfluktuasi. Karena kenaikan harga BBM sangat sensitif secara politis dan sosial, pemerintah takut mengambil risiko menaikkan harga BBM sesuai dengan harga pasar. Akibatnya subsidi BBM membengkak. Kenaikan harga minyak mentah yang berkepanjangan pada akhirnya memaksa pemerintah melakukan penyesuian dengan menaikkan harga BBM. Biasanya kenaikan harga BBM itu dilakukan kalau sudah tidak ada pilihan lain karena ancaman krisis anggaran atau fiskal. Akhirnya pemerintah dipaksa menaikkan harga BBM dengan persentase yang relatif besar. Akibat selanjutnya, laju inflasi meroket dan suku bunga naik tajam sehingga memperburuk stabilitas makroekonomi dan memelorotkan pertumbuhan ekonomi.

Untuk meredam gejolak harga BBM sehingga volatilitasnya menyempit—seraya tidak menyerahkan sepenuhnya pada mekanisme pasar—pemerintah menerapkan instrumen stabilisasi. Salah satu bentuknya adalah dana stabilisasi. Jika harga minyak mentah turun, pemerintah tidak serta merta menurunkan harga BBM dengan proporsi yang sama. Penurunan harga BBM lebih kecil dari penurunan harga minyak mentah. Selisihnya dimasukkan ke celengan dana stabilisasi. Dana ini akan lebih cepat bertambah seandainya harga minyak mentah anjlok seperti belakangan ini. Sebaliknya, jika harga minyak mentah naik, pemerintah tidak serta merta menaikkan harga BBM atau menaikkan harga BBM dengan persentase lebih kecil ketimbang kenaikan harga minyak mentah. Selisihnya ditutup oleh suntikan dana stabilisasi itu.

Kedua, menggunakan instrumen pajak seperti diterapkan di Malaysia. Jenis pajaknya bisa apa saja. Jika harga minyak mentah naik, pemerintah tidak mengenakan pajak atas BBM, bahkan bisa memberikan subsidi sampai jumlah tertentu. Sebaliknya, jika harga turun, pemerintah kembali mengenakan pajak.

Ada baiknya mempertimbangkan pengenaan pajak lingkungan utuk BBM berbasis fossil fuel. Jika harga minyak mentah sedang melorot, kenaikan pajak lingkungan lebih tinggi, jika harga naik pajaknya dikurangi. Pajak lingkungan atau pajak lainnya dikenakan terhadap semua jenis BBM, bukan hanya terhadap solar dan premium sebagaimana rencana pemerintah yang dibatalkan atau ditunda itu.

Prinsip ketiga, ketahanan dan kedaulatan energi. Kunci ketahanan energi adalah kemampuan kita memanfaatkan semaksimal mungkin tatkala harga minyak turun dan mengurangi tekanan ketika harga minyak tinggi. Untuk itu tangki penyimpanan yang harus diperbanyak agar cadangan operasional BBM setidaknya naik dari sekitar 20 hari menjadi 3 bulan atau lebih. Cadangan operasional yang memadai juga berlaku untuk mink mentah. Kecukupan kilang menjadi sia-sia jika tangki penyimpanan tidak bertambah. Pemerintah tidak harus mengeluarkan dana sama sekali untuk pembangunan tangki baru. Wajibkan pemasok BBM membangun kilang. Di beberapa negara ongkos penyimpanan ini dimasukkan dalam komponen harga BBM. Langkah selanjutnya adalah membentuk cadangan strategis.

Perlu dicatat, pemerintah sudah memiliki dana khusus untuk mengembangkan penggunaan biofuel dari produksi sendiri. Dana itu dikutip sebesar 50 dollar AS terhadap setiap ton CPO yang diekspor. Penggunaannya seperti apa? Masih gelap atau mungkin belum digunakan sama sekali. Apa dampak jenis "pajak" ini terhadap keadilan agaknya harus dihitung secara cermat. jangan sampai yang menikmati adalah segelintir perusahaan besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun