Mohon tunggu...
Faisal Basri
Faisal Basri Mohon Tunggu... Dosen - Mengajar, menulis, dan sesekali meneliti.

Mengajar, menulis, dan sesekali meneliti.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Kisruh Melambungnya Harga Jagung

31 Januari 2016   16:35 Diperbarui: 3 Februari 2016   01:34 546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi - panen jagung (Kompas)

Banyak kalangan berulang kali mengingatkan tentang karut marut pengelolaan pangan. Pemerintah, terutama Menteri Pertanian, cenderung hanya mengutik-utik persoalan di hilir. Padahal persoalan pangan di Indonesia sudah sedemikian sangat akut. Lihat Menohok ke Akar Masalah.

Kisruh soal jagung kian membuktikan konstatasi di atas.

Harga rerata jagung di pasar internasional pada Desember 2015 adalah 163,35 dollar AS per ton. Dengan kurs Rp 13.900 per dollar AS, maka harga jagung di pasar internasional adalah Rp 2.279 per kg.

Harga jagung di pasar internasional terus mengalami penurunan sejak titik tertingginya 333,05 dollar AS per ton pada Juli 2012. Dalam 3,5 tahun terakhir harga anjlok sebesar 51 persen.

Sebaliknya, harga jagung di pasar domestik merangkak naik. Dewasa ini Harga jagung di pasar domestik sekitar Rp 6.000 dengan kecenderungan terus merangkak naik, membuat konsumen, terutama peternak ayam, menjerit. Akibatnya, harga daging ayam dan telur ayam melambung.

Kementerian Pertanian mengklaim produksi jagung naik dan cukup memenuhi kebutuhan dalam negeri. Kenyataannya jagung langka di pasar sehingga harga melonjak. Kalau benar-benar stok jagung cukup, tunjukkan saja di gudang mana.

Menurut Sekretaris Jenderal Dewan Jagung Nasional, masalah muncul karena panen tidak merata dan penanganan pasca panen yang buruk (Produksi Jagung Melebihi Kebutuhan). Bukankah hampir semua jenis pangan mengalami masalah yang sama? Sungguh alasan yang mengada-ada. Kelebihan produksi pada masa panen tentu disimpan, bukan dibuang ke laut.

Mari kita urai masalahnya dengan menggunakan pendekatan sederhana. Harga meurpakan interaksi antara penawaran dan permintaan.

Kurva permintaan Dd dan kurva penawaran Sd. Keseimbangan di pasar dalam negeri (tanpa ekspor dan impor) terjadi ketika kurva penawaran berpotongan dengan kurva permintaan.

Harga jagung di pasar internasional, Pi, lebih rendah dari harga jagung di dalam negeri. Tanpa pembatasan impor, harga jagung di dalam negeri sama dengan harga jagung di pasar internasional, dengan asumsi tidak ada ongkos angkut dan ongkos lainnya. Kuantitas yang ditawarkan sebesar Q1, sedangkan kuantitas yang diminta sebesar Q2. Kekurangan pasokan di dalam negeri ditutupi oleh jagung impor.

Karena pemerintah melarang impor jagung, harga di pasar domestik naik menjadi Pl. Konsumen di dalam negeri hanya membeli sebanyak Q1.

Tugas Kementerian Pertanian adalah mendorong produksi jagung dengan membuat kurva penawaran bergeser ke Sdd dengan ekstensifikasi lahan, penyediaan bibit unggul lewat riset dan pengembangan, perbaikan teknologi pertanian, dan penataan pasca panen. Jika semua itu dilakukan, produksi niscaya naik, petani bertambah sejahtera, dan konsumen memperoleh harga yang pantas. Akhirnya swasembada terwujud, bahkan kita bisa mengekspor jagung.

Proses menuju ke sana hampir mustahil dilakukan dalam satu tahun. Tidak bisa seperti membalikkan telapak tangan. Tidak ada jalan pintas seperti yang digembar-gemborkan Menteri Pertanian. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun